DPR Bentuk Pansus Selidiki Biro Jasa Perjalanan Umrah
Oleh
DD09
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi III DPR sepakat mengusulkan pembentukan panitia khusus atau pansus untuk menyelesaikan masalah jasa perjalanan umrah yang terlibat dalam kasus penipuan. Kasus First Travel dan Abu Tours menjadi penyulutnya.
Dalam rapat dengar pendapat, Komisi III DPR menerima daftar 21 jasa perjalanan umrah yang diduga melakukan penipuan. Daftar itu diserahkan oleh salah satu tim kuasa hukum calon jemaah korban First Travel yang diwakili Riesqi Rahmadiansyah dari Advokat Pro Rakyat.
Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan yang memimpin rapat, penipuan yang dilakukan First Travel dan Abu Tours cukup masif dan merugikan lebih dari 100.000 calon jemaah, dengan nilai kerugian berkisar Rp 1 triliun.
”Selama 16 tahun saya di DPR, belum pernah ada pansus yang dibentuk untuk biro-biro perjalanan umrah,” ujarnya saat ditemui setelah rapat, Selasa (3/4/2018).
Delapan dari sepuluh fraksi dalam Komisi III DPR telah menyepakati pembentukan pansus tersebut. Trimedya berencana menyampaikan usul itu dalam rapat pleno pekan depan. Dia juga akan menyampaikannya kepada Ketua DPR Bambang Soesatyo secara informal.
Trimedya berharap, pansus sudah terbentuk sebelum 28 April 2018. Setelah tanggal itu, DPR akan memasuki masa reses hingga 17 Mei 2018.
Dalam pandangan Trimedya, pansus merupakan upaya politik untuk membongkar permainan bisnis pemberangkatan umrah yang berujung penipuan. ”Kami akan melihat, akar masalahnya dari pemerintah atau swasta,” ucapnya.
Ke depan, pansus ini diharapkan dapat membuat sistem pengawasan pemberangkatan jemaah oleh biro jasa perjalanan umrah. Salah satunya ialah jumlah kuota calon jemaah yang diberangkatkan.
Hingga saat ini, batas maksimal calon jemaah yang akan diberangkatkan umrah belum diatur. ”Seharusnya diatur setiap travel dapat memberangkatkan berapa calon jemaah tiap tahun,” ucap Trimedya.
Dalam kerjanya nanti, pansus ini dapat memanggil sejumlah pihak pemerintahan yang terkait dengan jasa perjalanan umrah. Trimedya mencontohkan Otoritas Jasa Keuangan, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Agama, serta Kedutaan Besar Arab Saudi.
Pada rapat itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Muhammad Syafii, menyoroti mudahnya mendirikan biro jasa perjalanan umrah dan mendapatkan izin beroperasi meskipun bermasalah.
”Izin-izin travel umrah harus ditata. Selain itu, perlu ada sistem online terintegrasi yang memampukan Kementerian Agama memantau jumlah calon jemaah yang hendak diberangkatkan oleh travel umrah,” tuturnya.
Anwar Rachman, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, mengatakan, Kementerian Agama dan Dirjen Imigrasi perlu berkoordinasi. Menurut dia, perlu ada jangka waktu bagi seseorang untuk berangkat umrah, misalnya lima atau sepuluh tahun sekali.
Selain sistem pemberangkatan umrah, pansus diharapkan dapat menemukan solusi untuk mengganti kerugian calon jemaah. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Hasrul Azwar, mengusulkan untuk menggunakan dana abadi umat yang masih mengendap. Akan tetapi, penggunaan anggaran itu harus memperhatikan Undang-Undang Keuangan Negara.
Pembentukan pansus ini memberikan harapan bagi calon jemaah yang menjadi korban penipuan. ”Dari pertemuan ini, ada titik cerah untuk berangkat umrah. Kalau pansus sudah terbentuk, kami siap membantu,” kata Riesqi Rahmadiansyah.
Riesqi menyebutkan, timnya sudah mengumpulkan bukti-bukti dari sejumlah oknum yang terlibat dalam kasus penipuan umrah. Berkas-berkasnya akan diserahkan kepada pansus saat sudah efektif bekerja. ”Ada oknum dari Kementerian Agama yang terlibat,” ucapnya.