Kebakaran terjadi Kamis (29/3) malam yang melalap 112 rumah semipermanen di hunian padat Taman Kota, RT 016 RW 005 Kembangan Utara. Lima rumah permanen di kompleks perumahan Taman Kota turut hangus.
Kelimanya di seberang hunian padat RT 016. Jumlah penghuni yang terdampak sekitar 2.500 orang. Satu rumah bisa terdiri atas beberapa ruang kontrakan.
Berdasarkan keterangan saksi, dua dari lima rumah semipermanen yang terbakar digunakan memproduksi lem dan percetakan. ”Akan kami dalami lagi,” kata Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Barat Komisaris Besar Hengki Haryadi, Jumat.
Bahan baku kegiatan industri rumah tangga itu, salah satunya tiner, mempersulit pemadaman. Anggota Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri kemarin ke lokasi untuk menyelidiki penyebab kebakaran itu.
Warga yang meninggal, Apo (70) dan Ana (40), anak Apo, adalah penghuni rumah produksi lem. Keduanya perempuan.
Menurut Camat Kembangan Agus Ramdani, industri semacam itu dilarang beroperasi di zona permukiman. ”Secara perizinan, saya pastikan ilegal karena tidak bakal ada izinnya,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi DKI belum menindak industri ilegal itu, kata Agus, karena belum ada laporan warga.
Status lahan
Status lahan hunian padat di RT 016 itu tidak jelas. Lahan itu wajib diserahkan PT Taman Kota, pengembang perumahan Taman Kota, kepada Pemprov DKI untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial. Namun, kata Agus, penyerahan terus tertunda tanpa alasan jelas. Warga membangun rumah sejak 1980-an.
Hunian di lahan ”abu-abu” itu tumbuh tak terkendali dan jadi sangat padat. Hunian itu terdapat di sebelah rel kereta, dekat Stasiun Taman Kota, juga dekat dengan Instalasi Pengolahan Air Taman Kota yang dikelola PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).
Agus menuturkan, wewenang memutuskan kejelasan status lahan hunian padat berada di pemerintah provinsi.
Dampak kebakaran, perjalanan kereta rel listrik tujuan Tangerang dihentikan sementara. Rel jadi akses mobil pemadam. Adapun pasokan air Palyja ke Jakarta bagian barat, seperti Kembangan Utara, Kapuk, Kalideres, Kamal Muara, dan Kapuk Muara, juga terhenti sementara.
Pemilik rumah di RT 016, Lugiyanto (62), mengatakan, dirinya tinggal di sana sejak 1978. Rumahnya dipecah lima petak, masing-masing berukuran 5 x 3 meter. Keluarganya tinggal di satu petak, empat petak lain dikontrakkan.
Kebakaran besar ini yang kedua. Tahun 1996, kebakaran disebabkan ledakan kompor di warung nasi. (JOG)