Ratusan perempuan sudah berkumpul di halaman depan Museum Fatahillah, Jakarta Barat, Sabtu (21/4/2018) pagi. Mereka hadir untuk satu tujuan, yakni menulis surat kepada pemerintah berisi keluh kesah mereka terkait mudahnya memperoleh rokok di Tanah Air. Semuanya sepakat, rokok harus mahal.
Yang terhormat Presiden, tolong harga rokok harus menjadi mahal. Dengan begitu, konsumsi rokok bisa berkurang dan generasi muda Indonesia menjadi sehat serta produktif.
Begitulah pesan yang ditulis Dani (47), warga Rawamangun, Jakarta Timur, pagi itu. Surat yang ditulis ibu dua anak itu khusus ditujukan kepada Presiden Joko Widodo karena dirinya sudah melihat langsung dampak bahaya rokok.
Suami Dani meninggal pada usia 45 tahun karena infeksi paru-paru tahun 2011. Almarhum disebutnya memang perokok berat sejak muda.
”Sekarang, anak pertama saya yang umurnya 21 tahun juga merokok. Saya tidak mau kejadian serupa terjadi padanya,” ujar ibu dua anak itu.
Sehari-hari, Dani selalu mengingatkan bahaya rokok bagi kesehatan kepada putranya. Namun, sang anak sulit berhenti dari kebiasaan merokok.
Dani bahkan memasang tanda dilarang merokok berukuran besar di rumahnya, setidaknya agar sang anak tidak merokok di rumah.
Dorongan agar harga rokok dinaikkan juga ditulis oleh Tuti (49), warga Joglo, Jakarta Barat. Ia berharap, harga rokok dinaikkan agar tidak terjangkau oleh generasi muda.
Anaknya yang berusia 15 tahun diketahuinya telah merokok sejak setahun lalu. Alasannya, karena ikut-ikutan teman-temannya.
Selain mengedukasi tentang bahaya rokok bagi kesehatan, Tuti juga mulai mengontrol pemberian uang jajan kepada anaknya. Ia selalu menanyakan kegiatan apa yang akan dilakukan dan dengan siapa perginya.
”Kalau nongkrong sama temannya, saya kasih Rp 5.000 saja. Mudah-mudahan habis di ongkos uangnya, bukan untuk rokok,” ucapnya.
Akan tetapi, dia menyadari, meski uang jajannya tidak terlalu besar, tetap saja ada celah bagi anaknya untuk membeli rokok.
”Sekarang, anak-anak dengan mudahnya bisa membeli rokok ketengan seharga Rp 1.000 di warung-warung,” kata Tuti.
Dikirim kepada Presiden
Gerakan yang dinamakan #rokokharusmahal tersebut dihadiri ratusan perempuan dari 25 komunitas dan organisasi, antara lain Forum Bela Negara, Ikatan Bidan Indonesia, Yayasan Jantung Indonesia, Komunitas Perempuan Nelayan Muara Angke, serta Wanita Indonesia Tanpa Tembakau.
Ketua Harian Komnas Pengendalian Tembakau Mia Hanafiah menyatakan, rokok murah telah menjerat generasi muda menjadi pencandu rokok. Konsumsi rokok disebutnya menimbulkan beban ekonomi, baik pada skala mikro atau keluarga maupun makro atau negara.
Selama bertahun-tahun, rokok dari merek paling laku di pasaran Indonesia dijual dengan standar harga yang rendah. Pada 2015, Oxford Business Group mengungkapan, rokok di Indonesia dapat dijual secara eceran dengan harga rata-rata Rp 1.000.
Sementara berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang epidemik tembakau global yang dirilis pada 2017, harga satu bungkus rokok di Indonesia dapat dijual seharga Rp 5.900. Angka tersebut disebut sebagai yang termurah di dunia.
Mia menyebutkan, rokok murah membuat orang sehat menjadi tidak sehat serta orang miskin menjadi semakin miskin karena tak bisa lepas dari rokok. ”Rokok harus mahal untuk melindungi generasi muda dan kaum miskin,” ucap Mia.
Surat-surat yang telah ditulis akan dikirim kepada Presiden Joko Widodo serta Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam waktu dekat. Harapannya, suara mereka mendapat respons dari pemerintah.
Kepala Sub-Direktorat Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi pada Direktorat Pencegahan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Theresia Sandra, yang turut hadir dalam gerakan #rokokharusmahal, menyatakan, pembahasan terkait kenaikan harga rokok selalu dilakukan pihak Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan. Selain itu, mereka terus melakukan kajian terkait harga rokok.
Tahun lalu, angka kenaikan harga rokok mencapai 10 persen. ”Kementerian Kesehatan selalu merekomendasi kenaikan harga. Tetapi, kenaikannya memang harus dilakukan secara gradual,” ujar Sandra.
Kementerian Kesehatan terus berupaya mengedukasi masyarakat di tingkat RT dan RW. Salah satunya ialah menerapkan kawasan tanpa rokok. Dengan demikian, perokok aktif tidak merokok di depan perokok pasif.