Abdullah Fikri Ashri, Dimas W Nugraha, Khaerul Anwar
·3 menit baca
Siang itu, Kamis (29/3/2018), puluhan turis berjemur di bawah terik matahari di pinggir pantai Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Mereka menikmati sang surya. Di atas bukit, sinar matahari juga mengalirkan berkahnya ke lebih dari 2.000 rumah, penginapan, dan hotel.
Gili Trawangan merupakan pulau kecil yang dapat dijangkau dengan kapal cepat selama 15 menit. Sejak 1980, daerah itu telah menjadi incaran turis dari Eropa, Amerika, hingga Australia. Hotel dan penginapan menjamur. Selama puluhan tahun, destinasi wisata itu bergantung pada listrik tenaga diesel yang menelan cukup banyak biaya untuk bahan bakarnya.
Kondisi ini membuat pelaku usaha sulit mengembangkan industri perhotelan. Sementara para turis berduyun-duyun datang. Untuk itu, pada 2011 dan 2012, PT PLN (Persero) memasang kabel laut tegangan 20 kilovolt serta pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan kapasitas 200 kilowatt peak (kWp) + 400 kWp.
Yang menarik, PLTS di atas bukit itu memanfaatkan cahaya matahari untuk mengalirkan listrik ke rumah dan hotel. Setelah sekian lama, mulai saat itu, cahaya matahari dimanfaatkan sebagai asupan listrik, tidak hanya berjemur.
Di PLTS Gili Trawangan, yang dibatasi pagar tersebut, lebih dari 3.000 panel surya menangkap cahaya matahari. Setelah ditangkap panel surya, sinar matahari itu masuk ke dalam inverter, alat yang mengubah energi matahari menjadi listrik, lalu dialirkan kepada pelanggan.
PLTS tersebut tidak menggunakan baterai sehingga listrik tidak bisa disimpan. Artinya, ketika tidak ada cahaya matahari, PLTS tidak mengalirkan listrik. Itu sebabnya PLTS beroperasional pada pukul 06.00-18.00. Selebihnya menggunakan jaringan kabel listrik yang mengantarkan listrik dari PLN Lombok.
Meski demikian, PLTS turut menopang kebutuhan listrik di area wisata tersebut. Apalagi, saat beban puncak, penggunaan listrik terjadi pada siang hari. Beban puncak PLTS saat ini tercatat 407 kilowatt (KW). Sementara daya PLTS mencapai 600 kWp.
Setidaknya terdapat empat petugas PLN yang mengawasi PLTS Gili Trawangan. Selain membersihkan panel surya agar daya tangkap sinar matahari maksimal, mereka juga mengoperasikan penyaluran listrik dari PLTS.
Hingga kini, menurut Manajer PLN Rayon Tanjung Gusti Ariyanto, terdapat 2.314 pelanggan listrik di Gili Trawangan. ”Kami terus berusaha mengalirkan listrik ke pulau terluar, termasuk wilayah wisata. Jika ada keluhan, kami sudah membuat grup pelanggan dengan PLN di aplikasi Whatssapp,” ujarnya.
Menurut Manajer PLN Pusat Listrik PLTMA/PLTS Tanjung I Made Santiadhi, selain Gili Trawangan, listrik yang bersumber dari tenaga surya juga terdapat di Gili Meno dan Gili Air dengan kapasitas masing-masing 60 kWp dan 160 kWp. PLN Wilayah NTB mencatat jumlah pelanggan di ketiga Gili itu mencapai 4.421 pelanggan.
Sayangnya, menurut Made, sulit menambah kapasitas PLTS karena keterbatasan lahan. Di Gili Trawangan yang berada di atas bukit, misalnya, telah dipadati penginapan dan hotel. Padahal, biaya operasional PLTS dibandingkan tenaga diesel bisa lebih hemat hingga 50 persen. Soal bahan baku cahaya matahari tidak ada masalah.
Room Division Manager Villa Ombak (Gili Trawangan) Made Gunung berharap pasokan listrik tetap stabil. Dengan menggunakan listrik jaringan PLN, menurut dia, biaya operasional bisa hemat hingga 30 persen dibandingkan menggunakan diesel.
Resor yang berdiri pada 1998 itu kini punya kamar 149 unit dengan karyawan 280 orang plus 33 pekerja paruh waktu. Padahal, pada 2006, hanya terdapat 60 kamar di sana.
PLTS juga tampak pada penerangan jalan umum di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Lombok Tengah. Kawasan ini merupakan salah satu dari 10 destinasi unggulan pariwisata selain Bali.,
Dengan tenaga surya, pelaku usaha di sektor pariwisata bisa lebih hemat untuk urusan operasional. PLTS juga ramah lingkungan dibandingkan diesel yang dapat menimbulkan polusi. Sudah saatnya cahaya matahari di wilayah wisata tidak hanya digunakan untuk berjemur. Itu terlalu biasa!