Jawa Tengah terus memperkuat keahlian angkatan kerja. Hal itu perlu dilakukan untuk mempercepat laju penurunan pengangguran.
SEMARANG, KOMPAS Laju penurunan angka pengangguran di Provinsi Jawa Tengah dinilai lambat. Selama 2015-2017, jumlah pengangguran terbuka cenderung stagnan sekitar 800.000 jiwa. Pengentasan rakyat dari kemiskinan dan pengangguran menjadi salah satu isu strategis prioritas nasional menyambut bonus demografi.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, meski persentase pengangguran di Jateng turun dari 4,63 persen pada Agustus 2016 jadi 4,57 persen Agustus 2017, jumlah pengangguran ternyata naik. Jumlah pengangguran hingga Agustus 2017 mencapai 823.057 jiwa, naik dari periode sama tahun lalu sebanyak 801.453 jiwa. Pengangguran pada 2015 sebanyak 863.270 jiwa.
Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bidang Ekonomi Leonard VH Tampubolon mengatakan, rencana kerja prioritas nasional tahun 2019 fokus pada pemerataan pembangunan untuk pertumbuhan berkualitas. Isu strategis prioritas nasional antara lain menyoroti lambatnya penurunan angka kemiskinan yang sangat terkait dengan jumlah pengangguran.
”Tingkat pengangguran di tingkat provinsi ditargetkan 4,37 persen pada 2019,” kata Leonard dalam paparan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah 2018 di Kota Semarang, Kamis (12/4/2018).
Leonard mengatakan, pemerintah Jateng harus bersiap menghadapi puncak bonus demografi yang diperkirakan mulai 2021 hingga 2032. Kebijakan harus tepat sasaran, antara lain dengan meningkatkan keahlian tenaga kerja muda dan kepemilikan sertifikasi keahlian, menjaga keseimbangan pertumbuhan penduduk dengan angka fertilitas total 2,1, serta memperluas kesempatan investasi padat pekerja.
Terus bergerak
Tingkat pengangguran terbuka nasional tahun 2019 ditargetkan 4,8-5,2 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional berkisar 5,4-5,8 persen. Kebijakan di tingkat provinsi dan kota/kabupaten diminta mendukung target nasional itu.
Sekretaris Daerah Provinsi Jateng Sri Puryono mengatakan, pemerintah terus bergerak menurunkan masalah jumlah pengangguran. Angkatan kerja akan dipersiapkan optimal agar bonus demografi tidak berdampak negatif. Kurikulum SMK diarahkan mengikuti kebutuhan industri dan permintaan pasar. Hal itu lebih mudah diwujudkan karena kini pengelolaan SMK tanggung jawab pemerintah provinsi.
”Dengan memanfaatkan teknologi informasi, semua hal bisa lebih sederhana, cepat, dan terukur,” kata Puryono. Kebijakan yang disusun pemerintah kota/kabupaten harus sejalan dengan pemerintah provinsi. Pengurangan jumlah pengangguran harus jadi tujuan bersama.