JAKARTA, KOMPAS- Sejak diterapkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pada 10 tahun yang lalu, hingga kini belum semua partai politik menerapkan sistem informasi yang transparan. Komisi Informasi Pusat mencatat baru empat parpol yang dinilai konsisten menerapkan sistem informasi yang transparan tersebut.
Empat parpol yang mendapat apresiasi Komisi Informasi Pusat (KIP) atas penyelenggaraan informasinya secara terbuka kepada publik adalah Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Keempat parpol tersebut dinilai konsisten menjalankan sistem informasi yang transparan. Sebaliknya, sebagian besar parpol lain justru belum memiliki sistem informasi yang efisien dan transparan.
”Pengelolaan informasi itu memerlukan pekerjaan yang rapi. Saat ini, rata-rata parpol belum punya mekanisme sistematik saat pengumpulan, klasifikasi, pengelolaan, dan publikasi informasi. Informasi yang dibutuhkan tidak hanya soal anggaran, tetapi juga kepengurusan dan kegiatan,” kata Arif Adi Kuswardono, Kepala Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi KIP, saat mengunjungi Kantor DPP Partai Gerindra di Jakarta, Senin (2/4/2018).
Kunjungan ke Gerindra bertujuan membahas keterbukaan informasi publik kalangan parpol. Sebelumnya, KIP juga mengunjungi empat parpol lain, yaitu PDI-P, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Perindo, dan PAN.
Komisioner KIP, Cecep Suryadi, menambahkan, menjelang Pemilu 2019, parpol didorong mendeklarasikan keterbukaan informasinya kepada publik. Deklarasi keterbukaan publik parpol direncanakan pada Mei mendatang. ”Kita targetkan semua parpol tahun ini memulai gerakan keterbukaan informasi publik,” ujarnya.
Peran strategis
Lebih jauh Arif mengatakan, publik berhak memperoleh informasi transparan terkait dengan penyelenggaraan negara dari eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan publik lain. Jika publik mendapat hambatan atau gagal mendapat informasi transparan, publik berhak mengajukan gugatan.
”Parpol yang tidak mengelola informasinya secara transparan bisa dianggap mencederai hak publik. Hal itu karena informasi tersebut milik publik. Publik boleh melihat, mengetahui, bahkan memperoleh salinan informasinya,” kata Arif.
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, informasi yang berhak diakses publik di antaranya laporan keuangan, aktivitas kegiatan, dan kinerja badan publik. Untuk memastikan kebenaran, laporan keuangan tersebut harus diaudit sebelum diumumkan kepada publik.
Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan KIP Romanus Ndau Lendong menambahkan, meskipun sudah 10 tahun, UU No 14/2008 belum diketahui luas oleh publik. ”Ini persoalan serius. Dibutuhkan satu gerakan signifikan yang sistematis agar UU ini bisa diterapkan masif. Kelompok paling strategis mengawali gerakan adalah parpol karena mereka punya peran besar dan sentral menentukan kebijakan,” ujarnya.
Thomas A Muliatna Djiwandono, Bendahara Umum Partai Gerindra mengakui, transparansi dan keterbukaan informasi merupakan sesuatu yang strategis bagi partai. Karena itu, Gerindra konsisten menerapkan sistem informasi transparan, di antaranya laporan keuangan. Selain transparansi eksternal, Gerindra juga menerapkan transparansi internal. (DD07)