Jangkau Generasi Muda lewat Media Sosial
JAKARTA, KOMPAS — Pencegahan penyebaran paham radikalisme lewat kontrapropaganda di media sosial dinilai efektif untuk menjangkau generasi muda.
Upaya itu pun membutuhkan perencanaan strategi yang matang sehingga konten yang disampaikan tepat, mudah diterima, dan berkelanjutan.
Di tengah era teknologi saat ini, penyebaran paham radikalisme dan ekstremisme berkembang pesat.
Muhammad Wildan, Direktur Center for The Study of Islam and Social Tranformation (CISForm) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, berpendapat, media sosial menjadi salah satu wadah yang paling rawan untuk menyebarkan propaganda tersebut.
”Padahal, media sosial sangat berkaitan erat dengan generasi muda,” ujarnya seusai acara peluncuran dan diskusi film animasi religi CISForm di Jakarta, Kamis (18/4/2018).
Ia menambahkan, media sosial juga menjadi sarana yang banyak dipilih generasi muda untuk mendapatkan isu terbaru di masyarakat. Bahkan, tidak sedikit generasi muda yang lebih suka mencari dan mempelajari agama lewat internet daripada lewat buku atau pun pengajaran langsung.
Fenomena inilah yang kemudian dimanfaatkan golongan radikal untuk menyebarkan propaganda ke generasi muda.
Mengutip hasil pengamatan CISForm, Wildan mengatakan, ideologi yang dikembangkan oleh gerakan-gerakan radikalisme di media sosial biasanya terkait dengan hijrah, jihad, khilafah, dan intoleransi.
”Untuk itu, kita perlu melakukan kontrapropaganda di media sosial juga. Kontra propaganda bisa berfungsi untuk membalikkan pesan yang disampaikan oleh propaganda radikal,” ujarnya.
Meski demikian, ia mengaku tidak mudah memberikan konten kontrapropaganda yang mudah diterima oleh generasi muda.
Butuh dasar perlawanan yang kuat, misalnya konten yang disampaikan tidak hanya berisi argumentasi, tetapi disertakan dalil dari ayat Al Quran yang tepat.
Wildan mengatakan, perencanaan strategi juga menjadi kunci agar penyampaian pesan di media sosial bisa berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu siapa sasaran yang akan dituju.
Tidak hanya itu, saluran media sosial yang digunakan juga harus ditentukan, termasuk pada isi pesan yang disampaikan dan waktu penayangan konten tersebut.
Dhania (20) merupakan salah satu generasi muda yang sempat terpengaruh propaganda dari kelompok radikal di media sosial. Sekitar tahun 2014, ia sampai mengajak keluarganya pergi ke Suriah dalam rangka mencari khilafah yang digambarkan kelompok radikal tersebut.
”Awalnya aku mengikuti satu akun di Facebook dan melihat banyak informasi yang mendeklarasikan khilafah ada di Suriah. Mereka (kelompok radikal) pintar sekali memainkan media sosial. Semua hal bisa dikaitkan menjadi satu fakta yang membuat kita jadi percaya. Namun, setelah sampai di sana, ternyata tidak sesuai dengan yang ada di media sosial, justru bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah,” katanya.
Bukan hal mudah bagi Dhania dan keluarga lepas dari kelompok tersebut. Sejak April 2016, ia mulai mencari jalan keluar untuk bisa kembali ke Indonesia. Baru pada Agustus 2017, Dhania dan keluarga bisa kembali ke Indonesia.
”Sampai sekarang juga masih butuh penyesuaian dengan stigma masyarakat di sini (Indonesia) yang tahu kami sekeluarga baru datang dari Suriah. Jadi, saat ini saya ingin ajak lebih banyak generasi muda untuk lebih berhati-hati menerima informasi di media sosial, apalagi yang berkaitan dengan agama,” ujarnya.
Film animasi
Melihat rentannya generasi muda yang terpengaruh paham radikal, CISForm pun terus berupaya menyajikan kontranarasi yang efektif bagi kalangan muda yang akrab dengan media sosial.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membuat film animasi religi menarik yang berisi pesan-pesan Islam moderat.
Saat ini sudah ada 40 film animasi pendek yang dibuat. Setiap film berdurasi sekitar 1,5 menit hingga 2 menit.
Judul yang dipilih pun bervariasi sesuai dengan permasalahan yang banyak dijumpai generasi muda, seperti hukum memakai cadar, negara Islami, toleransi, khilafah, jihad, dan lakum dinukum (untukmu agamamu) dalam keberagaman beragama.
”Harapannya, film animasi ini mampu menjadi kontranarasi di media sosial yang mudah disebarkan juga lewat Youtube, Facebook, Twitter, dan Instagram. Dengan begitu, bisa berkontribusi dalam mengarusutamakan pemahaman Islam moderat sekaligus menjadi wacana tanding untuk meredam propaganda radikalisme di generasi muda,” kata Wildan.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Syaroni Rofii, menambahkan, dakwah Islami lewat media sosial memang perlu dilakukan untuk mengikuti tren generasi muda saat ini.
Untuk itu, dibutuhkan lebih banyak konten yang bisa meluruskan paham radikal yang secara tidak sadar diterima generasi muda.