JAKARTA, KOMPAS - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat membebaskan Komisi Pemilihan Umum untuk membuat terobosan aturan tentang larangan mantan terpidana korupsi menjadi calon anggota legislatif dalam Rancangan Peraturan KPU tentang Pencalonan. Dengan sikap tersebut, diharapkan rancangan PKPU dapat segera disahkan sehingga memberi banyak waktu untuk koreksi dan evaluasi.
Proses konsultasi Rancangan PKPU yang berkepanjangan antara KPU dan Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pengawas Pemilu dikhawatirkan memengaruhi kualitas penyusunan PKPU. Adapun pembahasan sementara ini mandek karena beberapa isu krusial belum disepakati semua pihak. Rapat konsultasi terakhir, pekan lalu, ditunda karena perwakilan pemerintah tak hadir.
Salah satu isu krusial yang menyita perhatian adalah aturan tentang larangan bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri di pemilu legislatif. KPU berencana membuat aturan tersebut di PKPU untuk memastikan masyarakat mendapat pilihan caleg yang berintegritas. Namun, norma itu bisa bertentangan dengan undang-undang.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria di Jakarta, Minggu (22/4/2018), mengatakan, DPR tidak bisa memaksakan persepsinya bahwa mantan terpidana korupsi diperbolehkan menjadi caleg sesuai ketentuan di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sebab, rapat konsultasi penyusunan PKPU antara DPR dan KPU tak lagi mengikat seperti sebelumnya.
KPU, ujarnya, berwenang menafsirkan undang-undang, tetapi harus siap dengan konsekuensi jika PKPU nantinya digugat ke Mahkamah Agung (MA).
Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Golkar Zainudin Amali mengatakan, dalam forum rapat konsultasi dengan KPU, pemerintah, dan Bawaslu, Kamis (26/4) nanti, DPR akan tetap menegaskan posisinya, yaitu berpatok pada norma di Undang-Undang Pemilu.
”Bagi kami, yang penting tercatat bahwa DPR menolak. Jika KPU mau terus dengan kehendaknya, silakan saja. Tetapi, begitu nanti ada implikasi hukumnya, silakan gugat ke KPU, jangan libatkan DPR dan pemerintah. Kami terbebas dari konsekuensi itu,” ujarnya.
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan, proses konsultasi RPKPU antara KPU dengan DPR dan pemerintah memang diharapkan bisa selesai dalam pekan ini agar tidak berdampak pada memburuknya kualitas PKPU. Waktu yang lebih longgar, ujarnya, dapat membantu KPU dalam menyusun norma-norma yang progresif dalam PKPU.
”Jika ada yang keberatan dengan norma progresif itu, waktu untuk pengujian pun masih cukup longgar,” katanya.
Mengacu pada Pasal 76 UU Pemilu, ada batas waktu pengujian ke MA 30 hari kerja sejak PKPU diundangkan. MA memiliki waktu 30 hari untuk menangani perkara tersebut.
Setengah kamar
Jumat pekan lalu, sejumlah pimpinan Komisi II dan komisioner KPU mengadakan pertemuan tertutup ”setengah kamar” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Dalam pertemuan itu, kedua pihak menjelaskan posisi dan sikapnya terkait sejumlah isu krusial Pemilihan Kepala Daerah 2018 dan Pemilu 2019. Salah satunya, perihal penyusunan PKPU Pencalonan dan PKPU Kampanye Pemilu 2019 yang belum ada titik temu.
Menurut Riza, pertemuan itu sengaja diadakan untuk menyamakan persepsi agar forum konsultasi PKPU pada Kamis (26/4) nanti berjalan lebih lancar. Tiap pihak menjelaskan posisinya masing-masing.
Wahyu mengatakan, pertemuan tersebut berlangsung lancar dan kondusif. Tidak ada saling memaksa atau menekan di antara kedua pihak.