JAKARTA, KOMPAS — Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia mengumumkan penundaan terhadap pelaksanaan atau eksekusi putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran terhadap dokter spesialis radiologi Terawan Agus Putranto. Alasannya, karena keadaan tertentu.
Penundaan eksekusi putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) itu disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Senin (9/4/2018). Pembicara dalam konferensi itu adalah Ketua Umum PB IDI Profesor Ilham Oetama Marsis, Ketua Dewan Pakar IDI Profesor Abdul Razak Thaha, dan Ketua Dewan Pertimbangan IDI Profesor Erol Hutagalung.
”Keputusan MKEK bersifat final dan untuk proses selanjutnya direkomendasikan kepada PB IDI,” ujar Prof Marsis.
Keputusan MKEK yang dimaksud adalah putusan yang menyatakan dokter Terawan melakukan pelanggaran etika serius dan menghentikannya sementara dari keanggotaan IDI selama setahun atau 12 bulan, sejak 26 Febuari 2018 hingga 25 Febuari 2019. Selain itu, MKEK juga merekomendasikan pencabutan izin praktik dokter Terawan.
Informasi putusan MKEK itu menyebar luas di masyarakat, bergulir tanpa arah, dan menimbulkan keresahan serta kegaduhan karena terjadinya perbedaan penafsiran. Menyikapi hal itu, PB IDI menyesalkan tersebarnya surat yang bersifat internal.
Menindaklanjuti putusan MKEK, PB IDI telah melaksanakan rapat Majelis Pimpinan Pusat (MPP) pada 8 April lalu yang dihadiri seluruh pimpinan pusat, yakni Ketua Umum PB IDI, Ketua MKEK, Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI), dan Majelis Pengembangan Pelayanan Kedokteran.
”MPP memutuskan bahwa PB IDI menunda melaksanakan putusan MKEK karena keadaan tertentu. Oleh karenanya, Terawan saat ini masih berstatus anggota IDI,” ujar Prof Marsis.
Selain itu, IDI meminta agar tim Health Technology Assessment Kementerian Kesehatan segera turun tangan menyikapi tindakan terapi brain wash dengan metode Digital Subtraction Angiography (DSA) yang dilakukan Terawan karena telah menimbulkan perdebatan terbuka dan tidak pada tempatnya di kalangan dokter.