Ketua KPK: Tekankan Integritas dalam Rekrutmen Caleg
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan, partai politik perlu menerapkan sistem rekrutmen dan kaderisasi yang mendorong integritas, kompetensi, dan merit atau prestasi secara berjenjang.
”Misalnya, kader akan diizinkan running untuk DPR pusat jika yang bersangkutan sudah sukses dan teruji integritasnya menjadi anggota DPR di daerah. Kalau belum, apalagi terlibat korupsi, jangan sampai menjadi anggota DPR di pusat,” ujarnya kepada Kompas, Kamis (5/4) di Jakarta.
Menurut Agus, pengurus parpol juga harus tegas mengeluarkan larangan bagi kader dan pengurus partai sama sekali tidak boleh mencari dana untuk kepentingan parpol.
”Namun, negara wajib memberikan dana parpol untuk membiayai dan pengelolaan partainya. Namun, penggunaannya harus accountable dan transparan. BPK harus melakukan pemeriksan setiap tahun secara detail dan dilaporkan ke publik,” ujar Agus.
Namun, lanjut Agus, pemerintah dan DPR harus membahas dan menerapkan sistem pemilu/pilkada yang tidak berbiaya tinggi. Terkait hal itu, parpol harus segera dikenalkan dengan sistem pemilu berbasis e-voting dan e-campaign agar terbuka dan transparan.
”Saya kira juga, kita harus kembalikan pemilihan gubernur pada sistem pemilihan gubernur secara tidak langsung seperti dulu, yaitu gubernur dipilih secara langsung oleh presiden. Karena gubernur adalah tangan dari pemerintah di provinsi,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan 18 anggota DPRD Kota Malang serta 38 anggota dan mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara terkait dengan kasus dugaan suap dalam pengesahan APBD.
Diumumkan ke publik
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti berpendapat, partai politik idealnya mengumumkan nama-nama calon anggota legislatif satu tahun sebelum pemilu dilaksanakan. Hal ini akan membuka kesempatan bagi publik untuk melihat dan melakukan penelitian terhadap rekam jejak calon anggota legislatif tersebut secara lebih detail.
Rekam jejak seorang caleg yang sangat detail memang harus diperoleh publik secara baik. Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto menyatakan, perilaku koruptif massal yang dipertontonkan oleh angggota legislatif di Indonesia tidak hanya berdampak pada ternodanya keinginan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih. Selain itu, dampak dari kasus suap tersebut adalah hilangnya rasa percaya masyarakat terhadap proses yang terjadi di kedua lembaga tersebut.
Yenny menyatakan, masyarakat harus membuka mata dan telinga mereka tentang perilaku calon anggota legislatif yang akan bertarung di pemilu legislatif 2019. Publik harus menghukum wakil rakyat yang terbukti korupsi dengan tidak memilih kembali mereka jika yang bersangkutan mencalonkan diri untuk kedua kalinya pada pemilu legislatif nanti. Tidak hanya sebagai calon anggota legislatif, Yenny pun menilai, tidaklah tepat bila para pelaku korupsi dipilih kembali untuk menduduki jabatan publik.
Publik harus menghukum wakil rakyat yang terbukti korupsi dengan tidak memilih kembali mereka jika yang bersangkutan mencalonkan diri untuk kedua kalinya pada pemilu legislatif nanti.
Menurut dia, rekam jejak menjadi kunci untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang jejak seorang caleg.
”Masyarakat harus melihat betul, meneliti betul, rekam jejak calon pemimpin mereka ke depan. Jangan sampai memilih calon pemimpin rakyat yang tidak memiliki integritas karena nantinya akan berdampak pada pelaksanaan pemerintahan dan pembangunaan di masyarakat,” katanya.
Ray menjelaskan, selain memberikan waktu yang lebih panjang kepada publik untuk meneliti rekam jejak satu tahun sebelum pengumuman oleh KPU, hal lain yang harus dibuka adalah adanya peluang bagi publik untuk membatalkan pencalonan seseorang menjadi caleg yang diajukan oleh partai politik jika ada dasar yang kuat. Salah satu hal yang bisa dijadikan dasar adalah jika yang bersangkutan pernah tersangkut dalam tindak pidana, di antaranya tindak pidana korupsi atau kejahatan berat lainnya.
”Dasar pembatalan tersebut berdasarkan data yang kuat dan solid, bukan data asal-asalan,” katanya.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta, sebelumnya, meminta kepada semua pihak, termasuk pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, untuk memberikan ruang yang lebar kepada KPU dan Bawaslu untuk menetapkan aturan-aturan yang dinilai bisa menjamin dan menghadirkan pelaksanaan pemilu yang demokratis, berintegritas, dan berkualitas.
Pembahasan anggaran
Yenny, dalam kesempatan yang sama menyatakan, untuk meminimalkan praktik kolusi dan kongkalikong antara kepala daerah dan anggota DPRD, pembahasan anggaran pembangunan haruslah lebih transparan. Hal ini menjadi penting agar masyarakat bisa ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan pengawasan dalam pembahasan anggaran.
”Jika tidak, akan selalu ada ruang transaksi untuk melakukan penyalahgunaan wewenang,” katanya.
Salah satu hal yang bisa diupayakan oleh pemerintah daerah dan DPRD adalah membuka akses dokumen anggaran oleh publik. Menurut pengalaman Fitra, hanya 49 persen dokumen perencanaan yang bisa diakses oleh publik. Adapun akses terhadap laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran jauh lebih kecil, yaitu hanya 16 persen.