Intervensi Pusat Dinanti
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi, Jumat (30/3/2018), mengatakan, di daerah angkutan umum semakin tertinggal. Banyaknya penggunaan sepeda motor pribadi dan merebaknya angkutan daring diyakini menjadi pemicu.
Tempat publik, baik trotoar, taman, maupun sudut jalan, kini makin jamak menjadi tempat mengetem pengojek ataupun pengemudi taksi daring. Belum lagi aksi massa pengemudi ojek yang terkadang mengganggu ketertiban umum dan mengusik rasa aman masyarakat. Hubungan antara pengemudi ojek dan perusahaan aplikasi yang hanya sebagai mitra membuat pengemudi ojek tak bisa bergantung banyak pada perusahaan. Tidak ada perlindungan jelas kepada pengemudi maupun konsumen atau penumpang.
Intervensi pemerintah daerah, antara lain seperti dilakukan di Bogor dengan adanya Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 21 Tahun 2017 tentang pengaturan operasi motor atau mobil sewa daring, terbukti tidak terlalu efektif mengatasi persoalan terkait angkutan daring. Perusahaan tidak menggubris aturan itu.
”Dua surat kami yang meminta data jumlah ojek atau taksi online-nya di Bogor tidak pernah dijawab. Barangkali mereka takut kalau dibatasi karena penghasilannya diperoleh dari banyaknya motor dan mobil yang gabung di perusahaan aplikasinya,” kata RA Mulyadi, Kepala Seksi Angkutan Bukan dalam Trayek Dishub Kota Bogor.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah menyatakan, DKI tidak akan membuat peraturan terkait angkutan daring. DKI menunggu pusat menetapkan aturan baku dulu sebelum nanti diikuti dengan diterapkannya aturan turunan.
Menurut Budi Setiyadi, sampai saat ini belum ada sanksi terhadap perusahaan aplikasi (aplikator). ”Memang jika ada laporan bahwa aplikator melanggar, Kemenhub bisa melaporkannya ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan Kominfo akan memblokir aplikator. Tapi Kemenhub merasa terjepit. Jika aplikator diblokir, akan banyak pengemudi yang kehilangan pekerjaan,” katanya.
Sementara itu, pemberlakuan dasbor untuk mengawasi taksi daring tertunda antara lain karena bergabungnya Grab dan Uber. Sebelumnya, Kementerian Kominfo menargetkan penyelesaiannya pada pekan ketiga Maret 2018. ”Sebenarnya sudah hampir selesai sesuai permintaan Kementerian Perhubungan,” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan.
Pada saat perhatian terpusat ke angkutan daring, pembinaan angkutan umum konvensional terdampak. Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda), menurut Budi, terus menanyakan bagaimana nasib mereka selanjutnya.
Peraturan menteri
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Senin (2/4), mengatakan, Kemenhub, Kementerian Kominfo, dan Kantor Staf Presiden (KSP) sudah memutuskan agar aplikator menjadi perusahaan transportasi di bawah Kemenhub.
”Dalam waktu dekat, kami akan bertemu Go-Jek dan Grab. Dengan menjadi perusahaan transportasi, maka pengemudi berurusan langsung dengan aplikator. Mengenai keberadaan koperasi yang sudah ada akan tetap diperhitungkan eksistensinya,” kata Budi Karya.
Dalam perubahan posisi aplikator ini, Budi Karya menegaskan, satu-satunya payung hukum untuk taksi daring adalah Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Peraturan itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. ”Tidak ada lagi penangguhan, perubahan, bahkan pencabutan PM 108 Tahun 2017,” katanya.
Dengan berlakunya aturan ini, semua pengemudi harus menaatinya, terutama terkait aturan keselamatan, seperti uji kir, stiker, dan SIM A Umum. Namun, pemerintah tidak ikut campur soal besaran tarif ojek daring.
Corporate Affairs Director PT Go-Jek Indonesia Nila Marita kemarin mengatakan, perlu kajian mendalam terutama menyangkut dampak kebijakan terhadap kemampuan perusahaan sebagai penyedia teknologi. ”Dampaknya kepada kemampuan kami sebagai perusahaan teknologi untuk dapat memberi akses lapangan pekerjaan. Tiga tahun ini, kami mendukung terciptanya lapangan kerja bagi ribuan mitra,” ujarnya.
Lebih jauh, Nila menyebutkan, kajian mendalam mengenai potensi dampak perlu dilakukan saksama dan menyeluruh. Harapannya adalah memastikan optimalisasi pertumbuhan ekonomi digital tetap bisa digenjot.
Pengecualian
Anggota Komisi V DPR, Rendy Lamajido, mengakui kondisi ini membuat pemerintah dalam situasi sulit. Untuk melarang sepeda motor menjadi angkutan umum, tentu tidak mungkin karena jumlah ojek daring sudah sangat banyak, dibutuhkan masyarakat, dan sudah menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat. Namun, sepeda motor bukan angkutan umum.
”Meski begitu, Kemenhub bisa membuatkan aturan pengecualian yang mengatur ojek daring demi keselamatan. Misalnya dengan mengatur jarak tempuh yang diperbolehkan, kecepatan, pemakaian helm, dan sebagainya,” kata Rendy.
Semua pihak kini menunggu langkah cepat pemerintah. Diharapkan ada target waktu dimulainya penerapan PM Nomor 108/2017, selesainya proses perubahan bentuk perusahaan aplikasi menjadi perusahaan transportasi, dan konsolidasi antarkementerian ataupun dengan pemerintah daerah untuk memastikan aturan berlaku secara nasional.