JAKARTA, KOMPAS — Bank Dunia optimistis ekonomi Indonesia dapat tumbuh 5,3 persen tahun ini. Pertumbuhan itu akan ditopang investasi dan konsumsi rumah tangga yang masing-masing diperkirakan tumbuh 5,1 persen dan 6 persen.
Proyeksi Bank Dunia tersebut lebih rendah daripada asumsi pertumbuhan ekonomi pemerintah yang ditargetkan sebesar 5,4 persen tahun ini. Proyeksi Bank Dunia itu juga lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu yang sebesar 5,07 persen.
Ekonom senior Bank Dunia, Derek Chen, dalam konferensi pers Laporan Bank Dunia tentang Meningkatkan Potensi Ekonomi Asia Timur dan Pasifik edisi April 2018 di Jakarta, Kamis (12/4/2018), mengatakan, investasi Indonesia akan tumbuh kuat seiring dengan perbaikan ekonomi di dalam negeri. Pembangunan infrastruktur dan kebijakan mempermudah investasi menjadi penopang utama pertumbuhan itu.
Dari sisi konsumsi rumah tangga, pemilihan kepala daerah secara serentak akan meningkatkan pertumbuhannya. Hal itu ditopang pula dengan aliran dana dari pemerintah untuk berbagai proyek pembangunan yang melibatkan masyarakat.
”Pemilihan kepala daerah dan presiden tidak akan terlalu mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Memang, investor saat ini sedang mengamati dan menunggu. Namun setelah pemilihan umum itu selesai, mereka akan kembali berinvestasi,” kata dia.
Bank Dunia juga memproyeksikan, pada 2018 konsumsi dan investasi pemerintah akan tumbuh 4 persen Ekspor barang dan jasa diperkirakan akan melambat dari 9,1 persen pada 2017 menjadi 7 persen pada 2018. Impor barang dan jasa juga turut melambat dari 8,1 persen pada 2017 menjadi 7 persen pada 2018.
Inflasi pada tahun ini diperkirakan sebesar 3,5 persen.
Dalam laporan tersebut, Bank Dunia juga menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan negara-negara berkembang di kawaan Asia Timur dan Pasifik akan tumbuh kuat. Rata-rata pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut sebesar 6,3 persen.
Khusus China, pertumbuhan ekonominya diperkirakan sedikit melambat menjadi 6,5 persen pada 2018. Hal itu terjadi karena China masih menyeimbangkan ekonomi yang semula berpusat pada investasi menuju konsumsi domestik. Kebijakan saat ini yang diambil China adalah memperlambat ekspansi kredit dan meningkatkan kualitas pertumbuhan.
Adapun di luar China, pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik diperkirakan tetap stabil pada tahun 2018 sebesar 5,4 persen. Hal itu mencerminkan berlanjutnya permintaan domestik dan eksternal yang kuat.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik Sudhir Shetty mengemukakan, hal itu juga tidak terlepas dari perbaikan ekonomi global meski ketidakpastian global masih ada. Ketidakpastian global itu bersumber pada peningkatan suku bunga acuan negara-negara maju dan ketegangan perdagangan global.
”Kendati begitu, risiko ketidakpastian global, baik dari sektor perdagangan maupun finansial, tetap perlu dicermati. Untuk itu, stabilitas makroekonomi tetap perlu dijaga dan perdagangan tingkat regional, terutama ASEAN, perlu ditingkatkan dan diperdalam,” katanya.