KLHK Bersiap Menagih Kerugian Lingkungan ke Pertamina
Oleh
Ichwan Susanto
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersiap menagihkan kerugian lingkungan akibat pencemaran minyak di Teluk Balikpapan kepada Pertamina. Perusahaan ini memiliki kegiatan berisiko menimbulkan ancaman serius pada lingkungan serta menggunakan bahan beracun berbahaya dan menghasilkan limbah beracun dan berbahaya.
Dalam Pasal 88, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, disebutkan, “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan”.
“Minyak yang mencemarin itu termasuk B3. Kami menuntut tanggung-jawab atas kegiatan mereka (Pertamina),” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kamis (5/4/2018), ketika dihubungi di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Dugaan tindak pidana
Ia mengatakan, KLHK berbagi peran dengan kepolisian dalam penanganan hukum atas pencemaran ini. Disebutkan, Kepolisian Daerah Kalimantan Timur mendalami dugaan tindak pidana tumpahan minyak. KLHK pun siap mendukungnya melalui saksi ahli dan analisa bukti di lapangan.
Langkah tuntutan ganti rugi dilakukan KLHK. Saat ini, pihaknya bersama para pakar lingkungan, pakar valuasi kerugian, pakar modelling, dan ahli ekosistem laut sedang mengumpulkan barang bukti dan melakukan analisis atas kerusakan dan pencemaran lingkungan. Ini menjadi dasar untuk menghitung besaran kerugian negara yang akan dituntutkan pada pelaku pencemaran minyak.
“Pertamina harus bertanggungjawab akibat pencemaran di sekitar Langkah ini harus dilakukan agar tak terjadi lagi,” kata dia.
Sepuluh tahun lalu, di tahun 2008, pemerintah berurusan dengan Pertamina Refinery Unit VI terkait kebocoran minyak di Balongan, Indramayu. Penyelesaian saat itu, Pertamina membayar ganti rugi Rp 98 miliar kepada warga terdampak (Kompas edisi Jawa Barat, 21 Juni 2010).
Secara terpisah, Wahyu A Perdana Manager Kampanye Pangan, Air, & Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mendesak agar pemerintah menegakkan hukum tegas terhadap korporasi. Walhi bersama koalisi pun berencana menggunakan hak gugat masyarakat dalam Pasal 91 UU 32/2009.
Seperti diberitakan, Pertamina mengakui kebocoran minyak berasal dari pipa miliknya di refinery unit V Balikpapan. Pipa di dasar laut berdiameter 20 inchi dan setebal 12 milimeter tersebut putus. Penyebab putus masih belum diketahui (Kompas, 5 April 2018).