DKI Pantau Pengguna Jalan
Terowongan Mampang dan Matraman mulai diuji coba dalam dua hari terakhir. Mitigasi untuk mencegah kemacetan parah meluas, perlu disiapkan pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS - Setelah terowongan Mampang diuji coba, Rabu (11/4/2018), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memantau perilaku pengguna jalan.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Yusmada Faizal mengatakan, pemantauan akan dilakukan atas perilaku masyarakat berlalu lintas termasuk pengaruhnya terhadap simpang Mampang dan simpang Kuningan.
Ia mengatakan, hari pertama uji coba, antrean kendaraan yang semula berjam-jam, dipersingkat menjadi 5 menit.
Keberadaan terowongan ini ditargetkan mengurangi kepadatan kendaraan hingga 33 persen. "Nanti kami juga akan lihat pengaruhnya terhadap lalu lintas di Jalan Gatot Subroto, dan Jalan Tendean seperti apa," kata Yusmada.
Ia menambahkan, pola pengaturan lalu lintas di kawasan Mampang lebih sederhana daripada di Matraman. Pasalnya, tidak ada perubahan arus lalu lintas di Mampang. Yang ada hanya penambahan akses putar balik di simpang Mampang, yaitu dari arah Mampang ke Jalan Rasuna Said serta di simpang Kuningan ke arah Kuningan sampai terusan Jalan Rasuna Said.
Pantauan di lapangan, terowongan cukup efektif mengurai kemacetan dari arah Ragunan ke Kuningan pada pagi hari. Namun, pada sore hari, penumpukan kendaraan terjadi terutama di ujung terowongan Kuningan ke arah Mampang. Puncak kepadatan arus lalu lintas di titik itu terjadi pukul 17.00-19.00.
Penumpukan kendaraan terlihat di pinggir jalan di atas terowongan sebagai dampak lampu lalu lintas di simpang Kuningan maupun simpang Mampang.
Humas PT Transportasi Jakarta Wibowo menambahkan, berdasarkan data, waktu tempuh bus transjakarta dari Halte Ragunan ke Kuningan Timur antara 25-35 menit pasca beroperasinya terowongan Mapang. Sebelumnya, waktu tempuh mencapai 60 menit.
Terowongan Mampang memiliki empat lajur yang dipisah menjadi dua untuk dua arah berlawanan yaitu dari Mampang-Kuningan dan Kuningan-Mampang. Di bagian bawah terowongan, dari arah Mampang, pengguna jalan juga bisa memilih apabila mereka ingin mengambil jalan ke arah Slipi maupun Gatot Subroto.
Pengendara dari arah Kuningan, bisa mengambil jalur kecil penghubung antara Mampang dan Jalan Kapten Tendean atau Pancoran.
Adapun di sekitar terowongan Matraman, kemarin pagi, lalu lintas dari Jalan Pramuka menuju Jalan Proklamasi, lebih lancar dibandingkan pada Selasa pagi. Para pengendara mulai terbiasa dengan pengaturan baru lalu lintas untuk optimalisasi terowongan Matraman.
Andri Yansyah, Kepala Dinas Perhubungan DKI, menjelaskan, pada uji coba hari pertama, Selasa, kecepatan kendaraan kurang dari 5 km per jam. Di hari kedua kemarin, kecepatan kendaraan 20-30 km per jam. “Yang jelas untuk waktu tempuh sudah mendekati normal, karena kami menargetkan kecepatan hingga 30-40 km per jam," ujarnya.
Minus mitigasi
Pengamat transportasi Damantoro mengatakan, kemacetan saat pembukaan terowongan baru di Jakarta mengindikasikan belum adanya mitigasi jaringan dalam rekayasa lalu-lintas setelah pembangunan infrastruktur.
“Dengan 25 juta kendaraan, rekayasa lalu lintas di DKI sulit diprediksi dampaknya. Sehingga perlu mitigasi seluruh jaringan jalan,” katanya, kemarin.
Menurut Damantoro, mitigasi jaringan melibatkan antisipasi perubahan lalu-lintas dalam jaringan jalan dan bukan hanya satu titik lokasi saja. Hal ini penting guna mencegah kemacetan parah seperti saat pembukaan terowongan Matraman dan Mampang dua hari terakhir.
Dengan volume kendaraan tinggi, jalanan di Jakarta sangat rentan kemacetan. Satu titik yang terganggu bisa menyebabkan kemacetan yang meningkat secara eksponensial.
Damantoro mengatakan, mitigasi jaringan untuk setiap rekayasa lalu-lintas ini mutlak diperlukan di kota yang pemerintahnya belum mampu menyediakan transportasi publik massal yang diminati warganya.
Sementara itu, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Iskandar Abubakar mengatakan, persiapan Pemprov DKI Jakarta untuk mengantisipasi pembukaan terowongan Matraman dan Mampang sebenarnya sudah memadai. Namun, kemacetan Matraman terjadi karena jalan alternatif belum memadai.
“Untuk hari pertama, jalan masih terlalu sempit karena ada penghalang di sana sehingga memicu kemacetan,” katanya.
Selain itu, faktor lainnya adalah warga yang belum beradaptasi dengan perubahan itu. Namun ia menilai hal ini masih wajar sebab perlu waktu untuk proses adaptasi warga.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bestari Barus mengatakan, pembangunan terowongan dan jalan layang perlu dilakukan untuk semua lintasan sebidang di Jakarta.
Namun, hal ini juga harus disertai upaya mendorong warga beralih ke transportasi publik massal, mulai dari pembatasan kendaraan, mempercepat realisasi transit oriented development (TOD), hingga memperbaiki sarana angkutan massal umum. (DEA/HLN/IRE/JOG)