Empat Juta Generasi Milenial Menganggur di Era Digital
Oleh
DD13
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Empat juta anak muda generasi milenial masih menganggur. Terdapat jurang antara keterampilan yang mereka miliki dan industri yang membutuhkan tenaga kerja di era digital ini.
Data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Agustus 2017 oleh Badan Pusat Statistik menyebutkan, secara keseluruhan terdapat sekitar 7,04 juta pengangguran di Indonesia dari 128,6 juta angkatan kerja yang tersedia. Dari 7,04 juta orang tersebut, sekitar 4 juta di antaranya berusia 15-24 tahun.
Co-Founder dan Chief Business Development Officer Binar Academy Dheta Aisyah menyatakan, berdasarkan pengalamannya ketika bekerja di Go-Jek, perusahaan rintisan aplikasi transportasi, ia menemukan banyak lulusan teknologi informasi dengan nilai yang baik, tetapi tidak memiliki kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan.
”Ada gap antara ketersediaan tenaga kerja dan kebutuhan industri. Tenaga kerja bidang teknologi informasi di Indonesia masih langka,” kata Dheta dalam diskusi Millenials on the Move: How We Face the Digital Revolution di Jakarta, Sabtu (31/3/2018). Binar Academy adalah sebuah lembaga pendidikan yang memberikan pelatihan kepada anak daerah untuk menciptakan produk digital.
Jumlah pencari kerja di bidang TI terbatas, bahkan sekalipun ada kerap kali mereka telah dijaring oleh perusahaan besar dengan gaji yang besar. Perusahaan rintisan tentu tidak mampu bersaing menarik minat pencari kerja untuk bekerja di perusahaan tersebut dengan gaji yang lebih rendah.
Ada gap antara ketersediaan tenaga kerja dan kebutuhan industri. Tenaga kerja bidang teknologi informasi di Indonesia masih langka.
Fenomena tersebut dilihat sebagai masalah dasar yang menghambat perkembangan teknologi digital Indonesia. Oleh karena itu, pemberdayaan lulusan di bidang TI agar memiliki keterampilan yang dibutuhkan saat ini amat penting.
Kepala Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan Suhartono menyatakan, terdapat 10 keterampilan umum yang harus dimiliki pencari kerja pada 2020, yang jika diurut adalah kemampuan memecahkan masalah kompleks berpikir kritis dan kreativitas.
Selain itu, keterampilan lainnya adalah manajemen sumber daya manusia, berkoordinasi dengan orang lain, kecerdasan emosional, kemampuan membuat keputusan dan penilaian, orientasi pada pelayanan, negosiasi, serta fleksibilitas kognitif.
Menurut dia, digitalisasi mengurangi kebutuhan profesi tertentu pada 2017-2020, misalnya manajer administrasi, mekanik, operator radio, pengantar surat, pekerja pabrik manual, operator mesin jahit, dan operator perangkat komunikasi.
Namun, muncul juga pekerjaan baru yang membutuhkan keterampilan berbeda, misalnya barista, blogger, big data analyst, cyber patrol, smart animator, crowdfunding specialist, social entrepreneur, dan drone operator.
Dalam mempersiapkan tenaga kerja Indonesia, tutur Suhartono, pemerintah telah memiliki beberapa strategi. Indonesia telah memiliki sekitar 270 balai latihan kerja yang akan memberikan pelatihan lulusan di bidang kejuruan. Selain itu, pemerintah juga telah membuat aplikasi bernama Informasi Pasar Kerja.
Aplikasi itu memberikan informasi bagi para pencari kerja tentang kualifikasi yang mereka miliki. Perusahaan juga dapat mencantumkan jenis keterampilan yang mereka cari. ”Hanya saja, kesadaran industri untuk memberikan informasi belum ada,” katanya.
Ia meyakini, Indonesia telah siap menghadapi era digital, terlebih ketika 54,68 persen penduduk Indonesia telah terkoneksi dengan internet. Adapun sektor lapangan pekerjaan yang bisa dimaksimalkan adalah pariwisata, kemaritiman, pertanian, dan ekonomi kreatif.
Berdasarkan data dari Badan Ekonomi Kreatif, kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap pendapatan domestik bruto adalah Rp 922,59 triliun tahun 2016. Saat ini, terdapat 8,2 juta pelaku industri sektor ekonomi kreatif dengan tiga subsektor pendapatan terbesar berada pada kuliner (41,40 persen), busana (18,01 persen), dan kerajinan tangan (15,4 persen).
Director of Youth Initiative for Political Participation Neildeva Despendya mengatakan, pemerintah harus membuat kebijakan terkait semakin bervariasinya jenis pekerjaan yang ada saat ini. Ia mencontohkan, saat ini masih belum ada ketentuan upah bagi pekerja lepas.