JAKARTA, KOMPAS Keluhan maag yang tak kunjung sembuh dalam jangka waktu lebih dari dua minggu perlu segera diperiksakan ke dokter. Jika itu dibiarkan, asam lambung akan naik dan menyebar ke organ tubuh lain.
Menurut konsultan gastroenterologi pada Rumah Sakit Tebet, Jakarta, Dharmika Djojoningrat, deteksi dini bagi pasien dengan keluhan maag tak kunjung sembuh penting untuk mengantisipasi penyakit kronis akibat asam lambung naik. Pendeteksian itu memakai alat endoskop untuk memeriksa kondisi lambung dan saluran lain di tubuh yang mungkin terdampak maag.
“Jika keluhan maag berulang, harus cari penyebabnya. Dengan endoskop, penyebab keluhan maag tampak agar bisa ditangani,” kata Dharmika, pada peringatan hari ulang tahun ke-56 RS Tebet, di Jakarta, Selasa (10/4/2018). Perayaan itu juga dihadiri oleh Direktur RS Tebet Esther Poerwantoro dan Pembina Yayasan Bina Sehat Interna Prof WH Sibuea.
Jika keluhan maag berulang, harus dicari penyebabnya. Dengan endoskop, penyebab keluhan maag tampak agar bisa ditangani,
Naiknya asam lambung bisa menyebar ke organ lain. Contohnya, soal gigi (erosi dental), tenggorokan (faringitis kronis), sinus (sinusitis), pita suara (laryngitis), saluran pernapasan bawah (asma), paru-paru (fibrosis paru idiopati), dan kerongkongan (gastroesophageal reflux disease/Gerd). “Asam lambung membuat peradangan atau luka di bagian tubuh tak tahan terpapar asam dalam waktu lama,” ucapnya.
Penyakit Gerd
Dharmika memaparkan, penyakit yang perlu diantisipasi akibat naiknya asam lambung adalah Gerd. Sebab, itu memicu penyakit Esofagus Barrett atau lesi pra kanker. Gejalanya adalah mulut terasa pahit dan rasa panas di dada (heart burn).
“Dengan kerap refluks asam, esofagus untuk beradaptasi pada asam dengan mengubah selnya jadi mirip sel lambung. Perubahan sel itu memicu perubahan sifat sel jadi kanker,” ujarnya.
Pertumbuhan sel itu bisa berlangsung belasan tahun. “Jadi harus rutin endoskopi untuk melihat perubahan sifat pada daerah yang dicurigai luka,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia (PB PEGI) Ari Fahrial Syam memaparkan, data tentang besaran masalah Gerd di Indonesia masih terbatas. Karena itu, untuk mengetahui prevalensi penderita Gerd di Indonesia, Divisi Gastroenterologi Departemen Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pernah melakukan survei secara daring dari Agustus 2013 hingga Juni 2015.
Survei tersebut diikuti oleh 2.045 koresponden. Kemudian, koresponden mengisi kuesioner yang telah disiapkan. Dari hasil survei, prevalensi Gerd diketahui sebesar 57,6 persen. Menurut Ari, prevalensi itu tergolong tinggi. Prevalensi Gerd di RSCM pada 1997 sebesar 5,7 persen. Namun, pada tahun 2002, prevalensinya meningkat menjadi 25,8 persen.
“Masalah Gerd masih menjadi masalah serius bagi masyarakat kita karena kurang tahunya soal dampak kepanjangan dari keluhan maag,” kata Ari yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gaya hidup tak sehat dan obesitas menjadi faktor risiko penderita Gerd. Apabila penderita Gerd memiliki gaya hidup tidak sehat dan tidak segera diperiksakan ke dokter, lanjut Ari, penderita sangat mungkin mengalami lesi pra kanker pada sfingter esofagus bawah (lower esophageal sphincter/LES).
“Minuman beralkohol dan merokok kian memicu lesi pra kanker. Karena itu, gaya hidup sehat harus terus dilakukan, kurangi makanan lemak, coklat dan keju. Kontrol berat badan, tidak, olah raga teratur. Jika sudah Gerd, harus minum obat secara teratur yakni obat anti asam lambung,” ujarnya.
Jika sudah Gerd, harus minum obat secara teratur yakni obat anti asam lambung
Pegawai swasta, Ida (40), mengatakan, dirinya pernah mengalami penyakit Gerd yang berawal dari akumulasi keluhan-keluhan maag. Sebelumnya, setiap mengalami keluhan maag, Ida hanya meminum obat maag, tanpa diperiksakan ke dokter. “Sakit lambung ini kadang-kadang muncul dan lama-kelamaan saya merasa sudah membaik,” ujarnya.
Namun, tak lama, Ida merasa perih di bagian kerongkongan. Tak hanya itu, gejala lain timbul, seperti leher terasa tercekik, suara mulai menghilang, dan batuk tidak berdahak. Saat itulah, Ida memutuskan untuk periksa ke dokter. “Dokternya bilang, asam lambung naik ke kerongkongan dan mengenai pita suara. Jadi pita suara terluka,” ungkapnya.
Saat itu, Ida langsung diberikan obat cair penyembuh luka untuk kerongkongannya dan obat anti-asam lambung. Masa penyembuhan sekitar lima hari. Menurut dokter, asam lambung yang naik itu disebabkan tiga hal, pola makan yang tidak baik, kecapekan, dan stres.
“Jadi daya tahan tubuh juga makin lemah. Dari situ saya baru tahu ternyata asam lambung bisa ke mana-mana. Itu kalau terus dipaksakan makin rusak pita suara, makin bahaya,” ujarnya.