Indonesia beruntung memiliki velodrom di Semarang, yang kala itu lebih populer dengan nama wielerbaan, tempat balap sepeda, sejak tahun 1934. Namun, arena ini dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai arena serbaguna. Di tengah menjadi tempat pertandingan sepak bola, tepiannya untuk lomba atletik, lalu ada jalur terbuat dari beton untuk balap sepeda atau sepeda motor. Lalu ada tribune penonton terbuka dan beratap di sekeliling arena. Karena tak khusus untuk sepeda, velodrom itu tidak pernah melahirkan jago balap sepeda trek bagi Indonesia.
Pembangunan velodrom dilakukan karena dibutuhkan arena balap sepeda trek yang memenuhi syarat lomba internasional. Velodrom Semarang tidak lagi memenuhi syarat. Di tingkat internasional, semakin banyak dilombakan nomor trek. Belakangan dilombakan nomor mountain bike (MTB) yang tidak sulit mendapat medan latihan atau lomba karena kontur tanah kita berbukit. Di tingkat ASEAN, putra-putri Indonesia cukup berprestasi di MTB ini.
Indonesia cukup disegani di nomor jalan raya, ditandai dengan keberhasilan Hendra Gunawan dkk merebut dua medali emas pada Asian Games 1962 di Jakarta. Di tingkat Asia Tenggara, Sutiyono dkk juga berjaya di arena SEA Games nomor ini. Namun, untuk nomor trek, Indonesia di belakang Malaysia karena terlambat punya velodrom.
Pembangunan velodrom pada awal 1990-an juga dilakukan di Medan, Makassar, Cimahi, dan Malang dengan harapan muncul bibit pebalap trek nasional. Hasilnya Nurhayati (1990), Uyun Muzizah (2002), dan Santia Tri Kusuma (2002) merebut medali perak dan perunggu nomor trek Asian Games meski mereka aslinya ahli di jalan raya. Pebalap trek putra kalah bersaing dengan negara lain.
Menghadapi Asian Games 2018, Velodrom Rawamangun direnovasi agar memenuhi standar Persatuan Balap Sepeda Internasional (UCI). Lintasan semen diganti menjadi lintasan kayu Ukraina, lapangan tengah yang semula terbuka diberi atap, dan kursi penonton dibuat lebih banyak dan nyaman. Suhu udara diatur agar lintasan kayu terjaga untuk dibalapi. Kita menunggu prestasi Indonesia, apakah mampu unggul di lintasan trek. (HCB)