JAKARTA, KOMPAS — Terkait penanganan minuman keras oplosan, pernyataan tegas Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin yang meminta jajarannya menyelesaikan kasus hingga ke akar masalah disambut baik di tingkat polda hingga jajaran di bawahnya.
Polri menargetkan zero minuman keras (miras) oplosan di seluruh wilayah hukum Indonesia. Selain itu, seperti diungkapkan Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Indra Jafar, polisi tengah mempelajari untuk dapat menjerat pelaku (pembuat dan pengedar miras oplosan) dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Diharapkan, semua reaksi tegas tersebut bukan hanya reaksi sesaat. Dibutuhkan penanganan kasus yang saat ini terjadi dan strategi antisipasi ke depan yang komprehensif agar kasus serupa tidak terus berulang.
Saat ini, pemerintah pusat dan daerah dinilai belum juga tanggap. Direktur Eksekutif Indonesia Neuroscience Institute Adhi Wibowo Nurhidayat mengatakan, beberapa pasien keracunan minuman keras oplosan yang ditanganinya adalah anak-anak usia SD hingga remaja berusia belasan tahun.
”Mereka mudah membeli murah, hanya sekitar Rp 20.000 per bungkus plastik,” kata Adhi di Jakarta, Kamis (12/4/2018).
Tindakan pemerintah baru sebatas mendata korban. Saat ini masih banyak penjual miras oplosan berkedok toko-toko jamu, tetapi minim penindakan. Terdapat begitu banyak varian minuman keras oplosan yang menggunakan metanol (alkohol industri) dan bahan-bahan lain, seperti salep antinyamuk hingga perasa.
Selain miras oplosan, pembuatan dan peredaran miras tradisional yang belum jelas standar kualitas produksinya juga harus diawasi dan dikelola dengan baik.
Menurut Adhi, hingga sekarang minuman keras oplosan masih dianggap sebagai ranah abu-abu. Belum ada pihak yang mengawasi ataupun melakukan antisipasi secara khusus. Padahal, sudah banyak jiwa melayang akibat miras oplosan.
Untuk itu, kini mendesak dibentuk sistem pelaporan terpadu toksikologi nasional. Data ini sangat bermanfaat digunakan di setiap rumah sakit guna menangani korban keracunan metanol. Dokter dan perawat perlu dilatih setidaknya di satu rumah sakit daerah.
Belum terlihat ada jaringan
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, pihaknya belum menemukan jaringan antarpembuat miras oplosan di wilayah kerjanya. ”Karena tempat kejadiannya beda-beda,” katanya.
Ia menambahkan, berdasarkan data terakhir yang dimilikinya, jumlah korban tewas akibat menenggak miras oplosan di wilayah hukum Polda Metro Jaya sebanyak 31 orang.
Di Bogor, Kepala Bidang Humas Polres Kota Bogor Ajun Komisaris Yuni Astuti membenarkan bahwa polres dan jajarannya gencar melaksanakan operasi pemberantasan miras ilegal, terlebih miras oplosan.
Kemarin, Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto meninjau lokasi bungker sepanjang 18 meter, lebar 4 meter, dan tinggi 3,5 meter tempat pembuatan miras oplosan di Jalan Raya Bandung-Garut, Cicalengka, Kabupaten Bandung. Produksi di bungker dilakukan pasangan suami istri SS dan HM. SS kini masih buron.
Sementara itu, Polda Kalimantan Selatan turut menyita 2.165 botol miras berbagai merek dan 880 liter tuak dari sejumlah penjual di provinsi itu. Kepala Polda Kalimantan Selatan Brigadir Jenderal (Pol) Rachmat Mulyana mengatakan, barang bukti miras yang disita merupakan hasil operasi pada 11 April 2018.
Wakil Kepala Polda Banten Komisaris Besar Tomex Korniawan mengatakan, semua polres di Banten tengah mengatasi persoalan itu dalam dua hari terakhir. Polres Serang Kota, misalnya, menemukan ratusan kemasan miras oplosan siap jual dan 20 liter tuak. Minuman itu ditemukan di empat warung.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten menyita 1.620 liter ciu di gudang di Cikupa, Kabupaten Tangerang. Pada saat yang hampir bersamaan, Polres Pandeglang, Cilegon, dan Kota Tangerang, melakukan langkah serupa.
Polda Banten juga melakukan penyuluhan ke berbagai lapisan masyarakat. Langkah-langkah tersebut diyakini bisa mengurangi konsumsi miras oplosan yang rentan berujung maut itu.