Sambut Asian Games, Arus Kendaraan Akan Dibatasi
JAKARTA, KOMPAS — Paket kebijakan pembatasan arus kendaraan dari beberapa ruas tol menuju Jakarta akan diterapkan tahun ini. Pembatasan itu mengurangi arus kendaraan di Jakarta, terutama saat perhelatan Asian Games 2018.
Untuk jangka panjang, kebijakan tersebut diharapkan bisa mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi menjadi angkutan umum
Kepala BPTJ Bambang Prihartono di Jakarta, Kamis (5/4/2018), menyatakan, penerapan paket kebijakan pembatasan kendaraan bermotor akan berlaku di ruas Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) dan Jakarta-Tangerang.
Pemerintah berencana menerapkan kebijakan ini sekitar akhir Mei, jelang pelaksanaan Asian Games. Pertengahan tahun ini di Jakarta dan pada Sabtu (14/4) akan dilaksanakan uji coba.
”Kebijakan diambil karena kami sukses mengatasi kemacetan di Bekasi hingga Cawang. Selain itu, karena Jakarta akan menyongsong Asian Games. Persoalan transportasi menjadi sorotan utama sehingga kami perlu menerapkan kebijakan untuk mengatasi kemacetan,” ujarnya.
Bambang memaparkan, pemerintah akan menerapkan dua paket kebijakan di ruas Tol Jagorawi, yaitu pemberlakuan lajur khusus untuk angkutan umum (LKAU) dan penerapan skema ganjil-genap di jam sibuk, pukul 06.00-09.00 pada hari kerja, kecuali hari libur nasional.
Skema ini dilakukan di Gerbang Tol (GT) Cibubur 2 karena pintu tol ini paling banyak dilalui kendaraan di jam sibuk, yakni sekitar 7.799 unit kendaraan.
Untuk ruas Tol Jakarta-Tangerang, Bambang menjelaskan, paket kebijakan yang akan berlaku sama dengan yang diterapkan di ruas Tol Jakarta-Cikampek karena karakteristik kedua ruas tol yang mirip, yaitu sama-sama dilalui kendaraan besar.
Kebijakan yang akan berlaku di ruas Tol Jakarta-Tangerang adalah LKAU, mekanisme ganjil-genap, dan pembatasan kendaraan besar golongan III-V untuk tidak melewati ruas tol di jam sibuk (06.00-09.00).
Pintu tol yang rencananya akan menggunakan skema ganjil-genap adalah GT Tangerang 2 dan GT Kunciran 2.
Selain itu, BPTJ juga berencana untuk memperpanjang durasi skema ganjil-genap di ruas jalan Thamrin-Sudirman, yaitu pukul 06.00-10.00. Untuk penambahan ini, BPTJ akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
”Pada dasarnya kami tidak melarang, hanya membatasi. Di luar jam itu, kendaraan besar silakan saja lewat. Mobil pribadi juga silakan menggunakan pintu tol lain. Namun, bukan itu yang kami inginkan. Kami ingin masyarakat beralih ke angkutan umum,” tutur Bambang.
Beralih
Tidak hanya untuk mengurangi kendaraan yang masuk, pembatasan ini juga diperlukan untuk mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi menjadi angkutan umum. Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Transportasi Jabodetabek (BPTJ) berharap perubahan ini bisa mengurangi kemacetan di Ibu Kota.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Karlo Manik berujar, perubahan kebiasaan masyarakat untuk beralih menjadi pengguna angkutan umum harus dilakukan karena pertumbuhan jalan raya tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan.
Ia memaparkan, persentase pertumbuhan jalan raya tidak sampai 1 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan kendaraan lebih dari 10 persen per tahun.
”Tidak mungkin mengimbangi pertumbuhan kendaraan dengan membangun jalan terus-menerus. Kalau diikuti, bisa-bisa Jakarta penuh dengan jalan raya lima tahun lagi. Makanya, kami mendorong masyarakat untuk berpindah ke angkutan umum. Sudah ada bus, mass rapid transportation (MRT), light rail transit (LRT), dan lain sebagainya,” tuturnya.
Karlo memaparkan, pemerintah menargetkan masyarakat yang menggunakan angkutan umum mencapai 60 persen pada 2029. Seiring dengan masyarakat yang beralih ke angkutan umum, kemacetan dapat dikurangi sehingga waktu tempuh dari satu titik ke titik lainnya di Jabodetabek maksimal 1,5 jam.
”Semuanya tertuang dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) yang dikoordinasi oleh Menko Kemaritiman. Rancangan ini pasti akan disesuaikan dengan setiap pemerintahan daerah. Saya berharap, RITJ dapat ditandatangani presiden secepatnya karena itu adalah dasar kami untuk bekerja lebih baik,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga, berpendapat, dengan kondisi tranportasi umum Jakarta yang masih belum layak, masyarakat akan dirugikan jika dipaksa untuk menerapkan kebijakan ini.
Ia berujar, pemerintah harus menambah frekuensi setiap moda transportasi beserta keamanan dan kenyamanannya.
”Dengan keadaan ini, akhirnya masyarakat lebih memilih untuk beralih jalur atau jam berangkat. Padahal, masyarakat juga terpaksa menggunakan kendaraan pribadi karena waktu yang lama akibat macet dan biaya yang mahal,” tuturnya.
Nirwono menyayangkan saat ini pemerintah hanya fokus kepada transportasi untuk menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta. Ia menjelaskan, transportasi dan tata ruang saling berhubungan.
Idealnya, tutur Nirwono, perumahan penduduk tidak boleh terlalu jauh dari akses transportasi publik. Selain itu, setiap perumahan atau hunian seharusnya menjadi kawasan terpadu sehingga bisa mandiri.
”Jadi, tidak hanya dekat dengan akses transportasi saja. Seharusnya, kawasan hunian itu terpadu sehingga mandiri. Mulai dari sekolah, pasar, rumah sakit, dan lainnya. Jadi, tidak hanya sebagai tempat tinggal saja,” tuturnya.