Lahirnya Republik Islam Iran tidak terlepas dari peran mahasiswa yang sejak 1978 melakukan aksi unjuk rasa. Mereka memprotes monarki Iran yang dipimpin Shah Mohammed Reza Pahlevi (58) karena terlalu liberal. Monarki Iran yang sudah bertahan sekitar 2.500 tahun juga dinilai sarat korupsi dan sebagian keluarga kerajaan hidup bermewah-mewahan.
Pada Mei 1978, demonstrasi yang diwarnai kerusuhan merebak di 34 kota di Iran. Untuk sementara, kerusuhan bisa dipadamkan dengan campur tangan militer dan Savak, dinas rahasia polisi Iran, yang sangat ditakuti.
Redanya unjuk rasa ternyata hanya sementara karena pada bulan-bulan berikutnya unjuk rasa yang diwarnai kerusuhan semakin menyebar, bahkan hingga ke luar negeri. Di Brussel, Belgia, misalnya, pada 17 Agustus 1978 sekelompok mahasiswa menduduki kantor Kedutaan Besar Iran. Di dalam negeri, gedung bioskop dibakar sehingga 377 penontonnya tewas.
Pengunjuk rasa pun semakin radikal, yang kemudian dihadapi militer dengan kekerasan, sehingga sampai September 1978, lebih dari 1.000 orang tewas. Pemerintah Iran pun menyatakan 12 kota dalam keadaan darurat dan kemudian dibentuk pemerintahan militer.
Namun, langkah ini tidak menyurutkan unjuk rasa. Pada November 1978, misalnya, sekitar 37.000 buruh perusahaan minyak mogok sehingga ekspor minyak yang menjadi andalan Iran terhenti sementara. Bahkan, pada akhir Desember 1978, produksi minyak Iran berhenti sama sekali dan terjadi kelangkaan bahan bakar di dalam negeri.
Situasi Iran yang tidak terkendali mendorong Shah Reza Pahlevi dan Ratu Farah Diba pada 16 Januari 1979 meninggalkan Iran menuju Mesir dan selanjutnya ke Maroko, Bahama, lalu Amerika Serikat. Shah Reza Pahlevi yang naik takhta pada 1941 dalam usia 21 tahun, dan berkuasa selama 38 tahun, tidak kembali ke Iran sampai akhir hayatnya.
Setelah kepergian Shah Iran, pemimpin spiritual Ayatollah Ruhollah Khomeini yang diasingkan sejak 1963 kembali dari pengasingan sementara di Perancis ke Teheran, Iran, pada Kamis, 1 Februari 1979. Sebelum ke Perancis, Khomeini diasingkan ke Turki, kemudian ke Irak selama 15 tahun.
Pada 30 Maret 1979 dilakukan referendum yang diikuti sekitar 12 juta dari 18,7 juta pemilih. Dari hasil referendum ini, Ayatollah Ruhollah Khomeini kemudian mendekritkan 1 April sebagai Hari Republik Islam Iran. (THY)