SEMARANG, KOMPAS-Persoalan kemiskinan dan pengangguran jadi fokus isu saat debat publik pertama Pemilihan Kepada Daerah Jawa Tengah antara pasangan nomor urut satu Ganjar Pranowo-Taj Yasin dan nomor urut dua Sudirman Said-Ida Fauziyah. Namun, debat tersebut juga belum sampai pada tataran adu program kerja peserta kontestasi.
Pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang, Teguh Yuwono, di Kota semarang, Jateng, Jumat (20/4/2018), menilai, dalam debat publik pertama, kedua pasangan calon belum mampu mengadu program masing-masing untuk selesaikan isu-isu strategis di Jateng. “Isunya justru campur-campur. Kedua pasangan seperti mencari celah-celah kelemahan dari lawannya ketimbang menonjolkan program unggulan,” ungkapnya.
Debat publik Pilkada Jateng kemarin diselenggarakan di Patra Jasa Hotel and Convention, Kota Semarang. Debat terbuka ini mengangkat tema besar kesejahteraan sosial yang terbagi dalam empat subtema masalah, yakni kependudukan, keagamaan, pendidikan, dan sosial dan budaya.
Menurut Teguh, kedua pasangan calon masih lebih banyak bertarung soal rasionalitas implementasi ide. Dia berharap, pada debat publik selanjutnya, isu-isu krusial seperti pembangunan infrastruktur dan tata kelola birokrasi bisa diulas lebih jelas dengan saling mempertarungkan ide dan program unggulan. Adu program dinilai lebih mencerdaskan calon pemilih.
Teguh melihat, titik lemah pasangan calon nomor urut pertama yaitu pada isu-isu ekonomi riil seperti kemiskinan dan pengentasan pengangguran. Adapun titik lemah nomor urut dua ada pada soal rasionalitas ide, di antaranya target penciptaan sebanyak satu juta lapangan kerja baru per tahun.
Dari empat segmen, di segmen pertama, kedua pasangan langsung dihadapkan pada sejumlah fakta dan data. Hingga September 2017, provinsi berpenduduk 34 juta jiwa itu memiliki 12,3 persen penduduk miskin dan 32,1 persen anak putus sekolah. Selain itu, angka perkawinan dini mencapai 3.876 kasus dan kekerasan terhadap perempuan 2.411 korban. Partisipasi kerja penduduk juga didominasi sektor informal.
Ganjar yang diberi kesempatan pertama menyampaikan visi dan misinya mengatakan, kesejahteraan rakyat akan diwujudkan lewat pembangunan inklusif berkelanjutan. Pengentasan kemiskinan akan ditempuh melalui transfer pengetahuan, akses modal, dan pendampingan. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi daerah terus dipacu agar bisa mendongkrak lapangan kerja. “Dibandingkan provinsi tentangga, penurunan angka kemiskinan hingga 2,21 persen sebuah prestasi. Ekonomi Jateng juga terus tumbuh,” tutur Ganjar.
Adapun Sudirman mengatakan, kemiskinan menyebabkan efek domino ke berbagai hal mulai dari perkawinan usia dini, kekerasan perempuan, hingga rendahnya angka partisipasi wanita. Dalam 22 janji kerja, Sudirman berkomitmen menciptakan satu juta wirausaha dari kalangan wanita dan kaum muda. Selain itu, 5 juta lapangan kerja akan tercipta dalam lima tahun. “Kami optimistis angka kemiskinan Jateng bisa turun dari 12,23 persen jadi 6 persen,” janjinya.
Terkait kemiskinan, kedua pasangan calon punya pandangan dan basis data yang berbeda untuk menciptakan lapangan kerja. Perdebatan alot tentang penurunan angka kemiskinan hingga 6 persen sempat terjadi.
Ditanya soal upaya menjaga keberagaman dan pontensi kemunculan paham-paham fundamentalisme, Yasin mengatakan, peningkatan literasi di lingkungan pondok pesantren suatu keniscayaan. Sedangkan Ida menyatakan, selama ini mayoritas pondok pesantren di Jateng belum sepenuhnya didukung pemerintah.