Payung Hukum Inovasi Keuangan Digital Terbit Tahun Ini
Oleh
DD01
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan memastikan payung hukum yang mengatur teknologi finansial akan terbit pada 2018. Regulasi tersebut dibuat dengan pendekatan berbasis disiplin pasar atau market conduct.
Deputi Komisioner OJK Sukarela Batunanggar dalam diskusi Disiplin Pasar di Industri Fintech di Jakarta, Jumat (13/4/2018), mengatakan, Peraturan OJK tentang Inovasi Keuangan Digital (POJK tentang IKD) yang akan terbit tahun ini bukan mengatur perusahaan teknologi finansial (tekfin) secara kelembagaan, melainkan produk, proses, dan model bisnis. Dalam acara tersebut, hadir pula Direktur Grup Inovasi Keuangan Digital OJK Fithri Hadi dan Wakil Ketua Asosiasi Fintech Indonesia Adrian Gunadi.
Selain tidak mengatur persoalan kelembagaan, kata Sukarela, regulasi baru itu juga tidak mengatur persoalan prudensial. Hal-hal tersebut diserahkan langsung kepada perusahaan. ”Industri tekfin ini berlangsung dengan sangat dinamis dan berlangsung di dunia maya sehingga kami akan menyerahkan pengaturan hal-hal tersebut kepada perusahaan,” katanya.
Kondisi tersebut mendorong penguatan pendekatan berbasis disiplin pasar dalam membuat kebijakan. Dalam pendekatan tersebut, kata Sukarela, terdapat tiga prinsip yang harus dipenuhi perusahaan, yaitu keterbukaan informasi, pembuatan kode etik oleh komunitas tekfin, dan perlindungan konsumen.
Kelaikan tekfin
Dalam POJK IKD terdapat pengaturan kelaikan perusahaan tekfin melalui program ruang uji coba terbatas (regulatory sandbox). Regulatory sandbox adalah ruang uji coba terbatas untuk menguji teknologi, proses, model bisnis, serta penyelenggara tekfin yang melayani jasa keuangan dengan inovasi baru. Penguji tidak hanya berasal dari OJK, tetapi juga dari BI, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. Batas waktu penilaian tidak ditentukan karena setiap perusahaan bisa berbeda.
”Regulatory sandbox ini menjadi tempat belajar bagi pemerintah karena perkembangan teknologi dan model bisnis yang begitu pesat belum semua kami pahami,” kata Fithri.
Dia menjelaskan, setelah terbit peraturan tersebut, seluruh perusahaan tekfin wajib mencatatkan diri ke OJK. Perusahaan yang tercatat akan dipilih atau diperbolehkan mengajukan diri untuk mengikuti regulatory sandbox. Adapun kriteria perusahaan yang akan mengikuti program tersebut adalah memiliki inovasi jasa keuangan baru dan usahanya memberikan manfaat bagi masyarakat.
Setelah mengikuti regulatory sandbox, ada tiga kemungkinan hasil yang diterima perusahaan. Pertama, mereka menjadi perusahaan yang direkomendasikan atau masih harus memperbaiki model bisnis selama 12 bulan. Selain itu, perusahaan bisa pula dinilai tidak laik untuk beroperasi.
”Perusahaan tekfin yang lulus pengujian dalam regulatory sandbox akan mendapatkan status terdaftar di OJK,” ujar Fithri. Bahkan, perusahaan dengan tingkat kebermanfaatan tinggi bagi masyarakat dapat melanjutkan proses untuk mendapatkan perizinan dari OJK.
Berdasarkan data OJK, hingga April 2018 terdapat 44 perusahaan tekfin di bidang pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi (P2P lending) yang telah berstatus terdaftar. Adapun jumlah pinjaman dari layanan jasa keuangan yang dilakukan sudah mencapai Rp 3,54 triliun.
Selain soal regulatory sandbox, POJK tentang IKD juga mengatur pembentukan Pusat Tekfin (Fintech Centre) untuk mewadahi diskusi lintas sektoral pemerintah. Sebagaimana pengujian perusahaan di regulatory sandbox yang akan dilakukan oleh OJK, BI, dan Kemenkominfo. ”Ke depannya mungkin kami juga akan melibatkan Kementerian Perdagangan karena usaha e-dagang juga banyak yang memiliki layanan jasa keuangan,” kata Fithri.
Dukungan
Penerbitan POJK IKD mendapatkan dukungan dari pelaku tekfin. Menurut Adrian, beberapa poin yang ada di dalam peraturan tersebut telah dinantikan oleh perusahaan. Terutama mengenai Pusat Tekfin karena saat ini bidang usaha dan model bisnis tekfin pun semakin banyak.
Adrian melanjutkan, Asosiasi Fintech Indonesia juga telah membuat kode etik untuk para pelaku tekfin. Kode etik tersebut mengatur transparansi informasi, pengelolaan perusahaan, dan perlindungan konsumen. Saat ini, kode etik tersebut tengah dalam tahap pembacaan ulang oleh OJK.
Menurut Adrian, industri tekfin di Indonesia masih akan berkembang pesat. Saat ini sudah ada 135 perusahaan tekfin yang bergabung dalam asosiasi. Di luar itu pun masih ada perusahaan lain.
”Kami melihat pertumbuhan tekfin sangat cepat, pasar Indonesia pun lebih menarik ketimbang negara-negara maju,” kata Adrian.
Berdasarkan data OJK, inklusi keuangan baru mencakup 36 persen dari total penduduk Indonesia. Total kredit usaha mikro, kecil, dan menengah mencapai 20 persen.
Menurut dia, kondisi tersebut menjadi kesempatan bagi perusahaan. Terutama karena prioritas keberlangsungan tekfin di Indonesia adalah untuk mempercepat inklusi keuangan di kalangan masyarakat.