JAKARTA, KOMPAS — Laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menemukan cacat administrasi (mala-administrasi) pada proses penerbitan 76 sertifikat tanah di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, yang memungkinkan dua perusahaan menguasai 90 persen lahan.
Ombudsman merekomendasikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengembalikan peruntukan Pulau Pari sebagai permukiman penduduk/nelayan.
Mala-administrasi terdiri dari 62 sertifikat hak milik (SHM) dan 14 sertifikat hak guna bangunan (SHGB). Laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) Ombudsman menyebutkan, penerbitan 62 SHM itu menyebabkan monopoli kepemilikan hak atas tanah dan peralihan fungsi lahan di Pulau Pari.
Terkait penerbitan SHGB yang dipegang PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Raya Griyanusa, Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dinilai tak melakukan evaluasi dan pengawasan.
”Seharusnya Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara melakukan evaluasi dan pengawasan pada pemegang hak yang tak memenuhi kewajibannya,” kata Pelaksana Tugas Perwakilan Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Dominikus Dalu dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman, Senin (9/4/2018).
Turut hadir Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Made Ngurah Pariatna, dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta Muhammad Najib Taufik.
Atas temuan itu, Ombudsman mengeluarkan rekomendasi delapan tindakan korektif, di antaranya agar Kepala Kantor Wilayah BPN DKI mengevaluasi menyeluruh 76 sertifikat dan Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI mengaudit internal Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, salah satu rekomendasi Ombudsman ialah mengembalikan peruntukan Pulau Pari sebagai kawasan permukiman penduduk/nelayan sesuai Pasal 171 Ayat 2 Huruf e Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 serta menginventarisasi seluruh pulau di Kepulauan Seribu, termasuk aset-aset di atasnya.
Perkembangan seluruh rekomendasi dari Ombudsman itu diharapkan dilaporkan perkembangannya secara berbeda 30-60 hari sejak rekomendasi diterbitkan.
Terkait LAHP, Muhammad Najib sanggup mengevaluasi seluruh proses penerbitan sertifikat, selain juga mencari petugas penyebab mala-administrasi.
Adapun Sandiaga Uno menyatakan rekomendasi Ombudsman sejalan dengan program Pemprov DKI. Salah satunya penghitungan aset termasuk di Kepulauan Seribu. Pemprov sudah memproyeksikan Pulau Pari sebagai wisata olahraga dan lingkungan.
Disambut gembira
Kemarin, warga Pulau Pari yang berkumpul di tepi jalan Kantor Ombudsman menyambut hasil LAHP itu dengan sujud syukur. Aduan sertifikat itu didaftarkan ke Ombudsman pada 4 April 2017 oleh warga yang terintimidasi seiring terbitnya sertifikat-sertifikat. Sertifikat yang tak dimiliki warga di sana mendominasi kepemilikan dan hak penggunaan Pulau Pari.
Pengurus Forum Peduli Pulau Pari Edi Mulyono mengatakan, ”Perseorangan dan perusahaan pemegang sertifikat memiliki 90 persen lahan Pulau Pari. Sepuluh persen sisanya milik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.”
Sebanyak 328 keluarga dengan total 1.320 jiwa penduduk Pulau Pari kehilangan hak atas tanah mereka yang ditinggali puluhan tahun.
Dalam proses pemeriksaan, Ombudsman memeriksa pihak terlapor, yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara beserta Kementerian ATR/BPN dan Pemprov DKI. Dominikus mengatakan, pihaknya juga melakukan investigasi lapangan di Pulau Pari.
Dari sana ditemukan berbagai kesalahan administrasi dari penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, hingga pengabaian kewajiban hukum.