Kalteng dan NTT Tolak Politisasi SARA
KUPANG, KOMPAS- Provinsi Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur sepakat menolak politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan dalam pemilihan Presiden 2019 dan kepentingan pemilihan kepala daerah.
Keberagaman suku, agama, dan ras sebagai aset yang mempersatukan, dan saling melengkapi. Selain studi banding keberagaman, tim FPK Kalteng juga ingin belajar bagaimana mengelola aset wisata sehingga bisa menarik perhatian.
Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Habib Said Ismail selaku Ketua Tim Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kateng, dihadapan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dan FPK NTT di Kupang, Rabu (18/4/2018) mengatakan, Kalteng dihuni hampir semua suku dan etnik di Indonesia. Selain suku-suku asli di Kalimantan, hadir pula semua etnik, dari Sabang sampai Merauke, dan dari Talaud sampai Rote Ndao.
“Di 13 kabupaten dan satu kota di Kalteng, dengan mudah kita menemukan warga dari suku Aceh, Bugis, Makassar, Papua, Flores, Timor, Jawa, Sunda, Madura, Tionghoa, Batak, Ambon, Bali, Lombok, dan seterusnya. Mereka hadir di sana bukan sebagai ancaman tetapi memperindah, memperkuat, dan membagi pengalaman di Kalteng melalui partisipasi mereka dalam pembangunan, sekaligus menyatukan NKRI,”kata Habib disamput tepuk tangan hadirin.
Keberagaman etnik itu memperlihatkan betapa indah dan harmonisnya kehidupan seluruh masyarakat Kalteng di negara Pancasila ini. Indonesia tidak bisa dibangun oleh satu suku, agama, ras atau antargolongan. Kalteng memiliki tradisi untuk menghormati dan mengakui kehadiran dan perbedaan keberagamaan di Indonesia.
Pemda dan masyarakat Kalteng menyadari, keberagaman itu sangat penting. Suatu daerah tidak akan maju, jika tidak dihuni dan ditempati manusia dari berbagai lapisan dan golongan. Karena itu, Kalteng menolak politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan, kapan dan di mana saja, termasuk pemilihan Presiden 2019.
Ia mengatakan, luas Kalteng 153.654 km2 atau 15,3 juta hektar. Tetapi jumlah penduduk sekitar 4 juta jiwa. Jumlah penduduk ini tidak sebanding dengan luas wilayah Kalteng. Jika ada warga NTT mau pindah menetap dan bekerja di Kalteng, Pemda dan masyarakat Kalteng selalu siap.
Ia menegaskan, sangat mencintai NTT, Kalteng, dan sangat mencintai NKRI. “Hidup NKRI, hidup keberagaman, hidup persatuan dan kesatuan Indonesia ,”katanya.
Ia menilai, NTT sebagai daerah pariwisata. Sektor pariwisata telah berhasil mendongkrak pamor wisata di daerah ini. Jumlah wisatawan dari tahun ke tahun terus meningkat. Ini memperlihatkan, daerah ini telah sukses mengelola pariwisata. Karena itu, Kalteng ingin belajar.
Ia mengaku, membawa 53 anggota Forum Pembauran Kebangsaan dan anggota DPRD Kalteng. Setiap anggota FPK mewakili etnik masing-masing, yang ada di Kalteng.
Rombongan FPK Kalteng akan melanjutkan perjalanan dari Kupang menuju Labuan Bajo. Selain berdiskusi dengan FPK Manggarai Barat, juga mengunjungi langsung binatang Komodo dan bagaimana cara menanganai binatang buas itu.
Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengajak Forum Pembauran Kebangsaan Kalimantan Tengah dan NTT menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia kuat karena keberagaman itu.
Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengatakan, NTT pun dihuni hampir semua etnik dari seluruh wilayah Indonesia. NTT sebagai Indonesia mini, sama dengan Kalteng. Inilah Indonesia, inilah kemajemukan.
“Perbedaan dan keanekaragaman itu agar Tuhan menghendaki kita saling memperkaya dan melengkapi. Bayangkan, jika Tuhan menciptakan semua laki-laki di Indonesia berwajah seperti saya, atau seorang perempuan dengan wajah yang sama. Apakah Anda puas melihat wajah yang sama di mana-mana itu. Tentu tidak. Karena itu jangan paksakan agar orang lain berwajah seperti Anda," katanya.
Jangan ada pihak mengaku diri paling cocok hidup sendirian di negeri ini, dan mengabaikan keberagaman yang ada. Persatuan, keharmonisan dalam keberagaman seperti ini harus dirawat dan dijaga sampai dunia akhirat.
Politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan, demi kepentingan sesaat, dengan cara apa pun, termasuk pemilihan Presiden 2019, akan ditolak. Karena itu, sebaiknya FPK di setiap daerah di Indonesia, dari sekarang saling membangun komunikasi, mempererat rasa persatuan dan kesatuan, dan bila perlu membangun komitmen bersama, menolak segala upaya memecah belah bangsa.
Ia mengatakan, NTT sering disebut daerah miskin. Daerah ini termasuk dalam kategori terdepan, terluar, dan tertinggal. Tetapi selama ini pemerintah pusat selalu melihat NTT dari sisi output dan mengabaikan input sehingga khusus NTT perlu ditambah satu “T” artinya terlupakan.
Ia pun mengajak rombongan FPK Kalteng yang dipimpin langsung Wagub Kalteng agar melihat juga beberapa titik destinasi di Flores, selain Labuan Bajo, bisa ke Waerebo, Kampung Adat Bena, Danau Kelimutu.
“Di Flores ada empat titik destinasi sangat unik, dan tidak ditemukan di dunia lain, bahkan di dunia akhirat pun, yakni binatang Komodo, Danau Kelimutu, Semana Santa, dan tradisi berburu Paus,”kata Lebu Raya disambut tertawa riuh hadirin.
Ketua FPK Kalteng Yohanes Fredy Ering mengatakan, FPK Kalteng didirikan tahun 2013. Tugas FPK antara lain, menggelar festival kerukunan umat beragama, sosialisasi tentang kerukunan dan keberagaman kepada masyarakat, dan ikut aktif dalam menyelesaikan masalah-masalah terkait keberagaman.