“Telehealth” Dapat Tingkatkan Aksesibilitas Daerah Terpencil
Oleh
DD13
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Teknologi digital di bidang kesehatan atau telehealth dapat meningkatkan akses kesehatan di daerah terpencil. Penggunaan teknologi dapat membantu masyarakat di daerah terpencil mengakses fasilitas kesehatan dengan cepat dan murah.
Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi dari Kementerian Kesehatan tahun 2016, jumlah penduduk terbanyak berada di daerah Jawa Barat (47,3 juta jiwa), Jawa Timur (39 juta), Jawa Tengah (34 juta), Sumatera Utara (14,1 juta), dan DKI Jakarta (10,2 juta).
Dengan demikian, jumlah rumah sakit (RS) terbanyak biasanya berada di area dengan jumlah populasi yang padat. Jawa Timur memiliki 377 unit, Jawa Barat 328 unit, Jawa Tengah 290 unit, Sumatera Utara 195 unit, dan DKI Jakarta 190 unit. Total rumah sakit di seluruh Indonesia adalah 2.601 unit. Secara keseluruhan, terdapat 1.380 unit atau lebih dari 50 persen rumah sakit berada lima area tersebut.
President Director Philips Indonesia, Suryo Suwignjo, dalam diskusi bertema “Peran Teknologi dalam Meningkatkan Akses Kesehatan”, di Jakarta, Jumat (13/4/2018), menyatakan, telehealth bukan hal yang baru di Indonesia. Philips adalah sebuah perusahaan asal Belanda yang memproduksi alat kesehatan.
Dalam buku Telehealth in the Developing World tahun 2009, Sisira Edirippulige, dkk, menyebutkan, telehealth adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memberi pelayanan kesehatan dari jarak jauh. Metode tersebut berguna untuk mengatasi masalah kesehatan di negara berkembang.
Suryo menjabarkan, telehealth dapat berupa aplikasi, perangkat lunak, ataupun peralatan medis. Misalnya, Philips memiliki aplikasi Lumify. Aplikasi tersebut dapat menghubungkan gawai, aplikasi gawai, dan teknologi transducer ultrasound untuk membantu penyedia layanan kesehatan menangani pasien dari jarak jauh.
“Petugas di lapangan dapat menggunakan alat USG kepada ibu hamil,” kata Suryo. Setelah itu, dokter yang berada di daerah lain dapat melihat gambar melalui tablet dan membuat diagnosa.
Beberapa alat medis produksi Philips, seperti alat pencitraan resonansi magnetik (magnetic resonance imaging/MRI), alat pencitraan medis (computerized tomography scan/CT Scan), dapat disambungkan ke internet.
Telehealth membantu penduduk di daerah terpencil Indonesia yang masih sulit mengakses layanan kesehatan
Ia menyatakan, telehealth membantu penduduk di daerah terpencil Indonesia yang masih sulit mengakses layanan kesehatan. Misalnya, warga Kampung Pedam di Papua harus berjalan kaki 5-10 jam melewati tebing terjal untuk mendapatkan layanan kesehatan di puskesmas terdekat di Distrik Okbab (Kompas, 25/1/2018).
Contoh lainnya adalah warga di Kampung Atat, Papua, yang ingin berobat ke Kota Agats harus menggunakan perahu motor cepat selama tiga jam dengan biaya Rp 6 juta sekali perjalanan (Kompas, 14/1/2018). Telehealth dinilai dapat memotong jarak, waktu, tenaga, dan biaya bagi pasien yang berada di daerah terpencil.
“Banyak pasien yang dirujuk dari puskesmas ke rumah sakit di kota, tetapi setibanya ternyata dokter yang dicari sudah selesai praktik,” tutur Anggota Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) dan Finance Manager RS Meilia, Depok, Fajaruddin Sihombing. Menurut dia, kerugian tersebut dapat dikurangi dengan penggunaan telehealth.
Ia menyatakan, ia meyakini dokter di Indonesia secara umum telah siap untuk menggunakan telehealth. RS swasta dinyatakan siap mengadaptasi telehealth, kendati tidak semuanya mampu larena bergantung dari manajemen RS dan sumber daya manusia. Selain itu, regulasi yang mengatur telehealth di Indonesia juga dibutuhkan.
Suryo menambahkan, belum meratanya pembangunan infrastruktur internet di Indonesia menghambat adaptasi telehealth di RS. Indonesia disebutkan masih kalah bersaing dengan Singapura dan Thailand.