PBB: Periksa Insiden di Gaza
NEW YORK, SABTU — Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak penyelidikan independen terhadap bentrokan di Jalur Gaza, Palestina. Hingga Sabtu (31/3/2018), sedikitnya 16 orang dilaporkan tewas dalam bentrokan paling berdarah sejak 2014 itu.
Dalam pernyataan tertulis, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak semua pihak menahan diri dari kekerasan lebih lanjut. ”Tragedi ini menekankan pentingnya menghidupkan lagi perundingan damai Palestina-Israel,” ujarnya.
Pernyataan itu dikeluarkan setelah sidang darurat Dewan Keamanan PBB gagal membuat keputusan terkait dengan situasi di Gaza. Sidang digelar setelah pembubaran unjuk rasa puluhan ribu warga Gaza oleh tentara Israel dengan menggunakan peluru tajam hingga tank.
Sejumlah anggota DK PBB juga sependapat dengan Guterres. Mereka menekankan bahwa Israel harus menggunakan kekuatan secara proporsional. ”Keadaannya sangat mengkhawatirkan,” kata Deputi Wakil Tetap Swedia untuk PBB Carl Skau.
Di Gaza, bentrokan antara warga Palestina dan tentara Israel dilaporkan menewaskan 16 orang. Akan tetapi, sejumlah pihak menyebut korban meninggal sebanyak 17 warga. Selain itu, 1.400 orang mengalami luka tembak atau akibat terkena gas air mata.
Kekerasan terjadi pada hari pertama dari rangkaian aksi yang direncanakan berlangsung selama enam pekan sejak Jumat lalu. Warga Palestina mengorganisasi unjuk rasa yang digelar di sepanjang perbatasan Palestina-Israel. Mereka membuat kemah di sekitar pagar dan sebagian lagi berparade.
Israel menanggapi aksi itu dengan mengerahkan tentara. Sejumlah pesawat tanpa awak juga dikerahkan untuk menjatuhkan bom gas air mata ke kerumunan warga Palestina.
Militer Israel mengakui memakai peluru tajam kepada sejumlah demonstran. Korban yang tewas akibat peluru tajam dituding sebagai provokator.
Asisten Sekjen PBB untuk Urusan Politik Tayé-Brook Zerihoun mengatakan, hampir semua pengunjuk rasa jauh dari pagar pembatas Gaza dengan wilayah Israel dan bukan pelaku kekerasan. ”Memang, ada sejumlah demonstran dilaporkan melemparkan batu,” ujarnya.
Selain di Gaza, bentrokan juga dilaporkan terjadi di Tepi Barat. Akan tetapi, jumlah pengunjuk rasa di tempat itu tidak sampai ribuan orang dan terkonsentrasi di Ramallah serta beberapa kota lain. Bulan Sabit Merah melaporkan, 27 orang menjadi korban bentrokan di Nablus.
”Sebelum unjuk rasa, Israel sudah meningkatkan kekuatan, menerjunkan penembak jitu, pasukan khusus, dan mengeluarkan peringatan tentang tindakan untuk mencegah pelanggaran pagar perbatasan,” kata Zerihoun.
Wakil Tetap Palestina untuk PBB Riyad Mansour menyatakan kecewa dengan DK PBB yang tidak mengecam keras pembantaian pada unjuk rasa damai. DK PBB juga tak menanggapi permintaan perlindungan bagi warga sipil Palestina.
”Kami mengharapkan DK PBB bertanggung jawab dan meredakan kekerasan, yang jelas mengancam perdamaian serta keamanan internasional,” ujar Mansour.
Wakil Tetap Israel untuk PBB Danny Danon mengatakan, masyarakat internasional tak boleh tertipu oleh aksi teror dan kekerasan yang ditata dengan baik dalam bentuk parade damai. ”Warga Palestina menggunakan penipuan baru sehingga mereka bisa menggunakan PBB untuk menyebarkan kebohongan soal Israel,” ujarnya.
Aksi berlanjut
Meskipun belasan orang tewas pada hari pertama, warga Palestina tetap bertekad melanjutkan unjuk rasa. Para demonstran kembali mendatangi tenda-tenda di sekitar perbatasan Israel untuk melanjutkan aksi yang direncanakan berlangsung enam pekan.
Unjuk rasa bertujuan memperingati 10 tahun penutupan perbatasan Gaza oleh Israel dan Mesir sejak Hamas mengontrol Gaza pada 2007. Demonstrasi dimulai dari Hari Tanah, yaitu hari peringatan pembunuhan enam pengunjuk rasa oleh Israel pada 1976.
Warga Palestina berencana melanjutkan unjuk rasa sampai Amerika Serikat membuka Kedutaan Besar untuk Israel di Jerusalem pada 14 Mei 2018, tanggal yang juga menandai 70 tahun pendirian Israel.
Selain unjuk rasa, ribuan warga Palestina, Sabtu, menghadiri pemakaman para korban dalam unjuk rasa hari pertama. Sebagian dari pelayat meneriakkan kata ”pembalasan” sembari mengibarkan bendera Palestina.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan Hari Berkabung Nasional pada Sabtu (31/3). Ia menyebut Israel bertanggung jawab atas kematian korban. ”Para martir dan orang- orang yang terluka dalam unjuk rasa damai menunjukkan masyarakat internasional harus terlibat melindungi warga Palestina,” ujarnya.
Di sisi lain, Israel mengancam akan mengerahkan tentara jika aksi berlanjut. Israel menuding Hamas berada di balik unjuk
rasa itu. (AP/AFP/RAZ)