Memanusiakan Manusia, Memberdayakan Narapidana
Toha (37), seorang narapidana, terlihat sangat fokus menuangkan air hangat ke biji kopi yang telah digiling. Ia menuangkannya dengan penuh penghayatan.
Kepiawaian Toha mengolah kopi ia pamerkan dalam Pameran Produk Unggulan Narapidana yang digelar di Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa (3/4/2018). Ia masih menjalani masa hukuman di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.
Pelajaran menjadi barista didapatkan Toha selama menjalani masa hukuman itu. Keterampilan untuk mengolah kopi itu didapatnya di rutan, dan itu membuat semangatnya untuk menjalani hidup meningkat sedikit demi sedikit.
”Ini jadi pemantik semangat buat saya menjalani hidup ke depan. Ada keterampilan yang bisa saya banggakan setelah nanti kembali ke masyarakat,” ujar Toha, yang masa hukumannya masih tersisa tiga tahun lagi.
Hal serupa dirasakan pula oleh rekannya sesama narapidana, Ketut (28), yang juga menunjukkan aksinya sebagai seorang barista dalam pameran itu. Ia sempat merasa jatuh dan tidak memiliki masa depan setelah dirinya menyandang status narapidana. Namun, keterampilan membuat kopi yang dipelajarinya itu mengubah pandangannya yang suram tentang masa depan.
”Awalnya, saya kira hidup saya sudah selesai ketika saya ditetapkan menjadi narapidana. Hari-hari saya di penjara terasa sangat lama dan hukuman itu sangat berat,” ujar Ketut.
”Semua berubah sejak saya mendapat pelatihan (barista). Saya tak merasa sedang menjalani hukuman. Ada kegiatan yang membuat saya merasa berguna,” kata Ketut yang merasa benar-benar dibina selama mendekam di penjara.
Ketut menganggap, pihak lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan memberinya bekal agar dia siap dan berdaya saat kembali ke masyarakat. Bahkan, ia sudah memiliki rencana untuk mendirikan usaha setelah bebas dari penjara dalam waktu sekitar dua bulan lagi.
”Saya merasa dimanusiakan. Saya benar-benar mendapat pembinaan dan seperti disiapkan untuk kembali ke masyarakat. Saya ingin membuktikan ke keluarga dan masyarakat bahwa penjara bukan akhir dari segalanya. Saya ingin bangkit,” ujar Ketut sambil matanya berkaca-kaca.
Sri Puguh Budi Utami, Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, mengatakan, tujuan dari pembinaan narapidana adalah menyiapkan mereka menjadi individu yang mandiri.
”Selama di dalam pun dia tetap bisa menjalankan perannya sebagai manusia ekonomi. Sebagai manusia ekonomi yang tidak bergantung pada siapa pun. Itu outcome dari pembinaan kemandirian,” kata Sri. ”Kalau pembinaan kepribadian, dia sadar apa yang dia lakukan itu salah.”
Dengan demikian, seorang narapidana itu memang dibina agar secara pribadi dan ekonomi siap untuk menghadapi kehidupan setelah masa hukuman. Mereka disiapkan menjadi pribadi-pribadi baru yang lebih berguna dan berdaya di masyarakat.
Pameran produk unggulan
Pameran Produk Unggulan Narapidana merupakan kerja sama antara Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Perindustrian. Dalam pameran itu ada berbagai barang buatan narapidana yang dipamerkan, mulai dari kerajinan tangan hingga olahan makanan.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, para narapidana itu merupakan anak-anak bangsa yang dapat berkontribusi secara positif melalui pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan (lapas).
”Mereka memang pernah salah sehingga ditempatkan di dalam lapas untuk menjalani pembinaan. Mereka adalah anak-anak bangsa yang juga dapat berkontribusi secara positif melalui pembinaan,” ujar Yasonna. ”Mereka adalah anak-anak bangsa yang punya hati, kemampuan, dan mau berubah.”
Yasonna menambahkan, produk-produk buatan narapidana itu bahkan sudah menembus pasar internasional. Produk berupa mebel telah memiliki pasar di Jepang dan Korea Selatan.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan akan terus memberi dukungan dan apresiasi terhadap program pembinaan narapidana itu. Ia berharap agar pembinaan itu dapat memberikan citra positif terhadap lapas.
”Lapas tidak hanya lembaga yang membelenggu, tetapi mengembangkan kreativitas sehingga membuat warga binaan menjadi berguna di masyarakat,” kata Airlangga. ”Selepas dari lapas, mereka juga bisa menjadi wiraswasta baru.”
Melihat adanya pemberdayaan di lembaga pemasyarakatan, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita turut datang pada pembukaan pameran itu dan menyatakan siap untuk membantu memasarkan produk-produk buatan para narapidana itu. Dalam kesempatan itu pula, ia menandatangani nota kesepahaman dengan Yasonna terkait hal itu.
”Mereka pada dasarnya punya keterampilan yang luar biasa,” kata Enggartiasto. Ia menambahkan ingin mendorong marketplace untuk terlibat memasarkan produk-produk buatan narapidana itu.
Narapidana adalah manusia. Status itu mereka sandang karena mereka sempat berbuat salah dan dalam hidupnya. Mereka layak diberi kesempatan untuk berubah karena seperti kata Yasonna, mereka adalah anak-anak bangsa yang memiliki hati, kemampuan, dan mau berubah.