Elektabilitas Seiring dengan Kinerja
Hasil survei Litbang Kompas yang terbaru menunjukkan, potensi keterpilihan Presiden Joko Widodo mencapai 55,9 persen. Angka itu meningkat dibanding dengan enam bulan sebelumnya, elektabilitas Jokowi masih 46,3 persen.
Sementara itu, potensi keterpilihan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto 14,1 persen, turun dari hasil survei enam bulan lalu yang merekam angka 18,2 persen. Survei ini dilakukan pada 21 Maret-1 April 2018, sebelum Prabowo menyatakan kesiapannya maju sebagai calon presiden di Rakornas Partai Gerindra, 11 April lalu.
Penurunan elektabilitas tak hanya terjadi pada Prabowo, tetapi juga pada calon-calon potensial lainnya. Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang sebelumnya dipilih oleh 3,3 persen, kini jadi 1,8 persen. Calon lainnya makin susut keterpilihannya jadi kurang dari 1 persen.
Naiknya elektabilitas Jokowi dan turunnya potensi keterpilihan tokoh-tokoh penantangnya bisa dijelaskan dari dua sisi. Pertama, naiknya kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi. Kedua, masih kaburnya kepastian calon penantangnya untuk maju dalam Pemilu 2019.
Kepuasan kinerja
Kepuasan terhadap jalannya pemerintahan jadi kunci bagi calon pemilih untuk kembali memilih Jokowi pada pemilu mendatang. Pada 3,5 tahun usia pemerintahan Jokowi-Kalla, sebanyak 72,2 persen responden menyatakan puas terhadap kinerja pemerintahan di empat bidang pemerintahan (politik dan keamanan (polkam), hukum, ekonomi, dan kesejahteraan sosial). Dibandingkan dengan setahun lalu, peningkatan kepuasan publik mencapai 9,1 persen.
Di balik sejumlah catatan kritis di bidang polkam dan ekonomi, kepuasan terhadap pemerintah meningkat karena indikator-indikator di bidang hukum dan kesejahteraan menuai apresiasi.
Indikator bidang polkam yang mendapat catatan kritis terutama terkait ancaman konflik dan kebebasan berpendapat. Sementara, indikator ekonomi yang sedikit mengalami pelemahan terkait masalah swasembada pangan, lapangan kerja, harga barang, dan nilai tukar rupiah. Namun, terjadi peningkatan apresiasi dalam pembangunan pasar tradisional dan pemerataan pembangunan.
Sementara itu, kepuasan yang meningkat di bidang hukum terjadi karena meningkatnya apresiasi terhadap pemberantasan korupsi, penuntasan kasus hukum, dan aparat yang dinilai makin adil. Indikator yang meningkat di bidang kesejahteraan sosial adalah kepuasan terhadap kinerja pemerintah dalam menangani persoalan pendidikan dasar dan kesehatan masyarakat.
Tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintah ini berpengaruh pada pilihan masyarakat terhadap capres. Mereka yang puas dengan kinerja pemerintahan sebanyak 67,7 persen akan kembali memilih Jokowi jika pemilu digelar sekarang. Sementara yang tidak puas terbelah antara memilih Jokowi atau Prabowo, tetapi sebagian besar belum menentukan pilihan (34,9 persen).
Sementara itu, mereka yang pada Pemilu 2014 memilih Jokowi-Kalla, sebanyak 68,8 persen akan kembali memilihnya. Terdapat 5,7 persen yang akan beralih mendukung Prabowo serta 5,5 persen berpeluang memilih calon lainnya.
Sebaliknya, pemilih Prabowo-Hatta Rajasa pada pemilu lalu, sebanyak 46,8 persen akan tetap memilihnya, tetapi sebanyak 21,4 persen beralih mendukung Jokowi dan terdapat indikasi 15,5 persen akan mendukung calon lainnya.
Belum adanya kepastian terkait sosok penantang Jokowi dalam Pemilu 2019 berimbas pada dukungan yang makin kokoh pada Jokowi. Sejauh ini, hanya Jokowi yang sudah memenuhi syarat dukungan untuk maju sebagai calon presiden (capres).
Kepastian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengusung kembali Jokowi sebagai capres kian memantapkan dukungan calon pemilihnya. Selain PDI-P, saat ini ada empat partai lain pemilik kursi di DPR yang telah menyatakan mendukung Jokowi di Pilpres 2019. Mereka adalah Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Nasdem, dan Partai Hanura. Lima partai itu memiliki 290 dari 560 kursi DPR RI. Jumlah kursi itu di atas syarat minimal pengajuan calon, yaitu didukung oleh parpol atau gabungan parpol yang memiliki 112 kursi DPR.
Selain Jokowi, saat ini baru Prabowo yang sudah dideklarasikan oleh Partai Gerindra untuk maju sebagai capres. Namun, Gerindra hanya memiliki 73 kursi DPR sehingga perlu menggandeng partai lain untuk berkoalisi memajukan Prabowo. Sebagai syarat berkoalisi dengan Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengajukan sembilan nama kadernya untuk dipilih sebagai capres atau calon wakil presiden (cawapres).
Selain PKS, masih terdapat peluang bagi Gerindra untuk menggandeng Partai Amanat Nasional (PAN), Demokrat, atau Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang selama ini belum memastikan arah dukungannya atau membentuk poros koalisi baru.
Belum adanya kepastian pencalonan oleh partai di luar pendukung Jokowi atau Prabowo, tampaknya juga terkait erat dengan pilihan Jokowi atas cawapresnya.
Terbentuknya poros baru atau arah dukungan terhadap Prabowo sangat ditentukan oleh langkah Jokowi dalam mengambil cawapres. Dalam situasi seperti ini, wajar jika fokus perhatian partai dan publik lebih tersedot pada langkah dan tanda yang diberikan Jokowi daripada bakal calon lain.
Implikasinya, popularitas dan elektabilitasnya kian kokoh. Saat ini, citra Presiden Jokowi dinilai baik oleh 86,8 persen responden dan dinilai layak untuk menjabat kembali sebagai presiden untuk periode kedua oleh 72,3 persen responden.
Geografis Pemilih
Terjadi perubahan yang signifikan dari aspek geografis pemilih, jika bersandar pada peta kemenangan Pemilu Presiden 2014. Wilayah-wilayah yang sebelumnya dimenangkan Jokowi–Kalla di Pemilu lalu, cenderung makin kuat mendukung Jokowi untuk pemilu mendatang. Sebaliknya, wilayah yang dulunya dimenangkan Prabowo–Hatta Rajasa, cenderung diambil oleh Jokowi dan sebagian mengambil sikap menunggu perkembangan.
Secara agregat, Jokowi menang di wilayah penguasaan sebelumnya sebesar 65,5 persen dan di wilayah Prabowo – Hatta sebesar 39 persen. Sebaliknya, Prabowo mendapat dukungan dari wilayah yang dulu dimenangkannya sebesar 17,7 persen dan di wilayah Jokowi–Kalla mendapat tambahan 12 persen. Terbanyak (31,2 persen) pemilih di wilayah Prabowo masih belum menentukan pilihan. Wilayah-wilayah yang dulu dimenangkan Prabowo–Hatta adalah Aceh, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku Utara.