PURBALINGGA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi di wilayah Jawa Tengah bagian selatan dinilai relatif lebih lambat dibandingkan bagian utara. Pembangunan bandara di Purbalingga diharapkan menjadi pemicu kemajuan ekonomi di wilayah Jawa Tengah bagian selatan dan barat. Presiden Joko Widodo meresmikan proses pembangunan bandara tersebut Senin (23/4/2018).
”Diharapkan bandara ini akan selesai akhir tahun 2019 dan nantinya bandara ini bisa memberikan manfaat tidak hanya bagi Kabupaten Purbalingga, tetapi juga 9 kabupaten/kota lainnya, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Banyumas, Pemalang, Tegal, Brebes, Kota Tegal, dan Wonosobo. Kami harapkan nantinya juga akan muncul titik-titik pertumbuhan ekonomi baru di Purbalingga dan sekitarnya,” kata Presiden Joko Widodo saat meninjau pembangunan bandara di Purbalingga.
Di Jawa Tengah bagian selatan dan barat ini tidak ada bandara yang memadai untuk masyarakat. Presiden mengatakan, bandara Jenderal Besar Soedirman di Purbalingga ini memiliki luas 115 hektar. Pembangunan tahap pertama runway sepanjang 1.600 meter, tahap kedua 2.500 meter, dan terminal dengan luas 3.000 meter persegi yang bisa menampung 300.000 penumpang setahun.
Menurut Presiden, kendati target selesainya pembangunan bandara ini mundur sampai 1 tahun karena faktor anggaran, bandara ini tetap dibangun dan akan mendorong investasi di wilayah Purbalingga dan sekitarnya. ”Di sini sudah ada investasi-investasi yang orientasinya ekspor. Ada industri bulu mata terbesar karena menyangkut lebih kurang 60.000 tenaga kerja. Kalau bandara ini ada, investasi-investasi itu akan bisa lebih membesar, akan bisa ekspansi. Kita harapkan tidak hanya bulu mata, investasi di bidang lain juga akan bisa berkembang dengan cepat,” katanya.
Ditanya mengenai rencana pembangunan Tol Cilacap-Yogyakarta, Presiden menyampaikan, tahapan masih dalam proses studi kelayakan. ”Satu-satu. (Bandara) ini dulu. Nanti baru yang kedua masalah tol. Ini baru proses studi kalau FS (feasibility study) selesai, tolnya akan segera kita tanda tangani,” katanya.
Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin mengatakan, pihaknya telah mengalokasikan dana Rp 350 miliar untuk pembangunan bandara. ”Porsi terbesar untuk pembangunan runway sekitar Rp 170 miliar, sisanya apron dan taxiway lebih kurang Rp 50 miliar, dan kemudian Rp 45 miliar adalah untuk pembangunan gedung terminal,” katanya.
Awaluddin menyampaikan, ukuran apron 70 meter x 70 meter dan bisa untuk menampung 2 pesawat ATR 72. ”Konsep gedung terminal mengadopsi nilai lokal di Purbalingga, yaitu konsep limasan dan rumah joglo. Ditambah dengan ornamen batik dan juga ukiran Jawa Tengah,” katanya.
Bupati Purbalingga Tasdi menyebutkan, kabupaten-kabupaten di wilayah Jateng bagian barat termasuk dalam daerah miskin dan tertinggal. Diharapkan dengan pengembangan bandara yang dibangun Belanda pada 1938 ini, perekonomian dapat maju. ”Multiplier effect tidak hanya untuk Purbalingga, tapi juga untuk 9 kabupaten/kota di Jawa Tengah bagian barat yang notabene masuk 15 daerah miskin daerah tertinggal,” kata Tasdi.
Menurut Tasdi, Purwokerto, Cilacap, Tegal, dan Purbalingga juga merupakan pusat perdagangan dan jasa. Banyak perusahaan besar dan menengah yang berorientasi ekspor ada di Jateng bagian barat. ”Lebih kurang ada 1.039 perusahaan. Di Purbalingga ada lebih dari 300 perusahaan, termasuk 24 PMA dari Korea yang memproduksi wig/rambut imitasi, bulu mata yang menyerap tenaga kerja di Purbalingga sampai 66.000 orang,” katanya.
Pembangunan bandara ini, kata Tasdi, juga akan memajukan bidang pendidikan. ”Di Jateng bagian barat ini juga ada 4 perguruan tinggi negeri dan 32 perguruan tinggi swasta. Ketika mereka mengadakan seminar-seminar dan acara akademis, dibutuhkan narasumber dari Jakarta yang kadang-kadang kesulitan gara-gara transportasi,” kata Tasdi.
Pemerintah daerah, ujar Tasdi, telah mengeluarkan dana Rp 125 miliar, termasuk untuk ganti rugi tanah Rp 35 miliar. Pemkab Purbalingga membebaskan tanah seluas 5,1 hektar dan Pemporv Jateng akan membebaskan tanah seluas 9 hektar untuk mendukung pembangunan bandara ini.
Manajer HRD and General Affair PT Boyang Industrial Purbalingga Rocky Junjungan menyampaikan, di perusahaannya terdapat 6.700 pekerja untuk produksi rambut palsu yang diekspor ke Amerika Serikat. Per bulan, perusahaan ini bisa memproduksi 500.000-600.000 wig. ”Pembangunan bandara ini akan memancing investor datang ke tempat ini dan transportasi akan semakin mudah. Selama ini pengusaha dan juga buyer (pembeli) datang pakai kereta api lewat Purwokerto,” kata Rocky.
Guru Besar, yang juga Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Suliyanto, mengatakan, bandara ini bisa menjadi gerbang atau pintu masuk investor ke wilayah Jateng bagian selatan. ”Bandara ini akan mendorong perekonomian, terutama sektor pariwisata dan perdagangan,” katanya.
Suliyanto menyampaikan, dengan semakin berkembangnya sektor tersebut, bisnis perhotelan dan rumah makan atau kuliner pun akan ikut berkembang. ”Artinya, kesempatan bekerja bagi masyarakat juga semakin banyak. Selain itu, pajak dan retribusi bagi daerah juga akan meningkat dan menambah PAD (pendapatan asli daerah),” katanya.
Menurut Suliyanto, bandara ini juga akan memperlancar arus barang dan orang. Selama ini wilayah Jateng bagian selatan perkembangannya relatif lebih lambat dibandingkan wilayah utara Jawa dan juga dikenal sebagai daerah kantong-kantong TKI (tenaga kerja Indonesia). ”Ciri khas kantong TKI adalah daerah yang terisolasi dan minim akses. Dengan adanya bandara ini, diharapkan semakin banyak membuka lapangan pekerjaan di daerah sekaligus mengurangi jumlah TKI,” katanya. Berdasarkan data Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Cilacap, pada Maret 2018, terdapat 1.280 TKI yang berasal dari Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Wonosobo, Banjarnegara, dan Kebumen.