Pemberian Surat Keterangan Hak Pilih Harus Tepat Sasaran
Oleh
Dd06
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemberian surat keterangan bagi masyarakat yang belum memiliki kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) untuk Pilkada 2018 harus dijamin tepat sasaran. Hal itu untuk memastikan warga mendapatkan hak pilihnya dan mengurangi potensi kecurangan penggunaan surat keterangan.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra di Jakarta, Senin (2/4/2018) mengatakan, terdapat 6,7 juta pemilih dalam daftar pemilih sementara (DPS) yang belum memiliki KTP-el akan difokuskan untuk mendapatkan surat keterangan. Pemberian surat keterangan dinilai menjadi solusi alternatif tepat karena pengurusan perekaman KTP-el membutuhkan waktu lebih lama.
Mengingat, penetapan daftar pemilih tetap (DPT) dilaksanakan pada 13-19 April 2018 untuk kabupaten dan kota, serta 20-21 April untuk tingkat provinsi. Bila sampai penetapan DPT, warga tidak memiliki KTP-el ataupun surat keterangan, nama mereka dicoret sebagai pemilih pada Pilkada 2018.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta KPU dan Kementerian Dalam Negeri berkoordinasi dengan baik. Hal itu perlu dilakukan untuk menjamin pemberian surat keterangan tepat sasaran.
“Harus dipastikan, jumlah surat keterangan yang diberikan sesuai jumlah pemilih, 6,7 juta orang, yang tidak memiliki KTP-el. Begitu juga harus dijamin tidak ada yang mendapatkan surat keterangan ganda atau lebih dari satu kali,” ucap Titi.
Pemberian surat keterangan oleh pemerintah daerah dinilai dapat menjadi mobilisasi pemilih. Oknum tersebut nantinya hanya memberi surat keterangan pada massa pemilih tertentu.
Koordinasi itu harus dilakukan cepat. Apalagi, KPU sudah memiliki data pemilih dalam DPS yang tidak memiliki KTP-el. KPU hanya perlu memberikan data dan informasi itu kepada Kemendagri untuk kemudian dilanjutkan untuk pemrosesan suket.
Sementara itu, Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi, lebih terfokus pada potensi kecurangan penggunaan surat keterangan. Pemberian surat keterangan oleh pemerintah daerah dinilai dapat menjadi mobilisasi pemilih. Oknum tersebut nantinya hanya memberi surat keterangan pada massa pemilih tertentu.
“Itu kan sangat mungkin, dengan pemetaan wilayah tertentu. Karena pakai surat keterangan, kemudian yang punya kewenangan, Pemda, bisa menyalahgunakan. Terutama kasus Pilkada, petahana bisa menggunakan untuk mobilisasi pemilih yang bersangkutan,” kata Veri.
Untuk itu, kata Veri, KPU dan Kemendagri perlu memperjelas syarat, proses, dan kriteria penerima surat keterangan. Guna memunculkan mekanisme yang lebih terang dan terbuka dalam memastikan warga mendapatkan hak pilihnya dan tidak digunakan untuk mobilisasi massa.
Perlu ada standardisasi mekanisme untuk memastikan kelancaran dan kemudahan dalam pemberian surat keterangan.
Pendiri Constitutional and Electoral Reform Center (Correct) yang juga merupakan mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay menilai, perlu ada standardisasi mekanisme untuk memastikan kelancaran dan kemudahan dalam pemberian surat keterangan.
Pengalaman Pilkada sebelumnya, saat Hadar menjabat komisioner KPU (2012-2017), surat edaran surat keterangan kerap tidak dilaksanakan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) daerah. Permasalahan kali ini lebih kompleks karena KPU harus memastikan surat keterangan 6,7 juta pemilih dalam kurang dari tiga minggu.
Hadar menyarankan, KPU, Kemendagri, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan sinkronisasi dan pengawasan pelaksanaan. Selain itu, pengurusan surat keterangan sebaiknya dilakukan kolektif sehingga membuat warga lebih mudah dengan tidak harus mengurus perorangan.
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, surat keterangan diindikasikan rawan akan kecurangan. Seharusnya, surat keterangan yang bisa digunakan adalah yang dikeluarkan karena pemilih sedang dalam proses perekaman KTP-el.
Surat keterangan yang bisa digunakan seharusnya adalah yang dikeluarkan karena pemilih sedang dalam proses perekaman KTP-el.
“Bukan surat keterangan yang lain, surat keterangan kan bermacam-macam. Ini yang mengandung kerawanan. Untuk itu tugas Ducapil dan KPU dalam mempercepat perekaman KTP-el,” tuturnya.
Untuk mengantisipasi masyarakat tidak mendapatkan hak pilih, Bawaslu mendirikan posko pengaduan. Hal itu untuk memastikan proses dan hambatan bagi pemilih yang belum memiliki KTP-el. “Kami sangat khawatir masyarakat tidak mendapatkan hak pilihnya,” ucap Rahmat.
Sementara itu, setelah pembicaraan dengan Disdukcapil, Ilham mengatakan, surat keterangan yang digunakan adalah surat keterangan seragam. "Jadi surat keterangan itu nanti produksi Kemendagri, untuk bisa mengindikasikan palsu atau tidak ketika masyarakat datang ke TPS, kata Ilham.
Ilham menambahkan, Selasa (3/4/2018), KPU akan kembali berkoordinasi dengan Disdukcapil. Koordinasi untuk memastikan data 6,7 juta pemilih yang belum memiliki KTP-el. "Nanti coba dibersihkan dan dikoordinasikan, apakah jumlah itu sudah tepat, ada yang ganda atau tidak," ucapnya.