Rusia: Inspektur Senjata Kimia Segera Tiba di Douma
DEN HAAG, KOMPAS — Setelah diduga sempat menghambat tim pencari fakta untuk masuk ke Douma di Suriah, pejabat Rusia pun mengumumkan, tim tersebut dipastikan akan tiba di Douma, Rabu (18/4/2018).
Namun, Washington menyuarakan kekhawatiran karena boleh jadi Moskwa telah lebih dahulu ”menghilangkan” bukti.
Setelah serangan rudal oleh AS, Perancis, dan Inggris pada Sabtu (14/4/2018) ke situs yang diduga gudang senjata kimia Suriah, Rusia balik menuding negara-negara Barat, Senin (16/4/2018). Moskwa menolak tuduhan sebagai penghambat penyelidikan zat kimia di Douma.
AS, Perancis, Inggris, dan Rusia berhadapan dan bersitegang dalam sidang darurat di kantor Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) di Den Haag, Belanda, Senin (16/4/2018). Trio sekutu Barat menuding Rusia berada di balik serangan senjata kimia yang diduga dilakukan tentara Suriah ke Douma.
Sidang darurat OPCW diadakan untuk membahas serangan senjata kimia ke Douma pada 7 April 2018 ketika tim pemeriksa sedang mempersiapkan misi yang sulit dan berbahaya menuju Douma.
Media Pemerintah Suriah, Selasa (17/4/2018) pagi, mengatakan, pertahanan udara negara menembak jatuh rudal di Provinsi Homs karena hendak menyerang pangkalan udara rezim Suriah.
Tidak diketahui pihak mana yang melakukan serangan itu. Juru bicara Pentagon, Heather Babb, mengatakan, ”Tidak ada operasi AS atau koalisi di daerah itu.”
Serangan rudal pada akhir pekan lalu oleh AS, Inggris, dan Perancis merupakan reaksi terhadap serangan gas klorin dan sarin di Douma pada 7 April yang menewaskan 40 orang.
Direktur Jenderal OPCW Ahmet Uzumcu mengatakan, sembilan timnya dan semuanya menjadi sukarelawan telah mencapai Damaskus, tetapi sejauh ini ”tim belum dikerahkan ke Douma”.
”Pejabat Suriah dan Rusia telah memperingatkan tentang masalah keamanan yang harus dibereskan sebelum tim dikerahkan ke sana,” kata Uzumcu.
Igor Kirillov, Kepala Unit Perlindungan Radiologi, Biologi, dan Kimia Rusia, mengatakan kepada wartawan bahwa jalan-jalan masih harus dibersihkan dan akan diuji Dinas keamanan PBB pada Selasa (17/4/2018).
”Kami merencanakan kedatangan para ahli OPCW pada Rabu (18/4/2018),” katanya pada konferensi pers di Kedutaan Rusia di Den Haag.
Sampai Selasa ini, tim pencari fakta belum kunjung masuk Douma, Suriah. Padahal, tim itu akan mengumpulkan bukti penggunaan senjata kimia oleh Pemerintah Suriah di kota yang baru direbut dari pasukan oposisi tersebut.
Ketua OPCW Ahmet Uzumcu sudah menyampaikan informasi pasti soal pengiriman timnya. Akan tetapi, Suriah dan Rusia, yang membantu pemerintahan Suriah, sempat dilaporkan belum memberi akses ke Douma.
Tim dari OPCW tiba di Suriah sejak Jumat (13/4/2018). Rombongan itu tiba beberapa jam setelah 105 peluru kendali AS, Inggris, dan Perancis menghantam beberapa lokasi di Suriah, yang diduga tempat penyimpanan senjata kimia rezim Presiden Bashar al-Assad.
Sejak tiba hingga Senin (16/4/2018), tim yang terdiri atas pemeriksa sejumlah negara tidak kunjung bisa masuk Douma.
Tim itu sedianya akan memeriksa dugaan penggunaan senjata kimia oleh Suriah di Douma. Tudingan penggunaan senjata kimia di Douma dipakai AS untuk membombardir Suriah.
Pencari fakta diterjunkan karena sampai sekarang serangan yang dinyatakan berlangsung pada 7 April 2018 itu belum bisa diverifikasi.
Juru bicara kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov, menyebut serangan AS, Inggris, dan Perancis melemahkan kerja tim pencari fakta.
Ia juga membantah Rusia melarang tim itu masuk Douma. Malah, Moskwa dinyatakan mendukung penyelidikan yang tidak memihak atas tudingan penggunaan senjata kimia itu. Moskwa menyatakan tidak akan mengganggu kerja tim pencari fakta.
Sementara itu, setelah dua bulan bersembunyi di bawah tanah di Douma, warga sudah mulai kembali menghirup udara segara.
Leena Karkura, seorang warga, bersama putrinya akhirnya berani keluar rumah. Mereka bersuka cita bisa mendapat sinar matahari lagi dan berjalan di sekitar kampung halamannya yang hancur.
Tentara Suriah mengumumkan pada Sabtu lalu bahwa mereka telah merebut kembali kota Douma di pinggiran Damaskus dari pemberontak setelah serangan militer yang didukung Rusia yang berlangsung hampir 2 bulan.
”Saya memutuskan membawa putri saya keluar berjalan-jalan setelah dia menangis,” kata wanita berusia empat puluh tahun itu kepada wartawan yang mengikuti tur ke kota Douma atas bantuan tentara Suriah. (AFP/APREUTERS/RAZ)