Intan Jaya Siaga Satu Setelah Pembakaran Kantor BPBD
Oleh
Fabio Costa
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pihak kepolisian menetapkan status keamanan Siaga Satu di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Kebijakan ini dikeluarkan setelah ada dugaan aksi pembakaran kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Intan Jaya pada Jumat (30/3/2018) pukul 21.30 WIT.
Diketahui kronologis kejadian bermula ketika anggota piket jaga di Markas Polsek Sugapa Bripda Idolfonsus Tuamis melihat ada kepulan asap beserta api di daerah perkantoran Kampung Mama. Ia pun langsung melaporkan kejadian tersebut kepada anggota polsek lainnya agar segera mendatangi tempat kejadian kebakaran.
Saat anggota Mapolsek Sugapa bersama sejumlah anggota Brimob mendatangi tempat kejadian, api telah menghanguskan seluruh Kantor BPBD Kabupaten Intan Jaya. Hal ini disebabkan material bangunan terdiri dari kayu dan tidak ada sumber air untuk memadamkan api.
Kapolda Papua Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar ketika dikonfirmasi pada Sabtu (31/3/2018) di Jayapura membenarkan adanya insiden pembakaran kantor BPBD di Intan Jaya.
”Seluruh anggota kepolisian telah bersiaga di sana untuk mengantisipasi terjadinya aksi pembakaran fasilitas publik lainnya. Insiden ini diduga masih berkaitan dengan konflik pilkada di Intan Jaya yang belum terselesaikan dari tahun lalu,” kata Boy.
Ia mengatakan, ada kemungkinan aksi pembakaran dilakukan oleh simpatisan calon kepala daerah tertentu yang tidak menyetujui terpilih calon petahana Natalis Tabuni kembali terpilih sebagai bupati di Intan Jaya.
”Kami akan terus memonitor kejadian ini untuk memastikan situasi keamanan di Intan Jaya tetap kondusif. Sebab, waktu pelaksanaan Pemilihan Gubernur Papua di 28 kabupaten dan 1 kota hanya tinggal beberapa bulan,” kata Boy.
Total sudah lima kantor milik Pemkab Intan Jaya yang telah terbakar. Sebelumnya dalam konflik pilkada di Intan Jaya tahun lalu, empat fasilitas kantor yang dibakar sejumlah oknum warga adalah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, dinas kesehatan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, serta dinas kesatuan bangsa dan politik.
Sementara itu, tokoh masyarakat Rudi Waromi berpendapat, masih ada fenomena banyak calon kepala daerah yang belum legawa saat mengalami kekalahan di pilkada.
Akibatnya, kata Rudi, mereka terus menuntut ke Mahkamah Konstitusi dan
nekat mengadu domba simpatisannya demi kepentingan pribadi sehingga terjadi pertumpahan darah.
”Diperlukan seorang pemimpin yang bertanggung jawab dan takut akan Tuhan sehingga memberikan pelayanan yang maksimal bagi warganya,” kata Rudi.