JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah menilai revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya belum dibutuhkan. Aturan yang ada pada ketentuan itu dinilai masih relevan diterapkan. Hanya saja, perlu ada sinkronisasi aturan dengan lembaga-lembaga yang berkepentingan.
Penegasan ini disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly seusai mengikuti rapat terbatas tentang Rancangan UU Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) Hayati dan Ekosistemnya yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, di Jakarta, Rabu (4/4/2018).
“Untuk sementara ini ditahan dulu. Pemerintah akan berkomunikasi dengan DPR. Kami melihat apa yang ada sekarang sudah cukup untuk menjaga konservasi dan SDA, tinggal aspek implementasi yang perlu ada sinkronisasi antar pemangku kepentingan,” katanya.
Sinkronisasi yang dimaksud antara lain adalah aturan konservasi wilayah pesisir, pemberdayaan kawasan laut, terumbu karang, dan ekosistem laut. Menurut Yasonna, langkah-langkah konservasi dan aturan implementatif di lapangan dapat disinergikan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pergeseran fisiologis
Yasonna memandang terjadi pergeseran filosofi dari UU Nomor 5 Tahun 1990 dengan RUU dengan materi serupa yang diajukan DPR. Yasonna tidak menjelaskan detail pergeseran filosofi yang dimaksud.
Jika pun RUU ini disahkan menjadi undang-undang, maka akan memerlukan 30 peraturan pemerintah. Pembuatan 30 PP tersebut, menurut Yasonna bukan pekerjaan yang mudah. Selain memerlukan waktu dan energi yang tidak sedikit, pemerintah sedang berupaya merampingkan aturan-aturan yang dinilai terlalu banyak. Mengenai sikap pemerintah ini, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar bersama Menteri KKP Susi Pudjiastuti akan menjalin komunikasi dengan DPR.
Di awal rapat, Presiden menekankan agar pemerintah mengidentifikasi daftar inventaris masalah (DIM) RUU tersebut. Pada prinsipnya, pemerintah mengacu pada amanat UUD 1945. “Dengan demikian setiap RUU, termasuk RUU ini tidak boleh bertentangan dengan UUD 45,” kata Presiden.
Presiden menekankan agar setiap regulasi baru yang dibahas harus dapat memberi nilai tambah bagi kemajuan negara ini. Namun forum rapat belum sampai menyentuh pada pembahasan DIM RUU Sumber Daya Alam itu.
Seusai rapat, Siti Nurbaya menyatakan, Presiden meminta KLHK mendalami dari sisi filosifis, ekologis, dan hubungannya dengan Pasal 33 UUD 1945. Hasil kajian tersebut akan dilaporkan kembali ke Presiden dan Komisi IV DPR. (NDY)