Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno bergegas meninggalkan ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, seusai mendengarkan tuntutan tim jaksa KPK, Senin (2/4/2018). Dalam tuntutannya, jaksa menuntut hakim menjatuhkan vonis 7 tahun penjara bagi Siti karena terbukti menerima suap.
SEMARANG, KOMPAS — Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Wali Kota Tegal (nonaktif) Siti Masitha Soeparno dengan vonis 7 tahun penjara. Siti bersama Amir Mirza Hutagalung, orang kepercayaannya, dinilai terbukti menerima suap dari sejumlah pihak total senilai Rp 7,1 miliar.
Dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/4/2018), jaksa KPK secara bergantian membacakan tuntutan setebal lebih dari 600 halaman secara bergantian. Sidang yang dipimpin Antonius W tersebut menghadirkan dua terdakwa, Siti dan Amir, secara bersamaan.
Siti Masitha yang akrab disapa Bunda Sitha datang mengenakan kerudung putih dengan celana warna merah jambu bermotif bunga-bunga dan blus warna putih permata. Sementara Amir mengenakan baju batik coklat lengan panjang dengan celana katun warna hitam. Sepanjang persidangan, Siti dan Amir, yang sedianya akan maju sebagai calon wali kota dan calon wakil wali kota pada Pilkada Kota Tegal 2018, tidak bertegur sapa.
Jaksa menuntut Siti dengan hukuman penjara 7 tahun dengan denda sebesar Rp 200 juta subsider kurungan 6 bulan. Adapun uang senilai Rp 85,2 juta yang disetor ke rekening KPK pada Desember 2017 dirampas oleh negara.
Sementara itu, Amir dituntut hukuman penjara 9 tahun dengan denda sebesar Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga meminta uang senilai total sekitar Rp 1 miliar yang disetorkan Amir dalam sejumlah kesempatan selama Desember 2017 dirampas untuk memulihkan keuangan negara.
Menurut Jaksa Fitroh Rohcahyanto, Siti dan Amir terbukti menerima uang suap senilai total Rp 7,1 miliar dari sejumlah pihak pada 2017. Namun, lanjut Fitroh, dari uang tersebut, hanya Rp 500 juta yang dinikmati Siti.
Kompas/Gregorius Magnus Finesso
Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno (baju putih) saat meninggalkan gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/4/2018).
Masitha didakwa dengan Pasal 12 Huruf B juncto Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Dia didakwa menyalahgunakan jabatannya sebagai penyelenggara negara.
Fitroh mengatakan, hal yang memberatkan Siti adalah tindakannya tidak sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi yang sedang digalakkan pemerintah. Adapun yang meringankan, Siti dinilai kooperatif selama persidangan. Siti pun mengaku bersalah. Dia juga orangtua tunggal yang menjadi tumpuan ekonomi anak-anaknya.
Atas hal yang memberatkan tersebut, Siti juga mendapat tuntutan vonis tambahan berupa kehilangan hak politik untuk memilih dan dipilih selama empat tahun sejak selesai menjalani hukuman.
Atas tuntutan itu, Siti dan Amir menyatakan akan mengajukan pembelaan sendiri dan sebagian lain disampaikan tim penasihat hukum. Sidang pembelaan bakal digelar pekan depan.
Kasus tersebut antara lain terkait korupsi dana pengelolaan Rumah Sakit Kardinah, Kota Tegal. Suap dari dana proyek-proyek di lingkungan RS Kardinah diberikan Wakil Direktur RS Kardinah Cahyo Supriyadi. Total uang suap yang diberikan Cahyo mencapai Rp 2,9 miliar.
Kompas/Gregorius Magnus Finesso
Amir Mirza Hutagalung, terdakwa dalam kasus suap yang melibatkan Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno, menyalami tim jaksa KPK seusai sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/4/2018).
Selain itu, suap juga dilakukan Sugiyanto, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, serta Sadad Fariz, pengusaha lokal. Suap komisi proyek senilai total Rp 7,1 miliar itu diberikan kepada Siti Masitha, baik secara langsung maupun melalui Amir Mirza, selama 2016-2017. Uang tersebut ditengarai menjadi dana pemenangan Siti Masitha dan Amir Mirza Hutagalung pada Pilkada Kota Tegal 2018.
Dalam sidang terpisah akhir Januari lalu, Wakil Direktur RS Kardinah Cahyo Supriyadi divonis hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
Selain hukuman penjara, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda Rp 50 juta yang jika tidak dibayar bisa diganti dengan hukuman kurungan selama 3 bulan kepada Cahyo.
Putusan tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yakni 2 tahun penjara.
