Jarum jam belum menunjuk pukul 10.00, tetapi terik matahari cukup terasa di Pelabuhan Muncar Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (2/4/2018) yang berada di ujung timur Pulau Jawa. Geliat aktivitas nelayan di pelabuhan yang disebut-sebut sebagai yang terbesar kedua di Indonesia itu tampak seperti biasanya.
Tidak ada yang istimewa. Para nelayan masih bekerja sesuai bagian masing-masing. Di pinggir jalan menuju dermaga, pedagang—yang menjajakan beberapa jenis ikan dalam nampan-nampan kecil—juga masih setia menunggu pembeli.
Sesekali suara mesin kapal—berisi nelayan pulang—terdengar makin keras saat kapal kayu yang berisi beberapa nelayan mendekati dermaga. Sejurus kemudian sang nelayan pun turun. Sebagian tubuh masih kuyup oleh air laut, beberapa di antaranya menenteng ikan ukuran kecil dalam plastik sebagai ”oleh-oleh” untuk keluarga.
Sebaliknya, di bagian dermaga yang lain, sejumlah nelayan tampak membawa beberapa balok es batu. Balok itu diangkut dari darat untuk dibawa ke kapal yang ukurannya lebih besar di lepas pantai. Sudah bisa ditebak, balok es itu akan dipakai sebagai media pengawet ikan hasil tangkapan.
Adapun nelayan lainnya sibuk dalam kegiatan masing-masing. Ada yang bercengkerama dengan teman di warung makan, mengecat bak plastik wadah ikan, dan menemani anak mereka bermain di gerobak yang biasa dipakai mengangkut hasil tangkapan. ”Saat ini tidak semua nelayan melaut. Sebagian istirahat karena terang bulan,” ujar seorang nelayan.
Dalam kondisi terang bulan, ikan biasanya jarang berada di permukaan air sehingga hasil tangkapan menurun. Daripada hasil tidak maksimal, sedangkan di satu sisi mereka harus mengeluarkan biaya untuk bahan bakar, akhirnya menjadi sebuah rutinitas bahwa sekali dalam sebulan mereka tidak melaut selama beberapa hari.
”Yang ditangkap sekarang lebih banyak ikan layang. Makerel tidak karena kami pakai jaring biasa. Tuna tidak ada di sini. Tongkol ada, tapi jarang-jarang,” kata Mispandi (50), salah satu nelayan.
Menurut Mispandi, selain layang, di kawasan tersebut ada ikan makerel dan lemuru yang biasa dipakai untuk produk olahan dalam kemasan kaleng. Hanya saja, untuk makerel saat ini jumlahnya tidak banyak layaknya sebelum tahun 2010. Nelayan sendiri tidak mengetahui penyebabnya.
Nelayan Muncar biasa berangkat melaut pukul 14.00 dan baru kembali ke darat keesokan pagi. Untuk sebuah kapal besar bisa memuat sekitar 30 nelayan. Sekali melaut, dalam kondisi terang bulan, sebuah kapal bisa membawa pulang satu-dua kuintal ikan layang. Adapun jika tidak sedang terang bulan, hasil tangkapan bisa naik dua kali lipat.
Saat ini harga 1 kilogram ikan layang di tingkat pengecer mencapai Rp 13.000-Rp 14.000. Saat kondisi ikan benar-benar langka, harga ikan bisa naik sampai Rp 17.000-Rp 18.000 per kilogram.
Meski di tingkat nasional sekarang sedang ribut soal kasus produk ikan kemasan kaleng mengandung cacing parasit yang ditemukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), hal itu tidak memengaruhi aktivitas nelayan di Muncar dan pantai lainnya di Banyuwangi. Mereka masih melaut seperti biasa. Bahkan, banyak di antara mereka yang tidak paham akan masalah yang terjadi.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Banyuwangi Hasan Basri mengatakan, sejauh ini para nelayan masih beraktivitas seperti biasa. Mereka belum terpengaruh berita soal adanya cacing parasit di dalam produk ikan kemasan. Ikan hasil tangkapan nelayan juga masih terserap ke perusahaan seperti biasanya.
Di Kabupaten Banyuwangi terdapat sekitar 28.000 nelayan dengan jumlah perahu 6.000 unit. Jumlah ikan hasil tangkapan tidak pasti. Dalam kondisi ramai ikan, sebuah perahu bisa membawa pulang ikan hingga 1 ton setiap kali melaut. Sebaliknya, kalau sedang paceklik, ikan yang berhasil ditangkap juga berkurang.
”Untuk sementara ini, nelayan belum ada pengaruh. Nelayan tahunya kerja saja. Jadi, mereka masih kerja seperti biasa. Mungkin nanti yang kena pengaruh adalah pengusaha pengolahan ikan. Hanya saja, sampai hari ini saya belum berkomunikasi dengan pengusaha pengolahan,” ujarnya.
Muncar sendiri merupakan sentra industri pengolahan ikan kemasan kaleng dan tepung ikan di Banyuwangi, bahkan Jawa Timur. Di kawasan ini sedikitnya terdapat 12 perusahaan yang lokasinya berada tidak jauh dari dermaga. Dan hasil pemeriksaan BPOM menyatakan, ada sejumlah produk ikan kemasan kaleng—yang mengandung cacing parasit dalam kondisi mati—yang berasal dari perusahaan di kawasan ini.
Pihak perusahaan pun meminta pemerintah lebih ketat pengawasi masuknya bahan baku ikan yang berasal dari luar negeri. Karena sebagian besar bahan baku produk ikan kemasan kaleng didatangkan dari negara lain lantaran pasokan ikan dari nelayan setempat sangat kecil.