Produsen Ikan Olahan di Muncar Terpukul
BANYUWANGI, KOMPAS -- Produsen ikan olahan kemasan kaleng di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur terpukul dengan adanya kasus temuan parasit cacing dalam ikan makerel kemasan kaleng. Mereka minta pemerintah memerketat pengawasan kualitas bahan baku ikan dari luar negeri.
Selain rugi karena harus menarik produk yang sudah beredar di pasaran, produsen ikan olahan dalam kemasan kaleng—yang produknya masuk kategori mengandung parasit cacing--terpaksa menyimpan bahan baku ikan mentah dari luar negeri hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan 27 merek produk ikan kaleng mengandung parasit cacing yang sudah mati. Dari 27 merek itu, sebanyak 16 merek impor dan 11 merek dalam negeri. Produk dalam negeri yang mengandung parasit cacing memakai bahan baku dari negara sama dengan negara asal 16 merek impor, yakni China. (Kompas, 31/3/2018).
Dari 11 merek tersebut, ada yang merupakan produk perusahaan yang ada di Muncar. Muncar merupakan sentra industri pengolahan ikan kemasan kaleng dan tepung ikan di Banyuwangi, bahkan Jawa Timur. Di kawasan ini sedikitnya terdapat 12 perusahaan pengolahan ikan kemasan kaleng dan tepung ikan.
“Perusahaan pasti terpukul. Di tempat pendingin kami masih ada tujuh kontainer ikan makerel impor. Ikan itu belum akan diproses sampai kami dapat cara lebih lanjut untuk memproses, atau ada regulasi lebih lanjut dari pemerintah,” kata Manajer Operasional PT Maya Muncar Hary Purnomo saat ditemui di kantornya di Muncar, Senin (2/4/2018).
Hary mengatakan, total volume ikan dalam tujuh kontainer mencapai 150 ton. Jika harga ikan Rp 10.000 per kilogram, maka nilai ikan dalam tujuh kontainer itu mencapai Rp 1,5 miliar.
“Belum lagi jika ditambah dengan kerugian akibat penarikan produk. Biayanya ini juga besar. Yang tahu nilainya bagian pemasaran kami di Jakarta,” kata Hary.
Permintaan terhenti
Manajer Produksi CV Pasific Harvest Rony Fajar Laksana yang dihubungi terpisah, juga mengaku terpukul. Penarikan produk ikan olahan kemasan kaleng di pasaran menyebabkan permintaan terhenti (order stop). Dan dampak selanjutnya dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap aktivitas produksi.
Karena itu Rony meminta pemerintah bertindak tegas mengawasi kualitas bahan baku ikan makerel impor. Hal ini penting karena sebagian besar ikan makerel didatangkan dari luar negeri.
CV Pasific Harvest mendatangkan bahan baku ikan makerel dari beberapa negara, paling banyak dari China. Impor dilakukan sejak krisis bahan baku terjadi atau setelah 2010.
Hary mengatakan, setiap ikan yang masuk dari luar negeri ke Muncar telah diperiksa pihak Balai Karantina di Surabaya. Balai Karantina mengambil sampel dan melakukan uji laik konsumsi. Jika tidak ada masalah, Balai Karantina mengeluarkan sertifikat pelepasan.
Ketika ikan sampai di Muncar, ada pengawasan lagi oleh petugas di bawah Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selanjutnya, kata Hary, PT Maya Muncar menerapkan standardisasi pengolahan ikan. PT Maya Muncar telah mengantongi sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point.
Menurut Rony, pemerintah seharusnya memerketat masuknya bahan baku impor melalui upgrade standard (meningkatkan standar) pengujian atau lainnya. "Dengan begitu kami produsen merasa aman. Selama ini pengawasan sudah ketat, namun perlu juga ada revisi metode,” katanya.
Pengawasan produk
Sementara itu, Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Bali memonitoring dan menerapkan uji parasit terhadap sejumlah produk ikan kemasan kaleng yang dijual di Bali. Hasil pengujian belum menemukan adanya cemaran berupa potongan cacing pada contoh produk ikan kemasan kaleng yang diuji.
"Meskipun begitu, kami tetap melakukan monitoring produk dan pengujian contoh produk di laboratorium," kata Kepala Sub bagian Tata Usaha BKIPM Bali Kusmayadi di Kantor BKIPM Bali, Kuta, Badung, Senin.
Secara terpisah, Kepala Balai Besar POM di Denpasar I Gusti Ayu Adhi Aryapatni menyatakan, pihaknya juga sudah menguji 14 contoh produk ikan kemasan kaleng yang dijual di pasar, toko, dan pasar modern. Tiga produk ikan kemasan kaleng yang tercemar parasit yang ditemukan BBPOM Riau, menurut Ayu, tidak ditemukan di Bali.
“Kami sudah menyampaikan hasil uji ke Badan POM sebagai laporan,” kata Ayu. Ayu menambahkan, BBPOM di Denpasar juga terus mengawasi produk makanan yang dijual dan memeriksanya.
Secara nasional, Badan POM sudah memeriksa dan menguji 541 contoh produk ikan kaleng yang berasal dari 66 merek produk hingga Rabu (28/3/2018). Dalam siaran klarifikasi dan penjelasan Badan POM tentang perkembangan temuan parasit cacing pada produk ikan makerel kaleng itu disebutkan, hasil pengujian Badan POM menunjukkan 27 merek dengan 138 batch (seri produksi) positif mengandung parasit cacing.
Lebih lanjut disebutkan, Badan POM memerintahkan pihak produsen dan importir untuk menarik produk dengan batch yang terdampak. Badan POM juga melarang untuk sementara waktu impor 16 merek produk dari luar negeri dan produsen menghentikan sementara proses produksi 11 merek produk dalam negeri sampai seluruh proses audit komprehensifnya selesai.
Ayu mengatakan, Badan POM sudah menindaklanjuti hasil pengawasan dengan memerintahkan penarikan produk pada seri produksi yang terdampak cemaran berupa potongan cacing itu. Menurut Ayu, produk yang tercemar tidak boleh diedarkan atau dijual. “Kami juga memantau proses penarikan produk itu,” ujarnya.
Kepada importir dan produsen, BPOM memerintahkan agar produk ikan kemasan kaleng yang tercemar parasit cacing ditarik dan produk ikan dalam kaleng yang sudah beredar dimusnahkan.
“BPOM memberikan waktu selama satu bulan sejak akhir Maret lalu. Jadi, evaluasi keseluruhan baru bisa dilakukan sekitar akhir April nanti,” ujar Humas BPOM Nelly L Rachman saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Terkait hal itu, kemarin digelar rapat lintas sektor yang dikoordinir oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Rapat dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan BPOM. Setelah itu, rapat internal dilakukan oleh BPOM hingga pukul 22.00. (DD04)