Respons Dunia Kurang, Pakistan Minta Bantuan Indonesia
Oleh
DD13
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Pakistan meminta bantuan Indonesia untuk mendukung penyelesaian sengketa Kashmir. Dunia internasional dinilai belum memberikan respons nyata terhadap kekerasan kemanusiaan yang terjadi.
Kashmir adalah sebuah wilayah di utara subbenua India yang diperebutkan Pakistan dan India. Kashmir secara historis merupakan lembah di selatan dari ujung paling barat barisan Pegunungan Himalaya. Secara politik, Kashmir merupakan wilayah yang luas dan meliputi Jammu, Kashmir, dan Ladakh.
Duta Besar Pakistan untuk Indonesia Mohammad Aqil Nadeem dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (6/4/2018), menyatakan, Indonesia memiliki peran penting dalam krisis kemanusiaan internasional yang terjadi beberapa tahun terakhir.
Ia menyebutkan, Indonesia berperan dalam menangani masalah kemanusiaan di Rohingya dan Palestina. Peran aktif Indonesia berhasil menarik perhatian internasional.
”Masalah kemanusiaan juga terjadi di Kashmir,” ujarnya.
Data Amnesty International dan Human Rights Watch menyebutkan, sekitar 60.000 jiwa penduduk Kashmir meninggal sejak 1989.
Terakhir, terjadi baku tembak di pangkalan militer di kota Jammu, Negara Bagian Jammu dan Kashmir, India utara, pada Sabtu (10/2/2018). Korban tewas akibat serangan tersebut adalah 10 orang.
Ia meminta Pemerintah Indonesia untuk menyuarakan masalah tersebut ke dunia internasional melalui berbagai platform, termasuk bertemu dengan Kedutaan Besar India untuk Indonesia.
Status Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia diharapkan dapat memperkuat posisi Pakistan terkait Kashmir, sama seperti ketika Indonesia membantu Palestina.
Chairman Kashmir Soildarity Forum Indonesia, Zahir Khan, menyatakan, resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait status Kashmir tidak pernah berhasil diimplementasikan selama bertahun-tahun. Hal itu terjadi karena India dinilai masih enggan untuk bekerja sama.
Berdasarkan data dari Kashmir Soildarity Forum Indonesia, pada 14-15 Agustus 1947, India dan Pakistan mendapatkan kemerdekaan dari Inggris. Kedua negara tersebut memutuskan berpisah sesuai dengan agama mayoritas yang dianut setelah sempat berada dalam satu wilayah.
Pakistan menjadi negara dengan penduduk dengan mayoritas beragama Islam dan India dengan mayoritas Hindu. Kashmir dengan penduduk mayoritas Muslim secara otomatis masuk ke Pakistan.
Namun, India menyerang Kashmir pada Oktober 1947. Menurut Nadeem, terdapat sebuah surat pernyataan dari penguasa wilayah Kashmir, Maharaja Hari Singh, yang menyatakan Kashmir bergabung dengan India.
”Namun, surat itu ditandatangani setelah penyerangan sehingga ada indikasi pemaksaan,” kata Nadeem.
Pakistan pun tidak mengakui surat tersebut sebagai dokumen legal. Dengan demikian, perang India dan Pakistan terhadap Kashmir dimulai.
Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan berbagai resolusi. Resolusi-resolusi tersebut menyatakan kedua negara mengambil langkah untuk menghentikan konflik.
Selain itu, Dewan Keamanan PBB juga mengeluarkan resolusi yang menyerukan mengadakan pemungutan suara yang adil agar rakyat Kashmir menentukan pilihan untuk bergabung kemana, tetapi tidak pernah dilaksanakan hingga kini.
Nadeem mengatakan, berbagai demonstrasi yang dilakukan penduduk Kashmir selama ini menunjukkan mereka ingin bergabung dengan Pakistan. ”Mereka selalu mengibarkan bendera Pakistan,” tuturnya.
Selama bertahun-tahun kedua negara bertikai dan banyak korban jiwa berjatuhan. Hubungan Pakistan dan India sempat membaik, yaitu ketika keduanya membuka jalur perdagangan untuk pertama kali dalam 60 tahun pada 21 Oktober 2008.
Kendati demikian, suasana kembali memanas setelah meninggalnya Burhan Wani, seorang komandan pejuang kemerdekaan Kashmir tahun 2016.
Otoritas India pun kini memberlakukan jam malam di wilayah kontrol mereka pada Maret lalu.