Berserikat, Kuat, Jangan Kebablasan
"Bang, saya mau mengantar CS (customer atau pelanggan) ke Depok, mohon dipantau."/"Siap, kami siaga."
M Irfan (40) segera menyimpan telepon genggamnya seusai percakapan di grup aplikasi pesan dalam jaringan (daring) tersebut. Pengojek daring asal Kemayoran, Jakarta Pusat, itu lantas berangkat menunaikan tugasnya.
Belum sampai di lokasi tujuan, telepon genggamnya beberapa kali berdering. Lewat pesan daring, rekan-rekan seprofesi yang berasal dari daerah sekitar Depok, Jawa Barat, memastikan perjalanannya aman.
Irfan mengatakan, hal tersebut merupakan prosedur standar dalam komunikasi di antara sesama pengojek daring. Sebab, urusan pengamanan dan keselamatan tidak dijamin perusahaan aplikasi. Sejak muncul pada 2015, para pengojek daring yang beroperasi selama 24 jam memang menjadi incaran pelaku kriminal, terutama begal.
Kerawanan pembegalan tidak hanya terjadi di wilayah sepi, tetapi juga wilayah ramai. Pada 29 Oktober 2016 dini hari, Adi (21) dibegal enam orang yang berboncengan sepeda motor di Jalan Raya Otista, Jakarta Timur. Lantaran tidak berhasil mengambil motor Adi, keenam begal itu menikam dada Adi (Kompas, 4/11/2017).
Ridwan Limbong (43), pengojek daring asal Medan, Sumatera Utara, enam bulan lalu tewas ditikam empat begal saat mengantar penumpang di Jalan Juanda, Medan, pukul 04.30 (Kompas, 25/9/2017).
Untuk mencegah hal serupa, para pengojek daring membentuk komunitas. Komunitas CX, misalnya, kata Nana Mulyana (43), dibentuk pengojek yang kerap berkumpul di halaman CX Water Park, Ciracas, Jakarta Timur. Mereka saling membantu dalam segala hal.
Komunitas-komunitas kecil kemudian meluaskan jaringannya hingga membentuk wadah dalam lingkup nasional. Sebut saja Gograber Indonesia, Serikat Driver Gojek (SDG), Forum Komunikasi Driver Online Indonesia (FKDOI), Perkumpulan Pengemudi Transportasi Jasa Daring Indonesia (PPTJDI), dan Tim Khusus Anti Begal (Tekab) Indonesia.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Tekab Jakarta Pusat Irfan mengatakan, mereka membentuk divisi bantuan hukum dan unit reaksi cepat untuk menolong kecelakaan. Sejak 2016 hingga saat ini, sudah 38 kasus hukum ditangani.
Berkuasa, beringas
Sekretaris Jenderal Tekab Fidin Prasetyo (42) menambahkan, keberadaan komunitas mampu meningkatkan posisi tawar pengojek di hadapan perusahaan, juga pemerintah. Suara mereka didengar, bahkan oleh presiden. Akan tetapi, mereka kini menjadi kekuatan massa yang bisa jadi penekan.
Devy (27), pelanggan ojek daring di Jakarta Selatan, mengeluhkan kondisi ini. Di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, para pengemudi yang mangkal di pinggir jalan membuat kemacetan baru. Aparat terkesan membiarkan semua pelanggaran itu.
Lain lagi cerita Kusuma Indra (39) yang dulu sering menggunakan ojek atau taksi daring dari Salemba, Jakarta Pusat, menuju Stasiun Tanah Abang. "Pernah memberi bintang tiga (dari skala 5 untuk tingkat kepuasan) dimaki-maki. Di SMS, diancam nama dan nomor saya bakal diumumin ke teman-temannya, biar enggak ada yang mau terima order saya," katanya.
Saat Kusuma menyatakan akan melapor ke polisi, ancaman justru gencar berdatangan dari nomor telepon berbeda-beda. Ia kini memilih tidak lagi menggunakan angkutan daring.
Antropolog dari Universitas Gadjah Mada, Paschalis Maria Laksono, mengatakan, pengojek daring berkomunitas untuk menunjukkan kekuatan. Mereka tergabung dan menjadi bagian dari struktur kekuasaan modal besar, tetapi tidak memiliki pengaruh di dalam struktur tersebut. "Ada ketidakberdayaan yang luar biasa di hadapan struktur besar itu," ujar Laksono.
Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta, Asep Suryana, mengatakan, kehadiran komunitas pengojek/pengemudi daring menunjukkan keinginan membangun solidaritas internal. Selain dampak positif, harus diwaspadai potensi negatifnya. "Kalau sudah pakai atribut, mereka memiliki logika kolektif yang mempunyai pembenaran sendiri," kata Asep.
Asep menilai, perilaku semacam itu hanya bisa dikendalikan oleh perusahaan aplikasi masing-masing. Untuk itu, pemerintah harus dapat tegas mengatur perusahaan-perusahaan tersebut dan menerapkan aturan lalu lintas di jalan tanpa toleransi. (DD01/DEA/NEL)