Pemberian Surat Keterangan untuk Penetapan DPT Masih Bermasalah
Oleh
DD05
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberian surat keterangan sebagai syarat menjadi daftar pemilih tetap masih bermasalah di beberapa daerah. Surat keterangan ini digunakan sebagai pengganti bagi masyarakat yang belum memiliki KTP elektronik untuk ikut serta dalam pilkada. Padahal, proses pendaftaran DPT sudah hampir mencapai tahap akhir.
Anggota Badan Pengawas Pemilu, M Afifuddin, mengatakan, beberapa petugas daerah belum berani untuk mengeluarkan surat keterangan (suket) tersebut. ”Salah satunya di Sumatera Selatan, dinas kependudukan setempat belum berani mengeluarkan suket untuk menjadi sarana masyarakat di sana bisa memilih,” ujarnya setelah seminar Mengembalikan Kedaulatan Rakyat dalam Pemilu di Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Padahal, jika hingga waktu penetapan daftar pemilih tetap pada 13-19 April mereka belum punya KTP-el atau suket, nama pemilih itu akan dikeluarkan dari DPT pilkada sehingga tidak bisa menggunakan hak pilih. (Kompas, 4/4/2018)
Afifuddin mengatakan, Jumat lalu, Bawaslu mengundang Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dan juga Komisi Pemilihan Umum untuk membuat kesepakatan. ”Dari kesepakatan tersebut, suket dibagi menjadi dua jenis. Pertama, suket yang sudah direkap. Kedua, masyarakat yang belum direkap bisa mendapatkan suket asalkan ia tercatat dan ada di data kependudukan,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, dari 192,39 juta jiwa wajib memiliki KTP, jumlah penduduk yang sudah merekam KTP-el sebanyak 179,69 juta jiwa. Dengan demikian, masih ada sekitar 12,7 juta warga yang belum merekam data (Kompas, 14/3/2018).
Meski tidak menjelaskan secara rinci, Afifuddin menjelaskan, sudah ada puluhan ribu laporan yang masuk ke Bawaslu terkait masalah suket ini. Untuk mengantisipasinya, Bawaslu berencana membentuk gugus tugas bersama KPU dan melibatkan sejumlah instansi yang terkait pencatatan kependudukan.
”Kami juga berencana menunda sementara penetapan batas akhir DPT di beberapa derah. Karena dalam rapat kemarin terlihat ada ketegangan antara KPU dan Dukcapil sehingga belum terlalu sinkron,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menjelaskan, diperlukan akurasi, validitas, ataupun kualitas data dalam penetapan DPT ini. ”Penyelenggara pemilu perlu memastikan akurasi terakomodasinya hak pilih semua warga,” katanya.
Menurut Titi, data mobilitas hingga kematian warga menjadi fokus yang perlu diawasi supaya pilkada pada 27 Juni mendatang jumlah DPT bisa sesuai. ”Harus diawasi juga mobilitas massal warga ke sebuah daerah untuk melakukan pemilihan di tempat lain. Hal ini bisa mengindikasikan manipulasi pemungutan suara dalam pemilu,” katanya.
Titi menjelaskan, penggunaan KTP-el sebagai syarat bagi pemilih telah mampu memangkas jumlah DPT yang bermasalah. ”Seperti data memangkas daftar pemilih yang terdaftar ganda. Namun, penggunaan KTP-el berpotensi juga menurunkan jumlah DPT di beberapa daerah pilkada karena banyak masyarakat yang belum memiliki KTP-el,” ujarnya.
Afifuddin mengatakan, penggunaan KTP-el ini harus diantisipasi juga untuk menjelang Pemilu 2019 agar tidak menjadi masalah. Pada Pemilu 2019, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan, KTP-el jadi basis pendaftaran pemilih.
Meski demikian, KPU masih akan memasukkan nama pemilih yang belum punya KTP-el, tetapi sudah punya suket pengganti KTP-el dalam daftar pemilih sementara (DPS) ataupun daftar pemilih tetap (DPT). Sesuai tahapan Pemilu 2019, pada Agustus 2018, KPU akan menetapkan DPT.
Namun, dalam UU No 10/2016 tentang Pilkada disebutkan, suket pengganti KTP-el hanya berlaku hingga Desember 2018. Terhadap pemilih pemilik surat keterangan yang sudah masuk DPT, tetapi pada awal Januari 2019 belum juga punya KTP-el, KPU akan menyatakan mereka tidak memenuhi syarat sebagai pemilih.
Anggota KPU, Viryan Azis, beberapa hari yang lalu mengatakan, KPU sudah berupaya mengakomodasi pemilih yang belum punya KTP-el. Namun, UU No 7/2017 menyatakan, penggunaan KTP-el sebagai basis pemilih. ”Masih ada waktu sekitar setahun. Sementara bisa dimasukkan ke daftar pemilih pengguna surat keterangan, seperti di pilkada serentak. Kami harap sebelum Januari 2019 sudah selesai,” katanya.