Bergulirnya Opsi Pengiriman Pasukan Arab ke Suriah
Oleh
Musthafa Abd. Rahman
·4 menit baca
Di tengah deraan konflik di Suriah yang belum kunjung mereda, opsi pengiriman pasukan Arab atau gabungan Arab-Islam ke Suriah saat ini kembali mengemuka. Kehadiran mereka diwacanakan akan mengganti pasukan Amerika Serikat yang akan ditarik dari Suriah. Diharapkan, kehadiran pasukan akan menurunkan ketegangan.
Kini ada sekitar 2000 pasukan AS di Suriah yang tersebar di kota Manbij, Kobane, Raqqa, propinsi Deir El Zor, dan area perbatasan Suriah-Jordania. Pasukan AS tersebut selama ini bahu membahu dengan pasukan Demokratik Suriah (SDF) dalam memerangi kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Sejauh ini opsi tersebut baru mendapat respon positif dari Arab Saudi, namun belum ada komentar dari kubu yang dikenal kontra AS di Suriah, seperti Rusia, Iran dan pemerintah Damaskus.
Seperti dimaklumi, semua agenda atau proyek besar di Suriah terakhir ini sulit terlaksana di lapangan tanpa ada kompromi dan transaksi dengan Rusia. Misalnya, masuknya pasukan Turki ke Suriah melalui operasi perisai Eufrat tahun 2016 dan operasi Ranting Zaitun di Afrin tahun 2018, berkat adanya transaksi dengan Rusia. Operasi Perisai Eufrat dengan imbalan Turki melepas Aleppo timur untuk Rusia dan operasi Ranting Zaitun di Afrin dengan imbalan Turki melepas Ghouta Timur.
Masuknya pasukan Arab atau gabungan Arab-Islam ke Suriah pun tampaknya sulit terwujud tanpa ada transaksi dengan Rusia. Apalagi gerakan pasukan Arab dalam jumlah besar ke Suriah pasti melalui teritorial Turki. Adapun Turki saat ini sudah menjalin koalisi dengan Rusia dan Iran melalui forum Astana.
Dalam konteks tersebut, Turki akan sulit membelakangi Rusia dengan mengizinkan pasukan Arab masuk ke Suriah melalui teritorialnya tanpa koordinasi dengan Moskwa.
Karena itu, masuknya pasukan Arab ke Suriah bisa terlaksana secara mulus melalui koordinasi AS, Rusia, Turki dan Arab Saudi.
Opsi pengiriman pasukan Arab di Suriah muncul, menyusul koran The Wall Street Journal edisi hari Senin lalu (16/4) mengungkapkan, pemerintah Presiden AS Donald Trump tengah melakukan komunikasi dengan Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, dan Mesir.
Komunikasi tersebut membahas kemungkinan mengirim pasukan Arab ke Suriah dan pengucuran dana miliaran dollar AS bagi penguatan keamanan dan stabilitas di negara itu pasca kekalahan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). AS diterangahi telah meminta dana 4 milliar dollar AS ke Arab Saudi untuk biaya restrukturisasi wilayah yang ditinggal NIIS di Suriah utara dan timur.
Menlu Arab Saudi, Adel al Jubeir dalam konferensi pers dengan Sekjen PBB, Antonio Guterres, hari Selasa lalu (17/4/2018) di Riyadh menyampaikan, kesedian koalisi militer Islam mengirim pasukan ke Suriah.
Seperti diketahui, Arab Saudi pada 15 Desember 2015 telah membentuk koalisi militer Islam yang beranggotakan 35 negara untuk memerangi teroris, termasuk Kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Koalisi militer Islam itu dibawah pimpinan Arab Saudi dan berkantor pusat di Riyadh.
Al Jubeir mengungkapkan, Arab Saudi kini dalam proses perundingan dengan AS tentang struktur dan komposisi pasukan gabungan Arab-Islam yang akan dikirim ke Suriah. Menurut menlu Arab Saudi itu, ide pengiriman pasukan Arab atau gabungan Arab-Islam ke Suriah bukan hal baru, tetapi sudah sering didiskusikan sejak era pemerintah Presiden Barack Obama.
Arab Saudi disinyalir mulai melakukan komunikasi dengan perusahaan keamanan asal AS, Blackwater, untuk melakukan seleksi dan melatih pasukan yang akan dikirim ke Suriah. Blackwater dikenal memiliki pengalaman dalam membentuk dan melatih pasukan khusus di berbagai negara di Timur Tengah saat ini, seperti di Irak, Somalia dan Uni Emirat Arab (UEA).
Kepala Keamanan Nasional AS, John Bolton dikhabarkan telah mengontak Kepala Intelijen Mesir, Abbas Kamel, membahas kemungkinan Mesir bersedia ikut mengirim pasukan ke Suriah. Pasukan Mesir dan Arab Saudi dicanangkan menjadi tulang punggung pasukan Arab yang akan dikirim ke Suriah itu.
Namun sejauh ini pemerintah Mesir belum memberi isyarat tentang kesediannya mengirim pasukan ke Suriah. Mesir terakhir mengirim pasukan ke luar negeri adalah ketika mengirim 35.000.000 pasukan ke Arab Saudi pasca invasi Irak ke Kuwait tahun 1990.