Pukul 15.30 Wita atau tertunda setengah jam dari jadwal semula, para pelari dilepas dalam start di tengah hujan rintik-rintik. Namun, pada sekitar kilometer 4, para pelari sudah dihadang limpasan deras air yang mengalir ke arah pantai, di jalur lintasan lari.
Lomba yang digelar sejak 2015 itu diikuti 47 peserta, yang terdiri dari 27 peserta kategori individu dan 20 peserta kategori relay (estafet). Pada nomor relay yang mulai digelar 2017, setiap tim terdiri atas dua pelari. Pelari pertama berlari sejauh 160 km, dilanjutkan pelari kedua yang menempuh jarak sama. Lomba yang dimulai dari Poto Tano tersebut akan berakhir di Doro Ncanga, Kabupaten Dompu, di kaki Gunung Tambora, Sabtu (7/4/2018). Para pelari harus menyelesaikan jarak 320 kilometer itu dalam waktu 72 jam.
Arus deras banjir sesaat, yang setinggi lebih dari 30 sentimeter, membuat para pelari berhati-hati. Sejumlah pelari mencopot sepatu dan memakainya kembali setelah melewati genangan. Langkah itu merupakan upaya para pelari untuk menghindari sepatu dan kaus kaki basah, penyebab kaki blister atau lecet hebat, yang mengganggu perjuangan selanjutnya.
”Saya telanjang kaki dulu saja. Ini baru kilometer awal. Jika kaus kaki dan sepatu basah khawatir blister,” kata kata Ari Iskandar, pelari asal Demak, Jawa Tengah, peserta kategori 320 kilometer. Dia menenteng sepatunya saat melintasi banjir limpasan di Desa Tambak Sari, Poto Tano, Sumbawa Barat. Langkah serupa dilakukan Ahmad Latif Chofifin.
Cuaca dengan hujan lebat tiba-tiba menjadi ujian pertama bagi para peserta, yang menduga mereka akan dihadang panas, cuaca sehari-hari di Sumbawa. Turunnya hujan menghindarkan mereka dari teriknya matahari, sekaligus ujian mengelola fisik dengan baik. Terlebih lagi, bisa saja hari ini, Kamis (5/4), mereka secara ekstrem akan menghadapi cuaca sebaliknya, panas menyengat.
Di sepanjang rute lomba, panitia membangun tujuh check point (CP) dengan jarak per 40 km. Agar bisa finis dengan baik, para pelari harus pandai mengatur strategi, termasuk dalam hal kecepatan lari. ”Para pelari harus berlari paling lambat 9 jam untuk setiap jarak 40 kilometer,” kata Pengarah Lomba Lexi Rohi. Jika tidak, para pelari tidak diizinkan melanjutkan lomba untuk 40 km berikutnya.
Okta dan Matheos
Hingga 40 kilometer pertama, Oktavianus Quaasalmy (34) dan Matheos Berhitu (45) langsung memimpin dan saling berkejaran sejak titik start. ”Target saya menyelesaikan Lintas Sumbawa tahun ini dalam waktu paling lama 60 jam,” kata Matheos. Dia bermaksud memecahkan rekor yang dipegang Alan Maulana, yang menyelesaikan lomba pada pertama kalinya dalam waktu 62 jam 28 menit.
Pertarungan Matheos dan Okta diiringi derasnya hujan sejak awal lomba. Limpasan banjir dari bukit berisi tanaman jagung juga menghadang peserta pada kilometer 4.
Pada kategori individu, Oktavianus sudah memimpin sejak kilometer 10. Ia pun menjadi yang pertama sampai di CP pertama di kilometer 40, pukul 19.32. Tujuh menit berselang, Matheos tiba di tempat yang sama. ”Catatan waktu ini sudah melampaui target saya. Tadinya saya targetkan sampai diCP pertama itu 5 jam,” ujarnya. Kenyataannya, Okta menuntaskan etape pertama dalam 4 jam 6 menit.
Okta sempat makan dan rileks sejenak. Matheos pun melakukan hal yang sama. Namun, tak lama kemudian dia sudah ingin melanjutkan berlari. Pada pukul 19.50 Matheos melanjutkan lari, dua menit lebih cepat dibandingkan Okta yang melanjutkan perlombaan pukul 19.52.
”Saya tidak ingin istirahat dengan duduk. Istirahat saya cukup jalan saja. Yang penting, kecepatan saya konstan, tetap,” ujar Matheos. Targetnya, dalam 100 kilometer, ia menempuh waktu 13 jam. Berikutnya, 24 jam dalam 160 km, dan 32 jam dari 161 km hingga 320 km.
Okta tiba di Km 40 dalam 4 jam berselang satu-dua menit saja dengan Matheos yang tiba kemudian di Dusun Bina Marga, Desa Setue Brang, Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa.
Matheos dan Okta terus bersaing ketat hingga Km 58 di Kecamatan Rhee, Sumbawa, Rabu pukul 22.18 Wita. Pada Km 58 itu, Matheos memimpin sekitar 30 meter dari Okta.
Perjalanan belum lagi setengah jalan dan segala kemungkinan bisa terjadi karena kehadiran para pendekar ultra baru. Para pelari akan terus melangkahkan kakinya menuju Doro Ncanga di kaki Gunung Tambora, dengan menembus batas diri.