Revisi Perpres Penataan Jabodetabekpunjur Mendesak Dilakukan
Oleh
DD05
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Revisi Peraturan Presiden tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur mendesak untuk segera disusun. Revisi ini diharapkan bisa mengatasi masalah tumpang tindihnya regulasi antara pemerintah pusat dan daerah. Selama 10 tahun terakhir, kawasan ini telah mengalami perubahan yang masif dari beragam aspek.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menuturkan, revisi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur perlu segera disusun. Selama ini, pemerintah pusat terhambat regulasi yang tumpang tindih terkait dengan peruntukan ruang di kawansan ini.
”Tumpang tindih peruntukan ruang menjadi salah satu masalah. Saya pikir, kalau dalam perubahan perpres ini, kepentingan nasional harus diutamakan. Kepentingan pemerintah pusat kerap terkunci karena satu dan aturan lain,” ujarnya dalam acara Konsultasi Publik Rencana Perubahan Tata Ruang Kawasan Jobodetabekpunjur di Jakarta, Senin (16/4/2018).
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional (KSN) berdasarkan Perpres No 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Meski telah ditetapkan sebagai KSN, masih ada masalah peruntukan ruang dengan pemerintah daerah, seperti masalah reklamasi dan pembangunan transportasi massal.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Kemaritiman Ridwan Djamaluddin mengemukakan, reklamasi Teluk Jakarta saat ini masih tertunda karena Rancangan Peraturan Daerah Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Perda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZPW3K) masih digodok oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
”Saat ini, sudah terjadi banyak daerah yang terkunci pembangunan kemaritimannya karena RZPW3K belum ada. Apakah kita harus tertidur dahulu hingga perdanya ada? Saya kira ini perlu jadi perhatian,”ujarnya.
Ridwan berharap revisi perpres ini dapat menciptakan harmonisasi antara kementerian lembaga, pemda, dan pengusaha. Selain itu, belum ada rincian prosedur teknis mengenai reklamasi di Perpres No 54/2008 ini.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pembangunan transportasi massal di daerah penyangga Jakarta menjadi salah satu masalah yang perlu dibahas dalam revisi perpres ini.
”Saya memberikan contoh, seperti transjakarta jurusan Mampang-Ciledug. Pembangunan haltenya hanya sampai Ciledug, perbatasan wilayah antara Jakarta dan Tangerang Selatan. Padahal, pengguna transjakarta dari Tangerang lebih banyak di luar wilayah Ciledug,” ujarnya.
Bambang menuturkan, anggaran untuk transjakarta tersebut tidak boleh dipakai di luar wilayah Jakarta. ”Alasannya karena takut diaudit oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK), akhirnya konsep pembangunan metropolitan hanya berhenti sampai wilayah perbatasn,” ujarnya.
Pertumbuhan cepat
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, kawasan Jabodetabekpunjur memiliki peran penting dalam perekonomian nasional dengan sumbangan 19,93 persen untuk produk domestik regional bruto (PDRB) Nasional.
”Sebagai pusat kegiatan ekonomi, kawasan ini menciptakan daya tarik bagi penduduk untuk migrasi ke Jabodetabekpunjur. Laju pertumbuhan penduduknya sangat cepat. Pada 2012, jumlah penduduknya 22 juta jiwa, kemudian pada 2016 menjadi 32 juta jiwa,” ujarnya.
Darmin mengemukakan, revisi perpres ini mendesak untuk segera disusun karena telah berjalan selama 10 tahun. Sudah banyak perubahan yang terjadi terkait dengan tata ruang selama perpres ini terbentuk.
Hal yang menjadi fokus utama revisi perpres ini ialah untuk penanganan isu persebaran penduduk, kemacetan, isu banjir, penurunan muka tanah, penanganan daya tampung lahan, dan pengolahan limbah. Darmin mengatakan, konversi lahan pertanian juga menjadi isu yang harus dibahas dalam revisi perpres ini.
Bambang menuturkan, saat ini, konsep kota kompak perlu diterapkan dalam revisi perpres ini. Kota kompak terdiri dari sistem padat lahan, fungsi campuran, dan intensifikasi.
”Untuk padat lahan, setiap jengkal tanah yang ada di kawasan ini perlu diperhatikan manfaatnya. Kemudian, konsep kota kompak biasanya memiliki banyak kegiatam dalam satu ruang. Contohnya, kawasan perdagangan, perkantoran, dan perumahan yang menjadi satu,” katanya.
Menurut Bambang, sisten intensifikasi merupakan konsep pengembangan kawasan lebih bersifat internal dan tidak ekspansif. Konsep ini lebih mengandalkan banguan tinggi seperti apartemen, rusunawa, dan rusunami supaya lebih hemat ruang.
”Nantinya, jangan sampai perkembangan Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor basisnya masih rumah tapak, sudah harus menjurus ke konsep apartemen,” ujarnya.
Sofyan mengatakan, revisi perpres ini diharapkan bisa rampung pada akhir 2018. Ia masih menerima masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan draf revisi perpres ini.