”Apa yang terjadi pada Novel bisa terjadi pada siapa saja yang memberantas korupsi di Indonesia. Kasus ini harus diselesaikan dengan baik dan harus ketemu (pelakunya), bagaimanapun caranya. Novel menyampaikan ada banyak cara, termasuk lewat TGPF (tim gabungan pencari fakta). Jika memang dengan cara yang lain bentuknya bisa menemukan (pelaku) dengan cepat, bisa saja. Sekarang tinggal komitmen dan kesepakatan kita,” tutur Wakil Ketua KPK Saut Situmorang seusai pemutaran film Menolak Diam di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Novel disiram dengan air keras oleh dua orang tak dikenal yang naik sepeda motor pada 11 April 2017. Peristiwa yang terjadi seusai Novel menunaikan shalat Subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, ini mengakibatkan mata kirinya cedera berat.
Bagi KPK, kata Saut, pemulihan mata Novel menjadi prioritas. Mata kirinya kini telah mampu melihat obyek pada jarak sekitar 1 meter. Namun, ia tetap wajib kontrol kondisi matanya ke Singapura secara rutin.
Menyelesaikan
Pemerintah masih meyakini kepolisian dapat menyelesaikan kasus itu. ”Saya yakin polisi bisa menyelesaikannya dengan kerja keras. Masyarakat juga harus membantu (polisi),” ujar Wakil Presiden M Jusuf Kalla.
”Kita serahkan saja kepada Polri. Jika polisi sepakat, silakan (bentuk TGPF),” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Mohammad Iqbal menjelaskan, seperti kasus lain, kehadiran TGPF tidak akan optimal untuk mengungkap pelaku kasus penyiraman Novel. TGPF tak bisa menyentuh hal teknis dalam proses penyelidikan, kecuali penyidik kepolisian.
”Tolong dicatat pula, kami diawasi berbagai lembaga, seperti Ombudsman RI, Komisi Kepolisian Nasional, dan Komnas HAM. Jadi, tolong hormati lembaga itu yang berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini bersama-sama,” ujar Iqbal.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan, Presiden Joko Widodo tetap berkomitmen untuk mendorong penuntasan penyelidikan kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
Kasus Novel bukan peristiwa pertama kasus penyerangan yang diduga terkait pemberantasan korupsi. Juli 2010, penggiat Indonesia Corruption Watch, Tama S Langkun, dianiaya orang tak dikenal. Hal serupa terjadi di sejumlah daerah. Sebagian besar dari kasus itu belum terungkap.