SANGGAU, KOMPAS - Layanan kesehatan dasar di daerah perbatasan negara diperkuat. Melalui dana alokasi khusus afirmatif pemerintah pusat membangun dan memperbaiki 110 puskesmas di daerah perbatasan. Harapannya, masyarakat di perbatasan memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas dan tidak berobat ke negara tetangga.
Ketika meresmikan Puskesmas Entikong dan Balai Karangan di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Selasa (17/4/2018), Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek, mengatakan, dengan fasilitas puskesmas yang lebih baik, masyarakat di perbatasan diharapkan tidak lagi berobat ke negara tetangga. “Saya amati ternyata, toh, penyakit masyarakat yang berobat ke negara tetangga bisa diatasi di fasilitas kesehatan kita,” ujarnya.
Menurut Nila, pemerintah ingin agar daerah perbatasan tidak menjadi daerah tertinggal. Karena itu, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur di perbatasan diperbaiki. Ini akan memberikan citra positif terhadap daerah perbatasan. Selain itu, masyarakat bisa memiliki akses yang sama terhadap pelayanan publik yang berkualitas seperti warga lain.
Pejabat sementara Bupati Sanggau Moses Tabah, menyatakan, banyak warga di perbatasan berobat ke Serawak, Malaysia, yang berbatasan langsung dengan Sanggau. Terkadang ada juga pejabat yang berobat ke Kuching, Malaysia, sambil berakhir pekan. Mereka memilih berobat ke negara itu karena menganggap fasilitas kesehatan di sana lebih baik daripada yang ada di Sanggau.
Kepala Puskesmas Entikong, Hidayat Samiaji, menyampaikan, bangunan Puskesmas Entikong yang baru merupakan hasil relokasi dari bangunan lama. Di tempat yang lama dekat sungai, posisi puskesmas berada di bawah sehingga rawan banjir. Kini posisi puskesmas tepat berada di pinggir jalan dan di atas bukit sehingga terbebas dari risiko banjir.
Puskesmas Entikong yang telah terakreditasi Madya sejak tahun 2016 itu memiliki dua dokter dan tujuh dokter internsip. Itu belum termasuk tenaga Nusantara Sehat yang ditugaskan Kementerian Kesehatan. Dengan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional sekitar 5.000 orang, setiap bulan, puskesmas menerima dana kapitasi Rp 24 juta sampai Rp 25 juta.
Sejumlah kendala
Direktur Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Andi Saguni, memaparkan, sebenarnya pada tahun 2017 Kemenkes berencana membangun dan memperbaiki 124 puskesmas di daerah perbatasan. Namun, dari jumlah itu baru terealisasi sebanyak 110 puskesmas.
Ada banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa pembangunan dan perbaikan 14 puskesmas sisanya belum terealisasi. Selain faktor geografis yang sulit, kesiapan pemerintah daerah dalam lelang pengadaan barang pun menjadi tantangan.
Selain membangun gedung baru atau merenovasi puskesmas pemerintah melengkapi sarana, prasarana, dan fasilitasnya seperti instalasi pengolahan limbah, sumber listrik, air bersih, ambulans, peralatan kesehatan. Bahkan, rumah dinas untuk tenaga medis dan paramedis juga disiapkan.
“Selain membangunkan gedungnya kami juga melengkapi sarana prasarananya dan memenuhi kebutuhan sumber daya manusia kesehatannya,” katanya.
Selain membangunkan gedungnya kami juga melengkapi sarana prasarananya dan memenuhi kebutuhan sumber daya manusia kesehatannya
Setelah memperkuat 110 puskesmas di daerah perbatasan, pada tahun 2018 Kemenkes akan memperkuat 260 puskesmas di daerah perbatasan dan tertinggal. Selanjutnya, pada tahun 2019 ada tambahan sekitar 300 puskesmas di daerah tertinggal yang akan diperkuat. Itu termasuk 14 puskesmas yang pada tahun 2017 belum terealisasi.
Andi berharap, keberadaan fasilitas kesehatan yang berkualitas di wilayah perbatasan tidak hanya memberikan akses yang mudah bagi masyaraka tetapi juga turut mendukung perekonomian daerah perbatasan negara Indonesia