JAYAPURA, KOMPAS — Ratusan ribu pemilih potensial terancam tak bisa menggunakan hak politiknya pada pemilihan gubernur Papua dan bupati di tujuh kabupaten pada Juni mendatang. Pasalnya, sekitar 50 persen dari jumlah pemilih potensial sebanyak 627.815 orang belum melakukan perekaman KTP elektronik. Padahal, penetapan daftar pemilih tetap Papua akan dilakukan pada Jumat (20/4/2018) siang.
Diketahui mayoritas dari pemilih potensial yang belum melaksanakan perekaman KTP-el itu juga belum memiliki nomor induk kependudukan (NIK) dan kartu keluarga (KK). Mereka tersebar di 28 kabupaten dan 1 kota di Papua.
Jumlah pemilih potensial yang belum melakukan perekaman KTP-el terbesar terdapat di Kabupaten Jayawijaya, yakni 156.433 orang, disusul 121.560 orang di Kabupaten Paniai, dan 66.490 orang di Kabupaten Lanny Jaya. Ketiga daerah itu berada di kawasan Pegunungan Tengah Papua.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua, Anugrah Pata, saat ditemui di Jayapura, Jumat, mengatakan, banyaknya pemilih potensial yang belum melakukan perekaman KTP-el itu berdasarkan data dari Dinas Sosial, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil Provinsi Papua.
”Penyebab belum rampungnya perekaman KTP-el bagi pemilih potensial karena mayoritas mereka belum memiliki data dasar seperti NIK dan KK. Hal inilah yang menyulitkan dinas kependudukan dan pencatatan sipil setempat,” kata Anugrah.
Ia pun berharap adanya solusi alternatif dari pemerintah daerah di 28 kabupaten dan 1 kota di Papua untuk mengakomodasi semua pemilih potensial agar bisa menyalurkan hak politiknya dalam pilkada di Papua.
”Mudah-mudahan dinas kependudukan dan pencatatan sipil setempat secepatnya mengeluarkan surat keterangan agar warga yang belum melakukan perekaman dapat mengikuti pemungutan suara,” ucap Anugrah.
Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pemanfaatan Data Dinas Sosial, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil Provinsi Papua Iskandar A Rahman, ketika dikonfirmasi, mengakui bahwa pelaksanaan perekaman KTP-el belum berjalan optimal karena sejumlah masalah.
Salah satu masalah adalah warga yang sulit ditemui ketika petugas dari dinas turun ke lapangan untuk melaksanakan kegiatan perekaman. ”Masalah jaringan internet yang belum optimal di daerah pedalaman juga menjadi kendala. Kami juga tak dapat membuat surat keterangan yang menyatakan seorang warga dapat memilih jika belum memiliki kartu keluarga,” tutur Iskandar.
Pelaksana Tugas Kepala Sekretariat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Papua Frits Ramandey mengatakan, kemungkinan tidak terakomodasinya ratusan ribu warga Papua sebagai pemilih dalam pilkada serentak tahun ini adalah salah satu wujud pelanggaran HAM.
”Masalah ini melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang mengatur tentang hak warga negara untuk berpolitik dan menyalurkan hak politiknya,” ucap Frits.