Berburu Durian Organik Pitoro Jadi Kebutuhan
Mengikuti jejak pemburu durian, buah yang juga disebut ”The King of Fruit”, medio sekitar akhir Maret hingga pertengahan April, merupakan waktu tepat untuk menikmati durian berkualitas dan legit.
Tidak perlu jauh-jauh untuk mencarinya, cukup berburu durian di sentra durian di segitiga jantung Jawa Tengah bagian utara, mulai dari Mijen-Gunungpati di Kota Semarang, Brongkol-Rejosari di Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, dan Dusun Gajian, Bandongan, Kabupaten Magelang.
Menurut petugas di Unit Pelaksana Teknik (UPT) Perkebunan di Salatiga, Sabtu (31/3/2018), Muji Selamet, sentra durian di tiga titik itu seperti panennya bergiliran. Biasanya panen buah durian dimulai dari Mijen-Gunungpati medio Februari, kemudian disusul panen durian Dario Brongkol- Rejosari akhir Maret serta ditutup dengan panen durian di kawasan sentra Magelang, awal Mei.
Memperhatikan pola panen yang seperti berurutan itu, petani durian di Desa Candisari, Tukijan (54), mengemukakan, durian brongkol sudah hampir selesai panen. Durian lokal unggul di daerah ini, yakni durian vera. Durian yang merupakan hasil pengembangan dari kebun durian milik Amir Mahmud (65), petani asal Dusun Tabak Gunung, Brongkol, Kabupaten Semarang.
”Durian vera biasanya mahal harganya. Di samping duriannya besar, juga tipis kulitnya. Satu durian biasanya dihargai Rp 80.000 per kilogram. Hanya saja, saat ini sudah agak susah karena panen durian Brongkol sudah nyaris tuntas,” ujar Tukijan.
Nyaris sama dengan kualitas durian vera, petani durian organik di Dusun Bulusari, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Ki Ragil Ali (70), ternyata juga tengah panen kebun duriannya. Di lahan seluas kurang dari 10.000 meter persegi, sekitar 60 pohon duriannya juga sedang panen.
Durian Ragil Ali sangat dikenal oleh penggemar maniak durian sebagai durian Pitoro atau durian Sinta. Seperti halnya nama durian vera, yang menurut petani Amir Mahmud, dinamai mirip nama istrinya, Paerah, maka durian Pitoro yang dijuluki durian Sinta, seperti nama putri dari petani Ragil Ali.
Penggemar durian, Budiono asal Bulusan, Tembalang, Kota Semarang, sudah empat kali membeli durian Pitoro langsung dari panen di kebun Ragil Ali di Desa Rejosari.
”Rasa durian itu nikmat. Kerap biji duriannya gepeng sehingga daging durian tebal-tebal. Kalau dapet durian yang dagingnya kuning keemasan, legitnya menggigit, sangat manis tapi tidak membuat perut mual. Meski habis satu biji, tidak bikin pusing kepala,” ujar Budiono, yang memborong buah durian sekitar 25 kilogram untuk keluarga dan rekan-rekannya.
Durian Pitoro memang makin popular di kalangan pemburu buah durian. Kalau ditanya soal rahasia enaknya durian Pitoro, petani Ragil Ali hanya mengatakan, tidak paham soal rasa, silakan buah duriannya dicicipi lalu dibandingkan dengan durian mana pun yang pernah dirasakan.
”Kalau ditanya kunci atau resep rahasia apa yang bikin durian saya enak, ya mungkin soal perawatan. Selama 30 tahun, durian saya hanya diberi pupuk alami, jadi ini durian organik asli,” ujar Ragil Ali di kebunnya, sekitar 1,5 kilometer dari rumahnya di Dusun Bulusari.
Durian organik Pitoro alias durian Sinta merupakan durian unggul lokal, yang indukannya berasal dari pohon durian besar di Desa Gemawang, Jambu. Pohon indukan durian itu sangat besar, untuk memeluk batang pohonnya dibutuhkan rentangan tangan sekitar empat orang dewasa. Pohon itu masih hidup meskipun volume buahnya sudah mulai menurun. Tiap panen pada musim durian bisa menghasilkan 300 biji durian, sudah tiga tahun ini hanya berbuah kurang dari 150 biji durian tiap musimnya.
”Durian Pitoro memang buahnya tidak bisa dipanen dalam jumlah besar. Hanya buah durian pilihan dan masak di pohon yang bisa dipanen. Hal ini sebenarnya memudahkan karena petani dapat mengatur buah yang akan dipanen. Hanya kendalanya permintaan dalam jumlah besar, seperti lebih dari 60 biji saja, kadang susah memenuhinya,” ujar Ragil Ali.
Durian ini jadi target paling diminati pencinta durian dari Jakarta, Medan, Magelang, Semarang, dan Surabaya, di mana kota-kota itu terdapat ”raja-raja” penikmat durian. Saking nikmatnya, bahkan ada pembeli yang hanya mau beli durian kualitas dua, yakni durian yang rusak sebagian kecil akibat hama, pecah kulit akibat terlambat dipanen, dan durian yang dilubangi tupai. Buah durian ini biasanya untuk bahan campuran kuliner, seperti es krim, dodol, atau jus durian.
Buah durian Pitoro terdiri dua jenis, yakni durian dengan daging kuning dan durian dengan daging putih. Duriah dengan daging putih atau kerap disebut durian susu rasanya manis, dagingnya tebal, dan rasa pahitnya tidak kental. Sebaliknya, durian kuning justru lebih legit, rasanya manis kuat dengan rasa pahitnya lembut. Buah durian ini lebih gurih dan dagingnya lebih lembut.
”Kalau membandingkan durian Pitoro sebenarnya hampir menyerupai buah durian Musang King dari Malaysia. Kedua buah durian itu hampir sama, hanya saja bedanya durian dari Malaysia itu lebih mahal harga di pasaran. Satu kilogram bisa mencapai Rp 150.000 paling murah,” ujar Winoto, penggemar buah durian asal Magelang.
Dalam empat pohon durian, Ragil dibantu dengan pemetik durian, Gunanto, hanya mampu panen sebanyak 55 biji durian. Pada akhir Maret ini, kebun durian Pitoro sudah mulai panen untuk petikan keempat. Diperkirakan, buah durian ini masih terus bisa panen hingga awal Mei nanti. Rata-rata pohon tumbuh pada ketinggian lebih dari 15 meter itu, sangat baik di dataran tinggi pada 900 meter di atas permukaan laut.
Menurut Ragil, keunggulan dari duriannya, yakni rasanya tidak berubah dari tahun ke tahun, tetap legit dan nikmat. Bentuk durian pun juga relatif besar, dengan biji bervariasi kebanyakan biji durian gepeng (tidak bulat). Apabila biji gepeng, dagingnya cukup tebal sehingga banyak diminati bagi penggemar olahan makanan berbahan buah durian.
Ragil mengakui, duriannya tidak bisa dipanen dalam jumlah banyak. Hal itu sangat berbeda dengan durian Brongkol (Banyubiru), Kabupaten Semarang, ataupun durian Gunungpati, Kota Semarang. Durian yang di luar kebunnya, bisa dipetik hanya 5-6 petikan sudah menghasilkan panenan yang banyak.
Hal itu, tidak hanya menghemat waktu panen, dengan mengambil semua durian yang dianggap matang serta menghemat ongkos pemetikan. Dengan 4-5 pemetikan saja, ongkos tukang petik hanya Rp 1 juta, dengan cakupan lebih dari 10 pohon.
Sementara durian Pitoro, terutama di kebun durian Ragil Ali, hanya bisa dilakukan satu kali petikan untuk 4-5 pohon. Tiap panen, untuk 5 pohon saja, bahkan bisa dilakukan pemetikan sampai 10-15 kali. Tingginya frekuensi pemetikan itu menunjukkan, pemetik hanya memilih buah durian yang matang, sedangkan yang besar tetapi belum masak tetap dibiarkan di pohon untuk di petik 2-3 hari kemudian.
”Buah durian yang besar, belum masak, lazimnya diikat kuat di tangkai dahan atau diberi jaring pengaman. Jika tidak diberi jaring atau pengikat, dikhawatirkan durian bisa jatuh,” ujar Gunanto. Dia menambahkan, durian Pitoro banyak dipasarkan melalui daring, pesanan, ataupun pembeli datang langsung ke kebun. Harga durian ini kini paling murah Rp 35.000 per kilogram.
Saat ditemui, Ragil Ali sedang panen di kebunnya, dari 55 biji durian yang sudah diturunkan dari pohon itu, 6-9 biji duriannya tidak utuh atau menurut petani setempat duriannya bolong. Disebut durian bolong karena kulit duriannya ada yang berlubang akibat buahnya dimakan tupai atau dimasuki hama sejenis lalat. Ada pula buah durian jadi kering, ujung bawahnya pecah terlambat dipetik.
Salam seorang penggemar durian asal Semarang, Solikun, mengemukakan, durian dengan pemupukan organik memang rentan kena hama. Beda sekali dengan buah durian yang pemupukan dengan pupuk kimia, biasanya mulus dan tidak mudah membusuk. Hanya saja, buah durian nonorganik rasa manisnya tidak kuat, cenderung kurang pahit dan kurang legit.
”Untuk penggemar durian yang fanatik, beli durian tidak perlu dalam jumlah banyak. Tapi cukup menikmati durian lezat ini sudah mantap. Bahkan, durian ini bisa tahan tiga bulan lebih saat disimpan di almari pendingin, ditaruh di kotak steril,” ujar Solikun.