TANGERANG, KOMPAS — Bazar buku tahunan bertajuk ”Big Bad Wolf Book Sale Jakarta 2018” yang kini kembali digelar di Indonesia Convention Exhibition-Bumi Serpong Damai (ICE-BSD) menyimpan misi selain penjualan. Minat baca yang tumbuh sejak dini dalam diri seorang anak menjadi tujuan utama.
”Saya tidak menargetkan berapa penjualannya, tetapi menargetkan jumlah pengunjung yang banyak. Saya senang kalau melihat anak kecil datang dan mengenal buku. Anak akan tumbuh lebih pintar jika terbiasa membaca sejak kecil,” ujar Hadriani Uli Tiur Ida Silalahi, Presiden Direktur Big Bad Wolf (BBW) Indonesia di ICE-BSD, Tangerang, Jumat (30/3/2018).
Bazar buku BBW diinisiasi oleh Andrew, seorang kebangsaan Malaysia. Judul Big Bad Wolf terinspirasi dari dongeng Si Tudung Merah yang berhadapan dengan serigala yang memakan neneknya. Dalam ajang ini serigala buas diibaratkan ”memakan” harga buku hingga buku bisa murah (Kompas, 26/5/2017).
Uli menargetkan, bazar BBW 2018 yang berlangsung 29 Maret-9 April dapat mendatangkan 750.000 pengunjung. Pada 2017, pengunjung yang datang mencapai 720.000 dari target 650.000 pengunjung.
”Pertama kali bazar pada 2016, kami hanya memakai satu hall (ruangan), kemudian berjalan lima hari pengunjung sangat banyak dan kami menambah setengah hall. Sejak 2017 kami sudah menggunakan empat hall, total luasnya sekitar 20.000 meter persegi, seluas lima lapangan sepak bola kira-kira,” ujar Uli.
Pengunjung yang datang di BBW tidak dipungut biaya atau gratis. BBW buka tanpa henti selama 24 jam. ”Kami tidak mengetahui kapan saat ramai, kapan saat senggang. Hari ini saja justru yang ramai jam 2-4 dini hari,” ujar Uli.
Pantuan Kompas hari ini, pengunjung didominasi kaum perempuan yang membawa anak-anaknya untuk membeli buku bertema anak.
Buku yang dijual di BBW 2018 sebanyak 5,5 juta buku dengan proporsi 80 persen buku impor (internasional) dan 20 persen buku buatan Indonesia. Jumlah itu meningkat dari tahun 2017 yang hanya menyediakan 5 juta buku dengan proporsi buku buatan Indonesia 10-15 persen.
Pada 2016, jumlah buku yang dijual hanya 2,5 juta buku dengan proporsi 10 persennya buku buatan Indonesia. ”Kami diskon 60-80 persen dari harga awal buku tersebut,” tutur Uli. Pantauan Kompas, rata-rata harga satuan buku di bawah Rp 100.000.
Uli menyampaikan, dari seluruh buku yang dijual tahun 2018, sebesar 70 persen di antaranya merupakan buku untuk anak-anak. Jumlah tersebut lebih banyak dari tahun 2017 yang saat itu proporsi buku anak-anak hanya 50 persen. Bahkan, pada 2016, jumlah buku anak-anak yang dijual hanya 30 persen dari seluruh buku yang dijual.
”Kenapa jumlah buku anak lebih banyak? Karena kami ingin mulai dari awal. Saya lihat ibu-ibu senang memberikan anaknya buku sejak dini dengan buku pop art dengan buku kreativitas anak (mewarnai). Berdasarkan pengalaman, anak-anak itu kalau melihat gambar atau buku matanya sangat senang sekali,” tutur Uli.
Meski begitu, beragam buku nonanak dapat ditemui dalam BBW, mulai dari buku sains, sejarah, novel, biografi, bisnis, hingga buku bernuansa romance. Beragam poster dan hiasan dinding bertema tokoh dunia dan iklan berbagai produk di masa lampau juga dapat ditemui di bazar ini.
”Buku internasional lebih banyak kami jual karena buku jenis itu yang sulit dijangkau di dalam negeri,” ujar Uli.
Uli menyampaikan, dalam satu perhelatan bazar, ia dapat menjual buku senilai puluhan miliar rupiah. Selain di Jakarta, tahun ini menurut rencana BBW akan diselenggarakan di Surabaya dan Medan.
Selain Indonesia, BBW menyelenggarakan bazar di negara-negara yang juga dianggap memiliki minat membaca dan kemampuan bahasa Inggris yang rendah, seperti Malaysia, Thailand, dan Myanmar.
”Mungkin ke depan kami juga akan ke Jepang, Korea, Bangladesh, dan Manila (Filipina),” tutur Uli.
Banyak pilihan
Salah seorang pengunjung, Adelia Devita (30), mengatakan, hari ini merupakan kedua kali datang di bazar BBW, setelah tahun 2017 ia juga datang untuk belanja buku. Ia yang bersama anaknya datang untuk membeli beberapa buku khusus anak.
”Banyak pilihan untuk buku anak di BBW, itu bagus karena memang kalau cari buku impor untuk anak di Indonesia itu memang susah. Sekalipun ada, harganya mahal. Jadi di sini saya sekalian juga cari buku impor anak yang murah,” tutur Adelia.
Adelia membeli beberapa buku anak dengan desain alat bantu peraga yang membuat anaknya tertarik membaca. Ia merasa lebih nyaman jika membeli buku secara langsung dibandingkan dengan membeli buku anak secara daring (online).
”Yang pasti membeli buku anak impor tujuan utamanya agar anak belajar berbahasa Inggris,” tutur Adelia.
Pengunjung lainnya, Fadel Basrianto (25), datang bersama istrinya yang tengah hamil. Ia sengaja datang untuk membeli buku anak-anak dalam rangka mempersiapkan kelahiran anak pertamanya.
”Memang ini lebih banyak untuk anak-anak kalau saya lihat koleksi bukunya. Kalau yang buku nonfiksi, misalnya, saya lagi cari yang terbitannya agak baru, terakhir saya lihat kebanyakan terbitan tahun 2002-2005,” kata Fadel.
Presiden Direktur ICE-BSD Ryan Adrian menilai, animo masyarakat setiap tahun meningkat, khususnya dalam bazar BBW. Menurut dia, itu salah satu indikator minat baca masyarakat yang semakin meningkat.
”Saya pernah lihat sendiri jam 2 pagi ada ibu-ibu beli sampai 10 troli buku dan dimasukkan ke dalam dua mobil pribadinya,” ujar Ryan.