Aryo (46) mulai menggergaji sebatang kayu mahoni menjadi beberapa potong. Potongan kayu tersebut dicungkil menjadi hasil karya seni rupa kriya yang dapat digunakan untuk gantungan kunci ataupun hiasan dinding.
Kegiatan tersebut dilakukan oleh sejumlah orang yang tergabung dalam Kota To Art yang berlokasi di Jalan Pintu Besar Utara, Taman Fatahillah, kawasan Kota Tua, Jakarta Barat. Jalan tersebut berada di sisi selatan menuju pusat Taman Fatahillah.
Ketua Kota To Art Yance mengatakan, Kota To Art merupakan sebuah wadah untuk orang yang tertarik di bidang seni rupa. Pada awalnya, mereka terbentuk dari gabungan pelukis, seniman tato, dan kriya yang berkarya di kawasan Kota Tua. Mereka menjadikan kegiatan berkesenian sebagai hobi dan sumber mata pencarian.
”Kami melihat ada salah satu sudut lorong kawasan Kota Tua yang tidak terawat,” kata Yance, Rabu (28/3/2018). Ia mengatakan, Jalan Pintu Besar Utara dikenal sebagai lorong yang digunakan orang untuk berbuat mesum, pesta alkohol dan narkoba, serta waria dan pekerja seks komersial menjajakan dirinya.
Melihat situasi tersebut, Yance dan sejumlah seniman seni rupa lainnya bergerak membersihkan lorong yang terkesan kumuh tersebut. Mereka mendirikan saung yang digunakan untuk tempat berkarya sejak 2008 dan menamai jalan tersebut menjadi Lorong Rupa. Sejak saat itu, mereka pun berdiri di bawah Unit Pelaksanaan Kawasan (UPK).
Kepala Unit Pelaksanaan Kawasan Kota Tua Novriadi S Husodo mengatakan, anggota Kota To Art dan pelaku seni lainnya di kawasan Kota Tua tidak termasuk sebagai pedagang kaki lima (PKL). Mereka di bawah pengelolaan UPK Kota Tua.
Hingga 2012, Kota To Art memiliki lima saung yang digunakan untuk berkarya. Namun, sejak 2012 saung mereka dihancurkan oleh petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP) atas perintah UPK Kota Tua karena dianggap mengganggu kerapian kawasan Kota Tua.
Yance mengatakan, karena kebutuhan ekonomi dan kecintaan pada seni yang ditekuni, anggota Kota To Art tetap bertahan. Mereka pun mendirikan saung sederhana dengan ukuran 5 meter x 10 meter dan beratapkan terpal yang disangga dengan kayu serta bambu.
Barang bekas
Sebagian besar bahan dasar yang digunakan oleh anggota Kota To Art untuk berkarya menggunakan barang bekas. Sebagai contoh, Yance melukis dengan bahan dasar kain bekas. Meskipun demikian, ia masih dapat menghasilkan lukisan yang menarik dan diminati pengunjung.
Badai (40) juga menggunakan bahan kayu bekas untuk membuat karya seni kriya untuk gantungan kunci dan hiasan dinding. Kayu bekas tersebut dicukil sehingga menjadi sebuah bentuk yang menarik, seperti bunga, ekspresi wajah orang, abstrak, dan bentuk lainnya.
Akan tetapi, ada beberapa karya yang membutuhkan bahan baru. Aryo, misalnya, ia membuat gantungan kunci dengan bahan akrilik dengan teknik grafir manual. Ia membuat bentuk tipografi dan tokoh kartun.
Pengunjung Kota Tua yang melintasi lorong tersebut tertarik dengan karya yang dipajang. Mereka tertarik karena keunikan karya yang dihasilkan dari barang-barang bekas.
Hikmah (17) dan May (18) tertarik memesan karya seni grafir untuk hadiah kekasih mereka. Bagi mereka berdua, karya seni rupa dapat disimpan untuk kenang-kenangan.
Gotong royong
Anggota Kota To Art memiliki prinsip ”belajar gotong royong” dalam bekerja. Mereka mengerjakan sebuah karya bersama-sama sesuai dengan keahlian masing-masing. Namun, ada beberapa karya yang dikerjakan sendiri, seperti Aryo yang membuat hiasan grafir, Badai yang membuat tato, dan Yance yang membuat sketsa wajah.
Dengan prinsip gotong royong tersebut, mereka saling membantu teman yang sedang mengalami kesulitan ekonomi atau kesulitan lainnya. Mereka pun dengan sukarela bersedia membagikan ilmu dan keterampilannya kepada orang yang tertarik belajar kepada mereka.
Aryo, misalnya, ia telah membagikan keterampilan kepada orang yang ingin belajar seni grafir. ”Hingga saat ini ada tujuh orang yang membuat seni grafir di Kawasan Kota Tua,” katanya.
Ketujuh orang tersebut pada awalnya merupakan pengangguran dan tidak memiliki keterampilan khusus. Aryo membagikan keterampilannya dengan suka rela dan tidak menghalangi ketujuh orang tersebut membuka usaha yang sama dengannya di kawasan Kota Tua.
Sebagian besar anggota Kota To Art berharap lorong di sepanjang Jalan Pintu Besar Utara kembali digunakan untuk tempat berkesenian. ”Kami berharap Kota Tua menjadi pusat budaya dan seni di Jakarta,” ujar Yance.