Penipuan Berkedok Investasi Kian Merajalela
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan merilis 72 entitas investasi ilegal yang patut diwaspadai masyarakat. Korban investasi ilegal paling banyak berada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Meski berpendidikan tinggi, tingkat literasi keuangan masyarakat perkotaan masih rendah.
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam L Tobing di Jakarta, Jumat (20/4/2018), mengatakan, memasuki April 2018 terdapat 72 entitas investasi yang perlu diwaspadai masyarakat. Entitas investasi tersebut menawarkan mekanisme investasi yang mudah, murah, dengan imbal hasil besar, dan tanpa risiko.
Selain menawarkan imbal hasil besar, ciri-ciri lain investasi ilegal adalah usaha yang tidak memiliki izin. Jika ada usaha yang memiliki izin, jenis investasi yang ditawarkan tidak sesuai dengan izin yang berlaku.
Selain menawarkan imbal hasil besar, ciri-ciri lain investasi ilegal adalah usaha yang tidak memiliki izin. Jika ada usaha yang memiliki izin, jenis investasi yang ditawarkan tidak sesuai dengan izin yang berlaku.
Tongam mengatakan, 72 entitas tersebut terdiri dari beberapa bentuk, yaitu 32 Forex dan 15 perusahaan mata uang digital atau cryptocurrency. Selain itu, ada pula 17 multilevel marketing (MLM) dan 8 usaha lain.
”Jumlah entitas yang perlu diwaspadai ini luar biasa. Memasuki April 2018 sudah ada 72 entitas. Padahal, pada 2018 total investasi yang patut diwaspadai ada 80 unit,” kata Tongam. Keberadaan entitas tersebar di seluruh Indonesia, tetapi kebanyakan berada di Pulau Jawa.
Menurut Tongam, jumlah entitas yang perlu diwaspadai masih akan bertambah. Bulan ini, 15 entitas akan dipanggil oleh Satgas Waspada Investasi. Kebanyakan berbentuk MLM.
Untuk menindaklanjuti hasil analisis tersebut, satgas melaporkan alamat situs dan akun media sosial dari entitas-entitas tersebut kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Alamat situs dan akun media sosial mereka akan diblokir karena diduga melanggar peraturan dan merugikan masyarakat.
Selain itu, seluruh kegiatan entitas-entitas tersebut telah dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia. Mereka akan diproses secara hukum jika ditemukan bukti telah melakukan tindak pidana.
”Proses hukum akan dilakukan setelah ada laporan dari korban,” ujar Tongam.
Namun, selama Januari-April 2018 belum ada korban investasi ilegal yang melaporkan diri. Menurut Tongam, korban cenderung menganggap remeh penipuan berkedok investasi.
Sebab, jumlah kerugian yang diderita relatif kecil. Mereka masih merasa prosedur pelaporan akan menghabiskan banyak waktu. Di samping itu, mereka juga kerap diintimidasi oleh pihak entitas.
Investasi ilegal justru banyak menimpa masyarakat perkotaan yang cenderung berpendidikan tinggi.
Selama satgas bekerja, kata Tongam, sebaran korban paling banyak berada di Jabodetabek. Investasi ilegal justru banyak menimpa masyarakat perkotaan yang cenderung berpendidikan tinggi.
”Tingkat literasi keuangan masyarakat masih rendah,” ujar Tongam.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016 yang dilakukan OJK, tingkat literasi keuangan masyarakat adalah 29,7 persen. Adapun indeks inklusi keuangan masyarakat sebesar 67,8 persen.
Tren modus
Tongam memperkirakan, dalam beberapa waktu ke depan modus investasi ilegal masih menggunakan cara-cara yang sama. Pertama, entitas usaha yang menawarkan mata uang digital.
Entitas yang menawarkan produk bitcoin itu masih akan tetap menawarkan produknya dengan imbal hasil tinggi. Mereka juga menyediakan program peminjaman (lending) yang berbuah bonus dan program penyimpanan (staking) dalam jangka waktu tertentu.
Dia menekankan, cryptocurrency tidak termasuk instrumen investasi keuangan yang legal. Perdagangan mata uang digital itu juga perlu diwaspadai karena sifatnya sangat spekulatif sehingga memiliki risiko tinggi.
Entitas lain yang masih akan bertahan adalah MLM yang menawarkan penjualan produk. Namun, keuntungan tidak didapat dari penjualan, tetapi dari kemampuan menambah anggota.
Entitas investasi ilegal yang diperkirakan masih akan hadir adalah Forex. Forex yang biasanya berasal dari luar negeri bekerja dengan cara menawarkan produk ilegal di Indonesia.
Selain itu, masyarakat perlu mewaspadai modus duplikasi situs. Modus ini dilakukan dengan mengatasnamakan perusahaan yang memiliki izin usaha dari otoritas yang berwenang, menggunakan profil perusahaan perusahaan legal, dan membuat nama situs yang mirip dengan situs perusahaan legal yang terkait.
Bentuk investasi ilegal tidak banyak berubah. Mereka bekerja dengan pola yang sama, antara lain, menjanjikan keuntungan tetap bagi investor, menawarkan investasi yang seolah-olah ada di bursa berjangka tetapi memberikan keuntungan tetap yang besar.
Secara terpisah, pengamat investasi Ahmad Gozali mengatakan, bentuk investasi ilegal tidak banyak berubah. Mereka bekerja dengan pola yang sama, antara lain, menjanjikan keuntungan tetap bagi investor, menawarkan investasi yang seolah-olah ada di bursa berjangka tetapi memberikan keuntungan tetap yang besar.
Ada pula yang menawarkan skema piramida murni, yaitu dengan memberikan imbal hasil setelah investor mengajak orang lain untuk berinvestasi.
”Investasi ilegal bertambah banyak karena berubah namanya saja,” kata Ahmad.
Meski sudah hadir sejak lama dengan pola yang serupa, masyarakat masih kerap terjebak karena menyukai investasi dengan imbal hasil yang besar. Masyarakat masih belum mempertimbangkan risiko dalam berinvestasi karena tingkat literasi keuangan yang rendah.
Menurut Ahmad, penindakan hukum perlu dilakukan, tetapi membutuhkan waktu lama karena harus menunggu pengaduan dan pencarian barang bukti.
Penindakan hukum juga masih terkendala rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan penipuan. Pelaporan biasanya baru dilakukan ketika penipuan sudah memakan banyak korban.
”Jadi, cara yang efektif untuk menghindarkan masyarakat dari investasi ilegal adalah mengedukasi literasi keuangan,” ujar Ahmad.