Penularan Rabies Terus Terjadi di Wilayah Perbatasan
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Penyakit rabies di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat masih menjadi persoalan kesehatan serius yang harus diatasi. Edukasi masyarakat tentang bagaimana memberi pertolongan pertama dan membangun kesadaran akan vaksinasi hewan menjadi kunci pengendalian penyakit itu.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Kabupaten Sanggau, Sarimin Sitepu, Kamis (19/4/2018), menyampaikan, rabies merupakan penyakit menular yang masih jadi masalah kesehatan di daerah perbatasan, khususnya di Kabupaten Sanggau. Sejak Januari 2018 hingga kini ada sekitar 300 kasus gigitan hewan penular rabies, terutama anjing, di Kabupaten Sanggau dengan jumlah korban meninggal dunia tiga orang.
Letak geografis Kalimantan Barat berbatasan dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia. Warga baik yang berada di Sanggau maupun wilayah Serawak berisiko terinfeksi rabies dari gigitan anjing.
Menurut Sarimin, selama ini vaksin rabies cukup tersedia. Dengan banyaknya kasus gigitan, kebutuhan vaksin rabies meningkat. Seorang yang terkena rabies memerlukan empat vial vaksin rabies. Karena stok vaksin rabies menipis, Pemkab Sanggau menyiapkan anggaran untuk membeli sendiri vaksin rabies.
“Hal yang penting dilakukan dari sisi kesehatan masyarakat adalah mengedukasi warga bagaimana melakukan pertolongan pertama ketika ada gigitan hewan penular rabies,” katanya.
Kepala Puskesmas Entikong, Hidayat Samiaji, memaparkan, mengatakan, selama ini penyakit tular vektor dan zoonotik seperti rabies dan demam dengue menjadi beban kesehatan di Sanggau. Pada saat yang sama, kasus penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi juga meningkat.
Selama ini, Dinas Kesehatan bersama Dinas Peternakan sudah melakukan upaya penanggulangan kasus rabies secara bersama-sama.
Di Kalimantan Barat, penyakit rabies tersebar di lebih dari separuh kabupaten/ kota. Kabupaten Sanggau menjadi daerah dengan kasus gigitan terbanyak yakni hampir 1.200 kasus dan 11 korban meninggal tahun 2017, disusul Kabupaten Sintang dengan 700 lebih kasus gigitan dengan korban meninggal dunia 4 orang, dan Kabupaten Landak dengan hampir 300 kasus gigitan dan 2 korban meninggal
Sembilan provinsi
Adapun di Indonesia, penyakit rabies tersebar di 25 dari 34 provinsi. Baru ada sembilan provinsi yang terbebas rabies, yaitu Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Papua Barat.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, dalam tiga tahun terakhir kasus gigitan hewan penular rabies tinggi, yaitu 80.403 kasus di tahun 2015, 68.224 kasus di tahun 2016, dan 65.429 kasus di tahun 2017. Di tahun itu, jumlah kematiannya adalah 118 kasus tahun 2015, 99 kasus tahun 2016, dan 95 pasien tahun 2017.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kementerian Kesehatan, Elizabeth Jane Soepardi, mengatakan, daerah perbatasan Kalimantan Barat-Serawak, termasuk wilayah endemis rabies. Bahkan, terkadang anjing dari Sanggau menggigit warga di wilayah Serawak. Seringkali ini membuat otoritas setempat protes karena Malaysia sudah bebas rabies.
Sejauh ini, pengendalian penyakit rabies menghadapi berbagai tantangan. Beberapa kendala itu meliputi antara lain, tenaga kesehatan hewan dan vaksin untuk hewan penular rabies yang terbatas, kesadaran masyarakat untuk memvaksin hewannya juga rendah, hingga minimnya data populasi anjing.
Menurut Jane, sangat penting untuk membekali masyarakat terutama orang tua, guru, dan siswa tentang cara memberikan pertolongan pada orang yang digigit. Peran orangtua, guru, dan siswa sekolah sangat penting karena sebagian besar korban meninggal akibat rabies adalah anak-anak. Mereka menjadi kelompok berisiko tinggi karena masih kecil. Sementara karakter penyakit rabies ialah semakin dekat lokasi gigitan hewan penular rabies ke otak maka semakin mematikan penyakitnya.